Liputan6.com, Bandung Minimnya air bersih dan sarana mandi cuci kakus (MCK) menjadi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat terdampak gempa bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sehingga masyarakat yang tinggal di tenda-tenda darurat harus mencari air ke lokasi yang jauh.
Selain itu, kondisi kekeringan kini tengah terjadi seperti di Kabupaten Lombok Utara dan Barat bagian utara yang mayoritas berada di pegunungan. Sumur-sumur menjadi dangkal karena getaran gempa ini menyebabkan sumurnya runtuh sehingga tertutupi pasir, hal ini mengakibatkan volume airnya sangat jauh berkurang.
Kelompok Keahlian Fisika Bumi dan Sistem Kompleks, FMIPA ITB Dr. Eng. Bagus Endar Bachtiar Nurhandoko mengungkapkan persoalan yang dianggap krusial dan harus segera dibenahi tersebut. Bagus merupakan salah satu anggota tim satgas ITB peduli bencana Lombok yang terlibat dalam upaya rehabilitasi pasca gempa.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Bagus, kondisi pasca gempa Lombok, pihaknya melakukan kajian dengan pengukuran water table untuk mengetahui ketinggian permukaan air tanah di Kecamatan Pemenang, Tanjung dan Bayan di Kabupaten Lombok Utara. Wilayah tersebut sangat dekat dengan pusat gempa beberapa waktu lalu.
"Jika hendak membuat sumur lebih mudah diketahui kedalaman minimal," kata Bagus.
Ada juga pengukuran ketinggian kolom air, pengambilan sampel batuan, mengukur distribusi butiran, dan pengukuran tingkat keasaman air sumur (PH) untuk mengetahui layak atau tidaknya air sumur tersebut dipakai.
"Hasil survei ada yang tercemar karena di tempat yang sama dipakai untuk kakus. Namun ada sumber air baku yang baik kualitasnya. Sayangnya sumur jadi dangkal karena tertutup pasir," kata Bagus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/8/2018).
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Simak video pilihan berikut ini:
Sumur Diperdalam Ataukah Dibor Ulang?
Menurut Bagus, kebutuhan air bersih dan MCK yang baik sangat mendesak. Sebab bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Dampaknya pun bisa massal karena banyak masyarakat yang mengungsi sampai lebih dari 2-3 minggu.
"Ini harus dipikirkan bersama air bersih mereka dari mana pasokannya, pasokan listrik juga terbatas," ungkapnya.
Selain meneliti soal air, Bagus dibantu asisten penelitinya juga mengambil beberapa sampel bebetuan dan tanah di beberapa lokasi gempa yang dilewati. Sebab di lapangan ia menemukan ada daerah yang parah kerusakan tapi juga ada yang tidak banyak kerusakannya.
"Sampel batuan dan tanah itu akan kita ukur dan analisis di laboratorium. Tujuannya mengetahui kondisi lapisan tanah yang mempengaruhi getaran dan meruntuhkan," kata Bagus.
Tim satgas juga akan mencoba menentukan nanti apakah sumurnya itu diperdalam, atau di bor ulang. Sebelumnya tim satgas ITB telah menyerahkan empat unit alat penjernih air kepada Universitas Mataram (Unram). Dengan alat tersebut diharapkan bisa membantu masyarakat yang terdampak gempa bisa memperoleh air bersih dengan mudah.
Advertisement