BI Setuju Pemerintah Tunda Proyek yang Banyak Impor

BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal.

oleh Merdeka.com diperbarui 15 Agu 2018, 18:40 WIB
Ketua Umum Pengurus Pusat lSEl periode 2018-2021 Perry Warjiyo

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebutkan bahwa Bank Indonesia mendukung penuh keputusan pemerintah menunda proyek yang mempnyai nilai impor tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD).

Sebagai informasi, CAD saat ini sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat sebesar USD 8 miliar.

Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

"BI menghargai dan mendukung keseriusan dan langkah-langkah konkrit pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor dan menurunkan impor, termasuk penundaan proyek-proyek Pemerintah yang memiliki kandungan impor tinggi," kata Perry di kantornya, Rabu (15/8/2018).

Dia menjelaskan, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal dalam kondisi ketidakpastian perekonomian global yang masih tinggi.

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pemerintah Bakal Rem Impor 500 Komoditas

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat terkait penyampaian kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan dalam RAPBN 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pemerintah terus berupaya mengendalikan nilai tukar rupiah dan defisit transaksi berjalan. Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah dengan mengerem impor barang yang dinilai tidak mendesak kebutuhannya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pihaknya bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengidentifikasi terhadap barang atau komoditas yang berhubungan dengan konsumsi dan bahan baku serta barang yang sudah memiliki substitusi produk dari dalam negeri.

"Kita akan lihat, kalau permintaan melonjak tinggi dan dia tidak strategis dan dibutuhkan dalam perekonomian maka akan dikendalikan. Ini kita suspect termasuk berbagai macam belanja onlinekhususnya dari luar yang mengindikasikan impor barang konsumsi yang melonjak sangat tinggi," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Rabu (15/8/2018). 

Sri Mulyani mengungkapkan, saat ini ada sekitar 500 komoditas yang akan diidentifikasi, apakah impornya perlu dilakukan segera atau bisa untuk ditindak.

"Kami melakukan langkah drastis dan tegas untuk mengendalikan impor ini. Saat ini kami bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian akan mengidentifikasi 500 komoditas yang bisa di produksi dalam negeri, apakah bisa substitusi impor dan pengendalian dari sisi impor," kata dia.

Sementara itu, terkait impor bahan baku untuk proyek infrastruktur yang dikendalikan pemerintah, PLN dan Pertamina telah diminta melihat komponen impor proyeknya. Hal tersebut karena kedua BUMN yang memiliki komponen impor besar. 

"Enggak hanya TKDN, tapi juga melihat secara langsung berapa impor barang modal. Untuk proyek belum financial closing akan ditunda. Kami akan lakukan enam bulan ke depan dengan sangat firm, sehingga kontribusi terhadap impor barang modal dari BUMN bisa dikendalikan. Menteri ESDM akan lihat dari sisi master list semua request impor setop dulu dalam enam bulan ke depan dan dilihat kondisi neraca pembayaran kita harus membaik," tutur dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya