Liputan6.com, Jakarta Pada Rabu, 15 Agustus 2018, Presiden Joko Widodo mengukuhkan 68 anggota Paskibraka 2018. Mereka akan bertugas esok hari di Istana Merdeka, dalam perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-73.
Selama bertahun-tahun, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yang bertugas di Istana Merdeka tiap tanggal 17 Agustus menjadi magnet tersendiri bagi publik. Keberadaan para pelajar yang mewakili tiap-tiap provinsi di Indonesia untuk bertugas dalam upacara nasional memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia selalu disorot lebih dari yang lain.
Advertisement
Namun, tak banyak publik tahu mengetahui tentang bagaimana cikal bakal Paskibraka. Diary Paskibraka telah merangkum berbagai tulisan Purna Paskibraka 1978, Budiharjo Winarno, tentang mengenai Paskibraka.
Sejarah Paskibraka sendiri tak lepas dari pindahnya Ibu Kota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta pada 1946. Pada saat itu, pusat pemerintahan berada di Gedung Agung yang menjadi tempat tinggal dan kantor Presiden Soekarno.
Awal Agustus 1946, Soekarno memerintahkan ajudannya Mayor (Laut) Husein Mutahar (pencipta lagu Hari Merdeka dan Syukur) untuk mempersiapkan upacara Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus di tahun tersebut. Sebuah ide muncul di benak Mutahar, dia ingin mengambil para pemuda yang mewakili seluruh pelosok negeri yang saat itu sedang belajar di Yogyakarta.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Lima Pasang Putra dan Putri
Mutahar mengambil lima pasang pemuda yang melambangkan Pancasila dengan komposisi lima putra dan lima putri. Mereka dipilih untuk bertugas menaikkan bendera Merah Putih. Di sinilah cikal bakal terbentuknya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Untuk pelajar yang membawa baki juga ditunjuk seorang gadis yang terpelajar, cantik, berambut panjang, tinggi, dan aktif dalam kegiatan kepanduan. Dipilihlah seorang gadis kelahiran Manado dan memiliki darah Padang bernama Siti Dewi yang dipanggil Titik oleh Mutahar.
Mutahar sendiri sengaja mengambil anggota Paskibraka dari para pelajar bukan tanpa alasan. Dia menyerahkan tugas mulia untuk mengibarkan bendera pusaka tersebut pada mereka karena bermakna bahwa kemerdekaan Indonesia juga menjadi tanggung jawab seluruh bangsa.
Selain itu, para pelajar Menengah Atas (saat itu SLTA) dianggap belum banyak terkontaminasi dengan masalah-masalah politis. Mereka dianggap cenderung lebih murni, sehingga lebih mudah juga untuk dibentuk watak dan pribadinya, rasa berbangsa dan bernegaranya, dan mudah dalam membentuk disiplin pada pribadi mereka serta kelompok.
Advertisement
Kritikan Istilah Pengerek
Baru pada 1967, dibentuk kelompok 17-8-45. Nama Pasukan Pengerek Bendera Pusaka disematkan pada mereka yang bertugas untuk menaikkan bendera pusaka saat itu. Namun, istilah "pengerek" dikritik banyak pihak.
Istilah tersebut dianggap merendahkan bendera Merah Putih. Pada saat itu kerekan merupakan alat yang digunakan untuk menjemur burung perkutut.
Pada 1972, Idik Sulaeman mengubah kata sebutan pengerek menjadi pengibar. Sejak itulah, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dipakai sampai sekarang.