Liputan6.com, Montana - Mereka yang sedang berkemah di pegunungan Montana, di sekitar Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat di bawah sinar bulan yang kelabu pada 17 Agustus 1959 mengalami apa yang lebih mengerikan dari mimpi buruk.
Jelang tengah malam, ketika jarum jam menunjuk pukul 23.37 waktu setempat, Bumi tiba-tiba berguncang hebat.
Peristiwa tersebut dijuluki Gempa Hebgen Lake atau Gempa Yellowstone.
Baca Juga
Advertisement
Joann Smith baru berusia 11 tahun kala itu. Ia meringkuk di samping saudara perempuannya, ibu dan juga ayahnya saat guncangan terjadi. Ia mendengar suara orang-orang yang berkemah di Rock Creek Campground di Montana, di luar Taman Nasional Yellowstone. Gemuruh longsor terdengar menderu.
"Sungguh menakutkan, sangat mengerikan," kata dia dalam seperti dikutip dari Denver Post, Kamis (16/8/2018).
John Owen, dari Castle Rock, juga tak akan pernah melupakan apa yang terjadi pada 17 Agustus 1959.
"Guncangan dan suara yang terdengar saat itu sungguh mengerikan," kata Owen yang kala itu berusia 15 tahun. "Lebih keras dari guntur, salah satu bunyi paling keras yang pernah kudengar dalam hidupku."
Apa yang terjadi pada Purley Bennett tak kalah mengerikan. Di tengah gemuruh dan guncangan, ia melihat suaminya berteriak kepadanya, gerak bibirnya memintanya meraih dahan pohon.
"Aku melihat ia memeluk sebatang pohon, tapi aku tak pernah melihatnya lagi dan terus berguling-guling," kata dia seperti dikutip dari timeline.com.
Ketika terbangun, ia terjepit batang pohon yang tumbang. Wajahnya berlumuran darah dan bajunya robek karena tergelincir di permukaan batu. Purley Bennett adalah satu-satunya yang selamat. Suami dan tiga anak mereka termasuk di antara 28 orang yang tewas.
Guncangan akibat lindu 7,3 skala Richter membelah pegunungan, batu gamping raksasa yang longsor mengubur 19 orang. Jasad mereka tak pernah ditemukan.
Tujuh jenazah kemudian ditemukan Rock Creek Campground dan dua lainnya dari Cliff Lake Campground.
Sementara, 90 juta ton batuan dan pepohonan tumpah ke Madison River Canyon, meninggalkan tumpukan puing yang tingginya lebih dari 200 kaki atau sekitar 60 meter -- dan membentuk danau yang dijuluki 'Quake Lake'.
Sementara itu, geyser baru dan retakan muncul di Taman Nasional Yellowstone di dekatnya.
Daerah di sekitar Danau Hebgen juga terkena dampak gempa yang menyebabkan sebagian permukaan danau naik 2,4 meter. Jalan raya yang membentang di sepanjang tepi danau runtuh ke dalam air.
Di Ennis, sebagian besar penduduk dievakuasi karena khawatir Danau Hebgen mungkin membanjiri kota. Evakuasi itu kemudian dibatalkan saat diketahui tanah longsor telah menghalangi aliran sungai.
Ancaman dari Gunung Super Yellowstone
Ada raksasa tidur di bawah Taman Nasional Yellowstone yang indah, yang terletak di negara bagian Wyoming, Montana, dan Idaho, Amerika Serikat. Di mana geyser Old Smith menyembur, seakan menyenggol langit. Saturasi warna biru dan hijau di kolam geotermal berpinggiran terang, menawarkan pemandangan menakjubkan. Juga pegunungan yang menjulang diselimuti vegetasi lebat, menyediakan tempat tinggal bagi hewan-hewan liar.
