Liputan6.com, Rabat - Pada Rabu 16 Agustus 1972, Raja Maroko Hassan II sedang dalam perjalanan pulang dari Prancis. Pesawat Boeing 727 yang membawanya dikawal jet tempur Northrop F-5 milik Angkatan Udara.
Tiba-tiba, tiga jet tempur yang mengawalnya memuntahkan tembakan. Sasarannya adalah kapal terbang yang ditumpangi sang raja. Dua dari mesin pesawat rusak akibatnya.
Baca Juga
Advertisement
Pangeran Moulay Abdallah, adik sang raja, mengisahkan apa yang terjadi di dalam pesawat. Menurutnya, Hassan kala itu cepat-cepat menuju kokpit. Ia menyambar radio komunikasi untuk bicara dengan pilot jet tempur.
"Ini mekanik yang bicara," demikian kata Raja Hassan kala itu, seperti dikutip dari artikel Desert Sun pada 17 Agustus 1972. "Pilot tewas dan raja terluka parah. Tak ada alasan untuk menembaki kami. Setidaknya Anda bisa menyelamatkan ratusan orang lain di pesawat. Izinkan kami mendarat."
Versi lain menyebut, Hassan mengatakan ini pada pilot jet tempur, "Setop tembakan! Sang tiran sudan mati!"
Delapan orang yang ada di dalam pesawat kerajaan meninggal dunia, 40 lainnya luka-luka. Meski hanya memiliki satu mesin, kapal terbang itu berhasil mendarat dengan selamat di bandara Rabat, Maroko.
Saat pihak pemberontak menyadari, sang raja selamat tanpa mengalami cedera apapun, mereka kembali menyerang. Pangkalan udara disisir, roket dan peluru diarahkan dari udara ke lounge VIP bandara.
Raja Hassan, yang sempat berada di lounge, melarikan diri ke luar. Ia bersembunyi di rumpun pepohon kecil saat pemberondongan dimulai.
Pihak pemerintah mengatakan, tiga orang setidaknya tewas dalam insiden serangan di terminal. Sementara, ada empat menteri di antara korban luka.
Berondongan dari udara membuat sejumlah mobil terbakar dan meledak ketika peluru menghantam tangki bahan bakar.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan video menarik terkait Maroko berikut ini:
Balas Dendam
Belakangan, upaya kudeta diketahui direncanakan oleh Jenderal Mohamed Oufkir, penasihat dekat Raja Hassan.
Sang jenderal dibantu Mohamed Amekrane, komandan pangkalan udara Moroko di Kenitra.
Upaya kudeta terjadi setelah kejadian serupa pada 1971. Kala itu, 250 pemberontak yang bermarkas di sekolah pelatihan kadet Ahermoumou menyerang istana kerajaan tepat pada hari ulang ke-42 tahun sang raja.
Akibatnya 91 orang tewas dan 133 lainnya meninggal dunia. Pasca-kudeta gagal 1971, kekuasaan Jenderal Mohamed Oufkir bertambah besar.
Ia yang kala itu menjabat menteri dalam negeri diangkat menjadi menteri pertahanan yang punya akses ke angkatan bersenjata.
Sejumlah orang yakin, Oufkir juga dalang kudeta 1971 -- untuk merencanakan kudeta yang kedua.
Seperti dikutip dari www.revolvy.com, pihak kerajaan Maroko melancarkan balas dendam. Pangkalan Kenitra, di mana para pejabat angkatan udara bermarkas, dikepung. Ratusan orang ditangkap kala itu.
Sementara, Oufkir ditemukan tewas akibat sejumlah luka tembak. Sejumlah keluarganya dipenjara dan tak dibebaskan hingga 1991 -- atas desakan pihak internasional yang menduga Maroko melakukan pelanggaran HAM atas penahanan tersebut.
Jenderal Amekrane yang lari ke Gibraltar setelah kudeta dinyatakan gagal, tak berhasil mendapatkan suaka. Ia diekstradisi ke Maroko dan dieksekusi dengan berondongan tembakan.
Raja Hassan II memerintah Kerajaan Maroko selama 38 tahun. Selama berkuasa, pemimpin yang dikenal dekat dengan Amerika Serikat dan Eropa itu menghadapi sejumlah percobaan kudeta dan beberapa kali jadi target pembunuhan.
Namun, Hassan II berhasil lolos. Hanya takdir yang menghentikannya kuasanya, ketika ia meninggal dunia di usia 70 tahun pada 1999.
Selain upaya kudeta yang gagal di Maroko, sejumlah peristiwa bersejarah terjadi pada tanggal 16 Agustus.
Pada 1896, kelompok yang dipimpin oleh Skookum Jim Mason menemukan emas di dekat Dawson City, Yukon, Kanada, yang menyebabkan terjadinya Demam Emas Klondike.
Sementara, pada 16 Agustus 1945, terjadi Peristiwa Rengasdengklok, Sukarno dan Hatta diculik oleh para tokoh pemuda, termasuk Chaerul Saleh.
Keduanya dibawa ke Rengasdengklok pada pukul 03:00 WIB. Mereka kemudian berangkat ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto, dan malam harinya berkumpul di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi.
Advertisement