Liputan6.com, Pekanbaru Rel ini membentang dari Sijunjung, Sumatera Barat, Logas di Kabupaten Kuantan Singingi, hingga ke Pelita Pantai atau sebuah pelabuhan di Kota Pekanbaru. Rel sepanjang 220 kilometer pun menyimpan cerita pengorbanan para pemuda yang didatangkan dari Jawa dan Sumatera ke Bumi Lancang Kuning.
Siapa yang menyangka, ratusan kilometer rel kereta yang digunakan untuk mengangkut batu bara itu hanya dibangun dalam waktu setahun saat itu.
Sejarawan Riau Suwardi mengatakan, pembangunan dicetuskan Jepang setelah merebut Indonesia dari tangan Belanda. Saat itu, tahun 1942 atau 76 tahun yang lalu, ketika Jepang menjadikan Bukittinggi sebagai pusat komando angkatan darat.
Jepang kala itu memaksa para pemuda Indonesia bekerja siang dan malam atau dikenal romusa. Batu bara yang dikeruk dengan peluh pemuda Indonesia saat itu dibawa ke Singapura untuk membangun pusat komando di sana. Ungkapan lelah kala itu justru berbuah hukuman.
Baca Juga
Advertisement
"Orang asli Pekanbaru atau Riau hanya sedikit jadi romusa karena banyak yang melarikan diri ke Malaysia," kata Suwardi saat ditemui, Pekanbaru, Kamis, 16 Agustus 2018.
Suwardi mengungkapkan, perlawanan terus dilakukan para pemuda saat itu. Tidak sedikit juga yang berusaha lari dan berujung mati. Rel itu akhirnya selesai tahun 1943 dan mulai difungsikan hingga tahun 1945. Namun, para pemuda itu tak pernah kembali.
"Kejam sekali, diperlakukan tak manusia. Kehidupannya saat itu seperti mayat berjalan. Riau sebagai penghubung kan lalu dibangun pelabuhan di Kota Pekanbaru," imbuh Suwardi.
Dari kejadian itu, Gubenur Riau HR Soebrantas Siswanto membangun monumen di salah satu titik pembangunan rel. Nama jalan Pahlawan Kerja diabadikan sebagai penghormatan. Monumen Simpang Tiga di Pekanbaru yang diresmikan 10 November 1978 Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau, RH Soebrantas Siswanto.
"Bisa dibilang itu sebagai Jalan Romusa," ucap Suwardi.
Jalan Pahlawan Kerja ini mudah ditemui dari Bandara Sultan Syarif Kasim II atau Jalan Kaharuddin Nasution, lurus saja ke arah kampus Universitas Islam Riau. Jalan itu berada di sebelah kanan.
Selain monumen dan jalan, di kawasan tersebut juga ada makam pekerja yang gugur. Lokomotif lengkap dengan gerbong pengangkut batu bara pun hadir untuk mengingat perjuangan para pemuda itu.
"Tempat ini menjadi satu-satunya peninggalan pembangunan rel kereta api di Riau. Monumen lainnya sudah tak ada lagi, seperti monumen pengibaran bendera, itu sudah dihancurkan karena dibangun ruang terbuka hijau," kata Suwardi.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Kondisi Rel
Usai masa perjuangan kemerdekaan, rel ini ditinggal begitu saja dan tak dimanfaatkan Pemerintah Provinsi Riau. Karena dianggap tak bertuan, satu per satu rel dibongkar pihak tak bertanggung jawab, lalu dijual sebagai besi tua. Hingga kini nyaris tak ada sisanya karena rupiah bisa saja mengalahkan jejak sejarah.
"Tidak tahu siapa yang mengambil, namanya juga maling. Dijual sebagai besi tua," Suwardi kesal.
Menurut Suwardi, selain di monumen pahlawan kerja, masih ada beberapa peninggalan lokomotif pengangkut batu bara di Riau. Salah satunya di kawasan Tanjung Rhu, tepatnya di Jalan Tanjung Medang, Kota Pekanbaru.
"Kemudian ada juga di Kuantan Singingi, tak terawat di kebun. Sudah dibeli lahannya oleh PT KAI. Sementara yang di Tanjung Rhu tak terawat juga," terang Suwardi.
Suwardi berharap peninggalan bersejarah itu diperhatikan, terutama oleh Pemerintah Provinsi Riau. Pasalnya, di lokomotif dan rel itu ada ribuan jiwa yang gugur akibat penjajahan Jepang.
Advertisement