Di balik keindahan Yellowstone, ancaman mengintai. Sebuah gunung berapi raksasa (supervolcano) yang cukup kuat untuk menghancurkan sebagian besar wilayah Amerika Serikat dan mengubah dunia, bersemayam di sana.
Pada 2013 i tim ilmuwan menemukan bahwa kamar magma gunung raksasa itu ternyata jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya, 2,5 kali lipat.
Ilmuwan menemukan gua bawah tanah yang membentang lebih dari 90 km yang berisi sekitar 2.700 km kubik batuan cair. Temuan tersebut dipresentasikan dalam American Geophysical Union Fall Meeting di San Francisco.
"Kami telah bekerja di sana dalam waktu tak sebentar, dan selama itu kami selalu berpikir kamar magma itu lebih besar dari perkiraan... namun temuan ini tetaplah mengejutkan," kata Prof Bob Smith dari University of Utah, seperti dikutip dari BBC, Rabu (11/12/2013).
Tim menggunakan jaringan seismometer yang terletak di sekitar taman nasional untuk memetakan ruang magma.
Dr Jamie Farrell dari University of Utah menjelaskan, timnya merekam data gempa pada dan di sekitar Yellowstone. Lalu mengukur gelombang seismik yang merambat di tanah.
"Gelombang itu bergerak lebih lambat melalui material yang panas dan sebagian cair. Dengan itu kami bisa mengukur apa yang tersembunyi di sana."
Tim menemukan, kamar magma itu luar biasa besar. Mencapai kedalaman 2 sampai 15 kilometer. Liang itu diperkirakan memiliki panjang 90 kilometer dan lebar 30 km.
Seandainya Yellowstone meletus sekarang, akibatnya bakal katastropik -- malapetaka. Sebagai perbandingan, saat kali terakhir erupsi besar 640.000 tahun lalu, ia mengirim abu ke seantero Amerika Utara. Membawa dampak pada iklim dunia. Kekuatan erupsinya diperkirakan 25 ribu kali lebih kuat dari letusan Gunung St Helena pada tahun 1980.
Sebelum letusan mahadahsyat itu terjadi, lindu besar akan kuat mengguncang area sekitarnya, lalu ledakan besar akan menyapu bersih Yellowstone, membuatnya lenyap dari peta.
Kemudian, awan panas dan batuan membara membakar apapun yang dilewatinya, dengan suhu mencapai ratusan derajat Celcius. Abu akan menyelimuti bagian barat AS hingga radius 1.000 mil atau lebih dari 1.600 kilometer, masuk ke mesin pesawat terbang, melumpuhkan transportasi udara, mengancam pasokan pangan dunia.
Jatuhnya korban jiwa tak bisa dicegah. Sekitar 87.000 orang akan tewas seketika, belum lagi yang menyusul akibat dampak susulan.
Tak hanya itu, dua pertiga wilayah Amerika Serikat bisa jadi tak bisa dihuni karena udara beracun yang berhembus dari kaldera. Jutaan orang menjadi pengungsi.
Tak hanya gempa di dekat Taman Nasional Yellowstone, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal 17 Agustus.
Pada 1980, hilangnya Azaria Chamberlain yang diduga diculik seekor dingo menjadi kasus pengadilan terheboh sepanjang sejarah Australia.
Sementara, pada 1988, Presiden Pakistan Muhammad Zia-ul-Haq dan Duta Besar A.S. Arnold Raphel tewas dalam kecelakaan pesawat terbang.
Kemudian, pada 1998, Presiden AS Bill Clinton dalam kesaksian terekam mengakui bahwa ia melakukan "hubungan fisik yang tidak pantas" dengan karyawan magang Gedung Putih Monica Lewinsky. Pada hari itu pula ia mengaku terang-terangan telah "membohongi rakyat" mengenai hubungan tersebut.
Dan, tanggal 17 Agustus 1945 tercatat dalam sejarah sebagai hari kemerdekaan RI.
Pada hari itu Sukarno dan Mohammad Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Advertisement