Liputan6.com, Bandung - Banyak hal yang dilakukan warga negara untuk meramaikan perayaan hari kemerdekaan ke-73 Indonesia. Mulai dari mengadakan lomba-lomba hingga pawai.
Pawai 17 Agustus pun tentu menjadi salah satu momen paling dinantikan oleh masyarakat Indonesia. Selain atraksi dan hiasan yang menarik, kostum-kostum di pawai 17 Agustus juga sering menjadi sorotan utama para warga.
Dari sekian banyak kostum, ada satu yang mencuri perhatian. Yakni kreativitas berupa pakaian hasil daur ulang barang bekas, baik koran maupun sampah plastik.
Baca Juga
Advertisement
Seperti saat pawai budaya yang berlangsung di Cibunut, Kelurahan Kebon Pisang, Kecamatan Sumur Bandung. Selain dikenal sebagai kampung warna-warni tembok rumah di tengah padatnya penduduk Kota Bandung, warganya juga menampilkan kostum daur ulang yang ditampilkan dalam pawai 17 Agustusan.
Adapun kostum yang dipamerkan merupakan hasil daur ulang sampah. Belasan kostum yang ditampilkan dalam pawai ini merupakan hasil kreasi kelompok masyarakat dengan memanfaatkan sampah rumah tangga yang ada di lingkungan sekitar.
Iis Badriah (45) misalnya, ia membuat kostum berbahan gelas kertas majalah bekas. Barang bekas itu ia kumpulkan sehari-hari dari rumahnya.
"Ini dikerjakan selama dua minggu. Karena ada waktu santai jadi bisa dikerjakan juga akhirnya," kata Iis, Jumat (17/8/2018).
Ibu rumah tangga lainnya, Nung (51), menampilkan kostum yang lebih unik lagi. Ratusan bungkus kopi instan dia buat menjadi gaun yang terlihat sangat anggun. Bahkan, topi yang ia kenakan juga dibuat dari plastik bekas.
Bukan hanya orang tua saja yang mengenakan kostum dari limbah ini. Anak-anak pun juga ikut menyemarakkan pawai dengan kostum berbahan koran.
Dibalut kostum berbahan plastik, kalung-kalung yang mereka kenakan berbahan koran dengan bentuk yang bulat. Balutan glitter menambah indah bentuk kalung yang dikreasikan para orang tua.
"Ini satu kalung pakai koran bekas sebanyak setengah kilogram. Kita bikin bareng-bareng," ucap Sri (28) salah seorang orang tua anak.
Pawai yang berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB itu mengitari sekitar Jalan Veteran, Ahmad Yani, Baranangsiang, Kartini dan kembali ke Cibunut. Warga pun antusias menyaksikan karnaval meriah ini.
Simak video pilihan berikut ini:
Semangat Perubahan di Lingkungan Sekitar
Salah satu peserta pawai budaya, Tini Martini Tapran mengungkapkan, Dirgahayu Indonesia merupakan momentum semangat mengisi kemerdekaan dengan segala hal yang membawa perubahan nyata di lingkungan dan menebar manfaat untuk masyarakat banyak.
"Dengan menggunakan baju dari majalah, plastik, kita berharap semoga karnaval tahun ini menginspirasi RW sekitar untuk ikut Semangat Kang Pisman," kata Tini.
Kang Pisman yang dimaksud merupakan singkatan dari Kang (kurangi sampah makanan), Pis (pilah sampah) dan Man (manfaatkan sampah menjadi nilai jual).
"Ikuti langkah Kang Pisman dengan mengurangi sampah sejak dari sumber, memisahkan dan memanfaatkan sampahnya," ujar penggerak kampung berbasis kesadaran lingkungan itu.
Kostum pawai budaya yang berasal dari limbah adalah hanya secuil dari kegiatan kampung Cibunut. Awalnya, kawasan Cibunut atau Kebon Pisang lebih terkenal dengan kreativitas anak mudanya yaitu Cibunut Finest.
Tini bersama Generasi Semangat Selalu Ikhlas (GSSI) mulai berkegiatan di RW 07 kelurahan Kebon Pisang pada awal 2015.
"Awalnya kami melihat potensi warga yang banyak dan kreatif dengan permasalahan sama seperti wilayah lain yaitu kawasan kupat (kumuh padat)," ucapnya.
Di sana, kata dia, sampah-sampah waktu itu masih belum terkelola dengan baik.
"Sehingga kami mulai fasilitasi kegiatan yang mengarah pada penambahan kapasitas warga tentang bagaimana mengelola sampah dengan baik sesuai UU no 18 tahun 2008," jelasnya.
Dalam perjalanannya, Tini berkegiatan bersama ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak dan karang taruna. Mereka pun berproses bersama dan saling belajar.
"Masyarakat di sini sangat solid sebenarnya, mereka mulai merasakan pentingnya penataan lingkungan yang, bersih, hijau, nyaman dan indah," ujarnya.
Advertisement
Upaya Merdeka dari Sampah
Cibunut merupakan salah satu titik yang diprioritaskan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung melalui penataan Kawasan Bebas Sampah (KBS) pada 2015 silam.
Koordinator KBS Agus Sumarya (62), menyebutkan, kondisi kampung saat ini berbeda dibandingkan dua tahun lalu. Dahulu, kampung ini kotor, kumuh dan tidak tertata. Seiring berjalannya waktu, warga mulai menyadari kerusakan lingkungan tidak boleh dibiarkan.
"Kalau merdeka dari sampah tampaknya masih belum. Tapi di sini warga mulai pelan-pelan teredukasi memilah sampah. Sekarang sudah 60% warga mau memilah sampah," ucap Agus.
Pemilahan sampah organik, misalnya. Dalam dua hari sekali terkumpul sampah dengan jumlah rata-rata 60 kilogram. Di RT 05 ini, terdapat biodigester, bank sampah hingga vertical garden.
Sampah organik tersebut kini diolah menjadi pupuk dan gas metan untuk memasak melalui biopori dan biodigister.
"Jadi sekarang ini kita tidak terlalu repot karena banyak warga sudah mau terlibat mengelola sampah rumah tangganya," ujarnya.