Kasus Bakamla, Fayakhun Andriadi Didakwa Terima Suap USD 911.480

Atas perbuatannya Fayakhun Andradi didakwa telah melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Agu 2018, 13:31 WIB
Ekspresi anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/6). Fayakhun diperiksa sebagai tersangka kasus Bakamla anggaran tahun 2016 APBN-P. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap USD 911.480 terkait pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Politikus Partai Golkar itu didakwa mengupayakan agar ada penambahan alokasi anggaran untuk Bakamla pada APBN Perubahan tahun 2016.

"Patut diduga uang tersebut diberikan agar terdakwa selaku anggota Komisi I DPR mengupayakan alokasi penambahan anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan alat satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016," ujar jaksa Ikhsan Fernandi saat membacakan surat dakwaan milik Fayakhun di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/8).

Jaksa menuturkan, pada April 2016, Komisi I DPR melakukan kunjungan kerja ke kantor Bakamla. Di sana, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebagai staf khusus bidang perencanaan dan anggaran Bakamla menemui Fayakhun Andriadi dan meminta agar politikus Golkar itu mengupayakan usulan penambahan anggaran untuk Bakamla pada APBN-P 2016. Sebagai kompensasi, Ali menjanjikan Fayakhun jatah 6 persen dari nilai proyek.

Sebelum Ali menemui Fayakhun, terlebih dahulu ia bertemu dengan Fahmi Darmawansyah, pemilik PT Melati Technofo sekaligus pemenang lelang proyek. Kepada Fahmi, Ali menawarkan pengerjaan proyek di Bakamla dengan syarat menyediakan komitmen fee 15 persen dari nilai proyek.

Setelah kedua belah pihak, Fayakhun dan Fahmi, mendapat arahan. Managing Director PT Rohde&Schwarz, Erwin Arief menghubungi Fayakhun dan menyampaikan permintaan yang sama seperti disampaikan oleh Ali. Sebab, barang yang akan dikerjakan dalam proyek tersebut berasal dari PT Rohde & Schwarz dan dikerjakan oleh perusahaan milik Fahmi.

"Selanjutnya terdakwa aktif melakukan komunikasi dengan Fahmi Darmawansyah melalui perantara Erwin dan Muhamad Adami Okta, anak buah Fahmi," ujar dia.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.


Komitmen Fee

Ekspresi anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/6). Fayakhun diperiksa sebagai tersangka kasus Bakamla anggaran tahun 2016 APBN-P. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Pada 29 April 2016, Fayakhun menyampaikan kepada Fahmi Komisi I DPR setuju adanya usulan tambahan anggaran Bakamla sebesar Rp 3 triliun. Dari nilai tersebut alokasi anggaran proyek pengadaan alat satelit monitoring sebesar Rp 850 miliar.

Fayakhun kembali mengingatkan Fahmi atas komitmen fee untuknya. Dia juga meminta tambahan 1 persen dari komitmen fee sebelumnya sebesar 6 persen. Sehingga, total komitmen fee yang diperoleh dari proyek tersebut sebesar 7 persen.

"Terhadap komitmen fee 1 persen terdakwa minta agar segera diberikan Senin, 2 Mei 2016," kata jaksa.

Realisasi 1 persen pun dilakukan Fahmi beberapa tahap sehingga mencapai USD 911.480.

Atas perbuatannya Fayakhun didakwa telah melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya