Liputan6.com, Washington DC - Menghancurkan ISIS agaknya lebih sulit daripada yang dibayangkan Amerika Serikat serta para sekutu-sekutunya. Dan, berdasarkan perkiraan intelijen paling baru, AS memperingatkan bahwa militan itu mungkin "siap" untuk bangkit kembali.
Selama berbulan-bulan, para pejabat Amerika dan koalisi berbicara bagaimana kombinasi kekuatan udara dan pasukan darat telah mengusir kelompok teror ISIS dari kira-kira 98 persen kawasan yang dikuasainya di Suriah dan Irak.
Tapi kini, para pejabat yang sama mengakui bahwa usaha mereka itu belum cukup.
"ISIS tampaknya siap untuk membangun kembali dan membentuk negara seperti keinginan mereka," kata juru bicara Pentagon, Komandan Sean Robertson kepada VOA lewat e-mail, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (18/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
"ISIS kini mungkin lebih kuat dari Al Qaeda di Irak pada masa jayanya tahun 2006-2007, ketika kelompok itu mengumumkan terbentuknya negara Islam dan beroperasi di bawah nama ISIS," kata Robertson.
Pernyataan ini muncul sebagai jawaban atas perkiraan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat paling baru, yang mengatakan jumlah ISIS di Irak dan Suriah tercatat antara 28 ribu sampai hampir 32 ribu orang. Jumlah ini hampir menyamai jumlah kelompok teror itu ketika masih berada pada masa jayanya.
Sebuah laporan terpisah pekan ini, yang dikeluarkan PBB sampai pada kesimpulan yang sama, dan memperkirakan jumlah militan ISIS sekitar 30 ribu orang, yang tersebar di dua negara itu.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Simak video pilihan berikut:
ISIS Diduga Dalang di Balik Bom Bunuh Diri di Kabul, 48 Orang Tewas
Sebanyak 48 orang dilaporkan tewas dalam serangan bom bunuh diri di sebuah lingkungan Syiah di ibu kota Afghanistan, Kabul pada Kamis 16 Agustus 2018.
Mirisnya, pelaku seolah menargetkan sekolah yang ada di daerah Dasht-i Barcha, Kabul barat, di mana sedang berlangsung ujian masuk perguruan tinggi bagi para lulusan siswa dan siswi SMA.
Serangan itu, yang diduga dilakukan oleh ISIS, adalah serangan terbaru terhadap komunitas Syiah di Afghanistan yang menjadi sasaran ekstrimis Sunni. Kelompok militan ini menganggap kaum Syiah sebagai bidah --perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan dalam kitab Alquran dan Hadis, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan ajaran Islam.
Bom bunuh diri ini juga menunjukkan bahwa para militan masih bisa melakukan serangan besar-besaran, bahkan di jantung kota Kabul. Dengan demikian, pemerintah Afghanistan semakin gencar untuk memperketat keamanan di dalam negeri dengan menambah sejumlah personel.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Masyarakat, Wahid Majroh, menyebut sebanyak 67 orang terluka dalam teror bom bunuh diri itu dan jumlah korban tewas diperkirakan bisa bertambah.
Akan tetapi, dia tidak membeberkan tentang identitas para korban, apakah pelajar, guru atau penduduk setempat.
Dawlat Hossain, ayah dari seorang siswi berusia 18 tahun bernama Fareba, menuturkan bahwa ia berada di lokasi kejadian ketika hendak menjemput putrinya yang sedang ikut ujian masuk universitas.
Ia langsung mengambil langkah seribu saat mendengar ledakan keras.
Beruntung, Fareba berhasil selamat dan meninggalkan kelasnya hanya beberapa menit sebelum pengeboman terjadi. Namun demikian, dia masih berada di dalam kompleks tersebut.
Hossain menjelaskan, saat ia memasuki kelas Fareba, ia melihat bagian tubuh manusia berserakan di meja dan bangku siswa.
"Darah ada di mana-mana, di seluruh ruangan, sangat menakutkan dan mengerikan," katanya seperti dikutip dari The Independent, Kamis 16 Agustus 2018.
Setelah memastikan putrinya masih hidup, ia pun membantu memindahkan korban luka ke rumah sakit terdekat di Kabul.
Advertisement