Liputan6.com, Jakarta - Reuters merilis laporan khusus tentang operasional Facebook di Myanmar, yang menunjukkan perusahaan kesulitan menghapus konten berisi ujaran kebencian di negara tersebut.
Ujaran kebencian di Facebook disebut berkontribusi dalam serangan kekerasan terhadap minoritas populasi muslim di Myanmar.
Facebook selama ini mendapatkan peringatan dari kelompok dan peniliti hak asasi manusia, karena layanannya digunakan menyebarkan misinformasi dan "mempromosikan" kebencian terhadap muslim, khususnya Rohingnya, sejak 2013.
Pertumbuhan pengguna di Myanmar yang mencapai 18 juta kian membuat ujaran kebencian semakin membesar, tapi Facebook dinilai lambat mengatasi masalah tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari The Guardian, Kamis (16/8/2018), Reuters dan Human Rights Center di UC Berkeley Scholl of Law menemukan lebih dari seribu contoh unggahan, komentar, gambar dan video, yang menyerang muslim Myanmar.
Konten-konten tersebut termasuk beberapa di antaranya beredar selama enam tahun, tapi baru dilaporkan kepada Facebook pada pekan lalu.
Salah satu unggahan yang dipublikasikan pada Desember 2013, menampilkan sebuah gambar bergaya Rohingya dengan pesan, "Kita harus melawan mereka seperti yang dilakukan Hitler terhadap orang Yahudi". Pesan tersebut juga menggunakan istilah yang merendahkan bagi Rohingya.
Selain itu, juga ada seorang pengguna mengomentari konten yang menggambarkan sebuah perahu penuh dengan pengungsi Rohingya tiba di Indonesia.
"Tuangkan bahan bakar dan bakar, sehingga mereka dapat bertemu Allah lebih cepat".
Ujaran kebencian lain menggunakan bahasa yang tidak manusiawi, seperti menggambarkan Rohingya atau muslim lain sebagai anjing, pemerkosa, belatung dan menyerukan agar mereka ditembak atau dimusnahkan. Bahkan, ada juga gambar-gambar pornografi anti-muslim.
Standar komunitas Facebook sendiri melarang pornografi dan unggahan menyerang kelompok etnis tertentu dengan ucapan kekerasan, tidak manusiawi atau membandingkannya dengan hewan.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Tindakan Facebook
Pada April 2018, tak lama setelah penyidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam Facebook sebagai kendaraan untuk pertikaian dan konflik di Myanmar, Mark Zuckerberg mengatakan kepada para senator AS bahwa perusahaan merekrut banyak moderator berbahasa Burma untuk meninjau ujaran kebencian.
"Sulit untuk melakukannya tanpa orang-orang yang bisa berbahasa lokal dan kami perlu meningkatkan upaya kami untuk hal tersebut secara dramatis," CEO Facebook itu pada April lalu.
Zuckerberg juga meminta bantuan kelompok aktivis setempat untuk membantu mengidentifikasi konten yang harus diblokir.
Ia mengatakan, tim Facebook akan membuat sejumlah perubahan di Myanmar, dan negara-negara lain yang menghadapi konflik etnis. Facebook juga berkomitmen menangani ujaran kebencian dalam waktu 24 jam.
Jes Petersen yang membantu Facebook menerjemahkan standar komunitas ke bahasa Burma, menilai layanan tersebut akan membutuhkan usaha besar untuk dapat merealisasikan komitmen Zuckerberg.
"Menarik untuk melihat bagaimana Facebook memenuhi komitmen 24 jam mereka, tapi ekspansi besar-besaran staf yang bisa berbahasa Burma akan sangat dibutuhkan," ungkap Petersen.
Advertisement
Popularitas Facebook di Myanmar
Bagi banyak orang di Myanmar, Facebook adalah sebuah internet. Facebook merupakan salah satu cara utama bagi orang-orang mendapatkan berita dan hiburan online, begitu juga pesan instan.
Salah satu pemicu popularitasnya karena beberapa operator ponsel di negara itu tidak mematok biaya, artinya orang-orang tidak perlu mengeluarkan biaya data untuk menggunakannya.
Kendati populer, Facebook tidak memiliki satu karyawan pun di Myanmar. Menurut laporan Reuters, perusahaan memonitor ujaran kebencian melalui sebuah rekanan di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam sebuah operasi rahasia dengan kode nama "Project Honey Badger".
Operasi ini memiliki sekira 60 orang untuk meninjau laporan unggahan konten di Myanmar.
Facebook bergantung pada para pengguna untuk melaporkan ujaran kebencian, tapi terkendala persoalan teknis terkait huruf yang digunakan situs web Burma. Sistem Facebook kesulitan menafsirkan teks Burma.
Selain itu, alat pelaporan Faceook dalam bahasa Burma baru ada pada akhir April dan awal Mei tahun ini. Sebelumnya, siapa pun yang ingin membuat laporan harus dalam bahasa Inggris.
Tanggapan Facebook
Facebook mengeluarkan tanggapannya 12 jam setelah laporan investigasi Reuters dipublikasikan.
Perusahaan asal Negeri Paman Sam itu mengungkapkan, pada kuartal II 2018 telah bergerak proaktif mengidentifikasi dengan menghapus sekira 52 persen konten ujaran kebencian di Myanmar. Jumlahnya naik dari 13 persen pada kuartal akhir 2017.
Melalui unggahan di blog, Facebook juga mengungkapkan akan menambah 40 lebih ahli bahasa Myanmar.
Juru bicara Facebook mengatakan, pihaknya memiliki tanggung jawab untuk melawan penyalahgunaan di dalam produknya.
Hal ini terutama berlaku di negara-negara seperti Myanmar dengan banyaknya orang menggunakan internet untuk kali pertama.
"Ini adalah masalah yang lambat kami tinjau, oleh sebab itu kami kini bekerja keras memastikan melakukan semua yang kami bisa untuk mencegah penyebaran misinformasi dan kebencian," tulis juru bicara tersebut.
(Din/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement