Liputan6.com, Cilacap - Kemarau panjang menyebabkan sebagian sumur warga di Dusun Cibriluk Desa Cinangsi Kecamatan Gandrungmangu Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mengering. Krisis air bersih pun mengancam.
Sebagian di antaranya, kini mulai memanfaatkan satu-satunya sungai yang aliran airnya belum putus. Sebagian membuat sumur darurat di tepi sungai. Mereka mencuci dan menggunakan sumur darurat ini untuk keperluan lainnya.
Adapun warga lainnya menimba langsung dari aliran sungai. Mereka mamanfaatkan aliran sungai yang mulai mengecil ini untuk menyirami tanaman yang kekeringan akibat kekurangan suplai air.
Baca Juga
Advertisement
Salah satunya, Sumeri (70). Saat bertemu Liputan6.com di pinggiran Sungai Dermaji, berada di pinggiran Kedung atau lubuk. Di bahunya, ia memanggul galah bambu dan ember.
Hanya beberapa meter di sebelah lubuk, di bagian daratan pasir yang kering, ada sumur besar yang terbuat dari gorong-gorong berdiameter sekitar satu meter. Namun, ia tak menimbanya di sumur yang airnya terlihat jernih ini.
Ia justru menimbanya langsung dari lubuk yang airnya kotor oleh lumpur, sampah dan lumut.
"Untuk menyiram timun. Kalau yang itu untuk disedot ke sumur warga yang mengalami kekeringan," ucapnya dalam bahasa Banyumasan, sembari menunjuk sumur berair jernih, Jumat, 17 Agustus 2018.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sumur Tak Lagi Bisa Cukupi Kebutuhan
Sumeri menjelaskan, air yang ditimbanya digunakan untuk menyiram timun. Setiap hari, setidaknya ia harus bolak-balik berjalan naik turun sungai sebanyak 20 kali. 10 kali pagi, 10 lainnya sore hari.
Tubuhnya masih terlihat kuat. Tetapi, ia pun menyadari usia tak dapat dibohongi. Tubuhnya tak lagi cukup kuat untuk menimba air berpuluh kali dalam waktu sesaat.
Harapannya ada pada empat bedeng mentimun yang ditanamnya. Kini, mentimun sudah mulai berbuah. Tinggal menghitung hari, ia bisa memanennya secara bertahap untuk diuangkan.
"Harganya kalau lagi bagus Rp 7.000, tapi nanti kalau sudah banyak yang panen paling Rp 3.000,-," dia menuturkan.
Ketegarannya menghadapi kemarau tampak dalam ucapannya, bahwa ia terhtiung masih beruntung. Ia hanya perlu air untuk menyiram tanaman. Sedangkan untuk memasak dan mandi, masih dicukupi oleh sumur biasa dan sumur cor yang dibuatkan anaknya.
Hanya saja, sumur bor yang dibuat itu tak bisa membantu tetangga. Sebabnya, saat disedot persis satu bak mandi, pancaran air dari kran sudah kecil dan keluar lumpur yang menandakan sumurnya kehabisan air.
"Harusnya kedalaman sumur bor katanya 20 meter atau 30 meter. Waktu dibor, 10 meter sudah mentok batu keras. Sudah tidak bisa dibor lagi," dia menerangkan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Martono mengatakan, hingga 16 Agustus, terdata jumlah desa yang mengalami krisis air bersih telah bertambah menjadi 22 desa di sembilan kecamatan.
Advertisement
Krisis Air Bersih dan Kekeringan di Cilacap Meluas
Sembilan kecamatan tersebut yakni, Kecamatan Bantarsari, Kawunganten, Patimuan, Jeruklegi, Kampung Laut, Adipala, Karangpucung, Dayeuhluhur, dan Gandrungmangu. Dari seluruh kecamatan yang terdampak kemarau panjang, Kawunganten adalah yang terparah.
Di kecamatan ini ada tujuh desa yang mengalami krisis air bersih. Lainnya adalah Kecamatan Karangpucung dan Jeruklegi, yang masih-masing terdapat empat desa yang mengalami krisis air bersih.
BPBD dan pihak lainnya telah mengirimkan sebanyak 123 tangki bantuan air bersih yang menjangkau 9.798 keluarga yang terdiri dari 33.932 jiwa.
“Merupakan kerjasama BPBD, PDAM Tirta Wijaya, PMI Cilacap, Polres Cilacap dan CSR,” Martono menerangkan.
Ia juga meminta agar warga memanfaatkan air secara bijak. Dengan begitu, air yang ketersediannya terbatas bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Sebelumnya, prakirawan BMKG Pos Pengamatan Cilacap, Rendy Krisnawan mengatakan, di Kabupaten Cilacap, daerah yang mengalami kekeringan panjang meliputi Kecamatan Cipari, Adipala, Dayeuhluhur, Wanareja, Majenang, Kesugihan, Kedungreja, Kawunganten, Sidareja, Maos, Karangsari, Binangun, dan Cimanggu.
“Di Cilacap belum ada daerah yang mengalami kekeringan ekstrem, tapi sudah terancam,” kata Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pos Pengamatan Cilacap, Rendy Krisnawan, awal Agustus lalu.
Kekeringan ekstrem adalah kondisi di mana tak turun hujan dalam periode lebih dari 60 hari. Adapun kekeringan panjang adalah kondisi kering tanpa hujan antara 31-60 hari.
Dia dia menjelaskan, kekeringan ekstrem itu memicu krisis air bersih di berbagai daerah. Pasalnya, sumur warga mengering. Sungai dan mata air pun berkurang debitnya atau bahkan habis sama sekali.