Ingin Kualitas SDM Meningkat, Pemerintah Gelontorkan Rp 5,7 Triliun

Program andalan dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM) tetap percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja, sertifikasi profesi, serta membangun kewirausahaan di kalangan anak muda.

oleh Septian Deny diperbarui 17 Agu 2018, 18:46 WIB
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu program prioritas di 2019. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 5,7 triliun untuk Kementerian Ketanagakerjaan (Kemnaker).‎

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, pada tahun depan, pihaknya mendapatkan tambahan anggaran sekitar Rp 1,7 triliun untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM dalam negeri.‎

“Tahun 2019, Bu Menteri Keuangan menambah anggaran di Kemnaker sekitar Rp 1,7 triliun. Dari biasanya rata-rata Rp 4 triliun menjadi Rp 5,7 rriliun. Dari sekitar tambahan Rp 1,7 triliun itu masih fokusnya menggenjot peningkatan kompetensi di masyarakat,” ujar dia di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, seperti ditulis Jumat (17/8/2018).

Hanif menjelaskan, program andalan dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM) tetap percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja, sertifikasi profesi, serta membangun kewirausahaan di kalangan anak muda.

“Terobosan yang baru yakni komitmen pemerintah terhadap pesantren dan masyarakat di sekitar pesantren melalui pembangunan BLK (Balai Latihan Kerja) Komunitas. Tahun 2019, dianggarkan Rp 1 triliun di 1.000 titik,“ ungkap dia.

Dia mengungkapkan, jika melihat peningkatan dari 2018-2019, misalnya untuk pelatihan BLK pemerintah di 2018 sekitar 136.724 orang akan ditingkatkan menjadi 215.344 orang di 2019.

“Kemudian untuk kewirausahaan dan produktivitas dari sekitar 17.890 akan ditambah menjadi 38.845 orang. Kemudian untuk pemagangan juga kita tingkatkan dari 70.790 menjadi 210 ribu. Ini lebih dari 100 persen peningkatannya,” jelas dia.

Untuk pelatihan, kata Hanif, akan melibatkan masyarakat baik lembaga pelatihan kerja swasta maupun komunitas, termasuk pelatihan untuk pekerja migran Indonesia, sebanyak 14 ribu orang di 2018 menjadi 62 ribu orang. Jadi secara keseluruhan peningkatan kompetensi yang dilakukan dari 239.404 orang pada 2018 ditingkatkan lebih dari dua kali lipat menjadi 526.189 orang.

“Khusus untuk sertifikasi juga mengalami peningkatan sangat pesat. Dari 260.084 sertifikasi profesi di tahun 2018, pada tahun 2019 juga akan ditingkatkan menjadi 526.189,” tandas dia.

* Update Terkini Asian Games 2018. Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini


Masuk Era Revolusi Industri 4.0, Bagaimana Nasib Pekerja RI?

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri.

Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri menyatakan, era revolusi industri ke-4 atau industry 4.0 bukan merupakan ancaman bagi sektor tenaga kerja di Indonesia.

Meski demikian, para tenaga kerja dan calon tenaga kerja harus segera mempersiapkan diri dalam rangka memasuki era revolusi industri ke-4.

Hanif mengungkapkan, ‎salah satu tantangan dari perkembangan teknologi informasi yang cepat dan masif adalah perubahan industri.

Hal ini agar tetap bisa bersaing, industri harus bisa berubah,  lebih produktif dan efisien berhadapan dengan kompetitor baik dalam maupun luar negeri. 

"Tentu ketika industri berubah, karakter pekerjaannya juga berubah. Maka tuntutan skill (keterampilan) yang dibutuhkan juga berubah. Di situ tantangan bagi bangsa kita untuk memastikan tenaga kerja kita ini punya skill dan mereka juga punya kesempatan untuk meningkatkan skillnya atau merubah skillnya, karena pekerjaannya juga berubah," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Kantor Kemnaker, Jakarta, Jumat (3/8/2018).

Hanif mengakui, perkembangan teknologi dan informasi yang masih di era revolusi industri ke-4 memang akan menghilangkan profesi tertentu. Namun demikian, era ini juga akan melahirkan profesi baru yang sesuai dengan perkembangan zaman.

‎"Perkembangan teknologi informasi yang cepat ini pada akhirnya akan membunuh sejumlah pekerjaan tetapi juga menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang baru. Oleh sebab itu penyesuaian terhadap kebutuhan skill di pasar tenaga kerja itu menjadi sangat penting," kata dia.

Berkaca dari hal tersebut, lanjut Hanif, pemerintah terus menggenjot pelatihan vokasi untuk meningkatkan akses dan mutu agar pekerja dalam negeri.

"Yang belum punya skill bisa mendapatkan skill atau skilling, yang sudah punya skill bisa meningkatkan skillnya atau up skilling, yang sudah punya skill tetapi skillnya tidak relevan dan harus berubah kita sebut reskilling. Tiga hal itu yang kita genjot untuk memastikan agar daya saing dan tenaga kerja kita lebih baik dan sesuai dengan perubahan di pasar kerja," ujar dia.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya