Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan dengan volatilitas yang menurun.
Dia menyebutkan, secara point to point, nilai tukar rupiah melemah sebesar 3,94 persen pada kuartal II 2018 dan 0,62 persen pada Juli 2018.
"Perkembangan rupiah pada bulan Juli tersebut disertai dengan volatilitas yang menurun, meskipun dolar AS terus mengalami penguatan secara luas," kata Perry di kantornya, Rabu (15/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, dilihat secara year to date (ytd) rupiah terdepresiasi 7,04 persen atau lebih rendah dari India, Brazil, Afrika Selatan, dan Rusia.
Sedangkan aliran modal asing telah kembali masuk ke pasar keuangan domestik pada semua jenis aset.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan," ujar dia.
Dia melanjutkan, kebijakan BI tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang rupiah dan valas.
"Kebijakan Bank Indonesia dalam meningkatkan efektivitas penyediaan swap valas dengan tingkat harga yang lebih murah mampu meningkatkan minat peserta lelang di berbagai tenor dan menurunkan premi swap pasar, misalnya dari 4,85 persen menjadi 4,62 persen untuk tenor 1 bulan dan dari 5,18 persen menjadi 4,96 persen untuk tenor 1 tahun,” tambah dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Defisit Transaksi Berjalan Naik USD 2,3 Miliar pada Kuartal II
Selain itu, BI mengungkapkan defisit transaksi berjalan meningkat pada kuartal II 2018. Defisit transaksi berjalan tercatat USD 8,0 miliar (3,0 persen PDB) pada kuartal II 2018.
"Lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS (2,2 persen PDB)," kata Perry.
Perry mengatakan, hingga semester I 2018, defisit transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, yaitu 2,6 persen terhadap PDB.
Adapun peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh tingginya kenaikan impor baik bahan baku, barang modal dan barang konsumsi sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik, yang melebihi dari kenaikan ekspor.
"Surplus transaksi modal dan finansial meningkat pada triwulan II 2018 dengan mencatat surplus 4,0 miliar dolar AS, lebih besar dari 2,4 miliar dolar AS pada triwulan sebelumnya," ujar dia.
Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia cukup tinggi pada akhir Juli 2018 sebesar 118,3 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan akan tetap baik dengan defisit transaksi berjalan yang dalam batas yang aman dan dapat menopang ketahanan sektor eksternal.
"Di samping pengendalian sisi permintaan termasuk melalui kebijakan moneter, penurunan defisit transaksi berjalan juga didukung oleh langkah-langkah Pemerintah dalam mendorong ekspor dan pariwisata serta untuk mengendalikan impor, termasuk penundaan proyek-proyek yang mempunyai kandungan impor yang tinggi," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement