Liputan6.com, Jakarta - Janda berusia 68 tahun bernama Aslikhah di Jombang, Jawa Timur, tidak pernah berpikir bisa naik haji. Sebab, sejak suaminya wafat 31 tahun silam, Aslikhah harus menghidupi tujuh anak. Ia pun menjadi tulang punggung keluarga.
Jangankan menanggung ongkos berjuta-juta ke Tanah Suci, untuk sandang pangan anak-anaknya yang sudah yatim itu saja dia kesulitan dan harus bekerja keras. Aslikhah harus bekera memeras keringat serta membanting tulang.
Advertisement
Untuk menyambung hidup semenjak sang suami wafat pada 1987, Aslikhah berjualan jamu gendong. Setiap harinya ia berjalan kaki untuk berkeliling menjajakan jamu dagangan. Ketika ada pembeli jamu, Aslikhah memberikan bonus pijatan.
"Banyak yang cocok dengan pijatan saya," ujar Aslikhah.
Tiap hari, mulai pukul 05.30 hingga 22.00 WIB, Aslikhah berkeliling mendatangi rumah warga. Ia menjajakan jamu sekaligus menawarkan pijatan. Pada masa keemasan, Aslikhah dalam satu hari punya target memijat hingga sepuluh orang.
"Soalnya saya butuh untuk biaya hidup anak yatim saya yang banyak itu," ucapnya.
Aslikhah tak mematok tarif untuk jasa pijat. Meski begitu, banyak orang yang memberinya uang Rp 15 ribu untuk sekali datang.
"Ya, enggak menentu (bayaran pijatnya), kadang ada yang ngasih Rp 50 ribu. Banyak juga yang ngasih Rp 15 ribu," tutur Aslikhah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Amalan Alquran
Aslikhah tak pernah merasa capek dan pegal dengan aktivitas yang menguras tenaga tersebut. Dia mengaku punya amalan yang membuatnya terus merasa bugar.
Amalan itu antara lain rutin membaca surat Al Waqiah, Al Mulk, Ar Rohman, permulaan dan akhir Al Baqarah, dibacanya setiap hari tiga kali.
"Kalau enggak baca surat tersebut sehari saja, rasanya badan jadi lemas dan enggak kuat. Jadi mudah sedih, pokoknya ada yang kurang, jadi enggak enak," kata dia.
Sejak anak bungsunya meninggal dunia tahun 2014, Aslikhah sudah tidak berkeliling memijat. Ia hanya memijat di rumah. Menurut dia, selama ini ia telah meninggalkan anak-anaknya, sejak pagi hingga malam demi mencari nafkah.
"Rakaat salat saya pun banyak yang bolong karena pas lagi keliling mijat," terangnya.
Aslikhah mengaku mulai mendaftar haji pada 2010 menggunakan dana talangan. Pada waktu itu, jemaah yang tergabung dalam kloter 79 Surabaya itu memiliki uang Rp 6,5 juta.
Uang itu merupakan dana untuk merenovasi rumah. Sebab, tempat tinggalnya sudah banyak berlubang. Namun, anak bungsunya menyarankan Aslikhah menggunakan uang tersebut daftar haji.
Akhirnya, uang tersebut ia gunakan daftar haji dengan dana talangan. "Alhamdulillah, dana talangan tersebut sudah lunas dalam waktu 2 tahun," kata dia.
Sepulang dari Tanah Suci kelak, Aslikhah pun mengaku akan tetap memijat.
"Saya kan juga ingin amal, ikut kumpulan yasinan, manakiban, tahlilan dan lain-lain, itu kan butuh uang," jelas Aslikhah.
Reporter : Eko Huda S
Sumber : Dream.co.id
Advertisement