Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kementerian Kominfo) memberikan pelatihan pada generasi muda Papua-Maluku tentang fenomena Fear of Missing Out atau FOMO sebagai syndrom sosial zaman now.
Pelatihan tersebut dijabarkan oleh para ahli di media digital, dengan beberapa sudut pandang. Mereka adalah Public Relation & Digital Consultan Descha Muchtar mengupas dari sudut pandang Budaya Digital, lalu ada Deddy Triawan seorang Direktur IT yang memaparkan dari sudut pandang Etika Digital, dan Denny Abal melengkapi pemaparan dari sudut pandang Etika.
Tema itu sangat menarik perhatian peserta, karena fenomena FOMO Syndrome sangat dekat dengan trend dan keseharian mereka, sehingga diskusi webinar yang berjalan kurang lebih 120 menit tersebut terasa kurang.
Baca Juga
Advertisement
Tingginya antusiasme para siswa, terlihat sangat jelas dari banyaknya pertanyaan yang membanjiri chat box, mengingat acara ini dilakukan secara online atau daring.
Dalam pemaparannya, Public Relation & Digital Consultan Descha Muchtar menjelaskan tentang apa saja yang bisa melatarbelakangi fenomena FOMO itu sendiri dalam ruang lingkup anak muda saat ini dari sudut pandang budaya.
"Anak muda itu suka sekali akan tantangan, nah tantangan inilah yang memicu mereka sehingga minimnya pemahaman hak-hak digital yang bisa mereka dapatkan, kegunaan media digital itu sendiri, batas-batas privasi yang semestinya masih bisa dijaga namun sudah tidak adalagi yang akhirnya timbul perilaku yang sering kita sebut oversharing," ujar Descha yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Rabu (26/7/2022).
Menurut dia, sebenernya media digital sendiri sudah menjadi budaya, yang mana merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, serta membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari−hari.
Bukan Fenomena Baru
Descha menyebut, tentang FOMO sendiri, sebenernya merupakan fenomena yang baru dan sedikit sekali orang-orang mengenalnya. Padahal, kata dia, dari pengertian FOMO tersebut tidak menutup kemungkinan fenomena ini dapat terjadi pada siapa saja yang menggunakan media sosial.
Dia menegaskan, FOMO ini bisa menjangkiti siapa saja, terutama remaja atau kaum Gen-Z, contohnya adalah para peserta webinar.
"Nah, sindrom FOMO sendiri, antara lain lahir dari kebiasaan para generasi muda yang berlebihan dalam menggunakan media sosial. Seperti yang diawal aku sebut, adanya perilaku oversharing. Dampak buruknya, tidak sedikit anak muda yang terobsesi dengan kehidupan orang lain dan Putusnya hubungan non-virtual yang disebabkan kurangnya atensi saat berkomunikasi," jelas Descha.
Ditambahkan Direktur IT Dedy Triawan, FOMO sendiri sebenernya termasuk salah satu jenis gangguan kejiwaan, yang mana seharusnya kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain.
"Bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya, dan itu sudah banyak terjadi dikalangan anak muda saat ini," kata dia.
"Aktifitas positif dengan menggunakan waktu luang seperti membaca untuk menambah pengetahuan, berolahraga atau bahkan berjualan online dan menjadi content creator merupakan cara positif agar terhindar dari fenomena FOMO ini," tambah Dedy.
Ramainya Fenomena FOMO ini, sudah bukan lagi hanya terjadi di ibu kota namun nyaris seluruh belahan daerah di Indonesia.
Hal tersebut yang menarik perhatian Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia untuk mengangkat fenomena ini sebagai bahan diskusi dalam pelatihan pagi kemarin.
Agar generasi muda Indonesia #MakinCakapDigital, sehingga bisa dengan bijak dan sehat menggunakan media digital dalam kegiatan sehari-hari mereka.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Mengenal FOMO Syndrome
Merasa tidak bisa hidup tanpa gawai? Atau merasa puas ketika merasa unggahanmu di media sosial terlihat lebih hebat daripada orang lain? Bisa jadi kamu sedang mengalami FOMO syndrome.
FOMO syndrome atau Fear of Missing Out adalah jenis gangguan mental yang membuat penderitanya merasa cemas ketinggalan informasi, trending topic, dan lainnya. Tentu saja hal tersebut membuat mereka merasa tidak bisa jauh dari telepon pintarnya.
Gangguan mental ini biasanya dialami oleh remaja akibat penggunaan media sosial yang berlebihan. Syndrom ini cenderung membuat mereka lebih konsumtif terhadap media sosial sebagai pelarian dari rasa rendah diri berlebihannya.
Orang-orang dengan gangguan kecemasan dan Depresi berisiko besar mengalami FOMO syndrome. Namun faktor utama yang mendorong munculnya FOMO syndrome adalah rasa rendah diri yang berlebihan yang membuat mereka tidak bahagia.
Akibatnya, FOMO syndrome akan mendorong seseorang untuk selalu memenuhi standar lingkungannya. Tak jarang ini membuat seseorang mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.
Untuk mengetahui FOMO syndrome, berikut adalah gejala-gejala yang muncul pada orang dengan FOMO syndrome.
Ciri-Ciri FOMO Syndrome
Berikut sederet ciri-ciri FOMO Syndrome:
1. Selalu mengecek gawai
Seseorang yang mengalami FOMO akan selalu mengecek ponsel tepat ketika bangun tidur bahkan sebelum tidur seakan tidak mau ketinggalan berita apapun.
2. Ingin mendapat pengakuan di dunia maya
Orang dengan FOMO syndrome akan lebih peduli dengan media sosial daripada kehidupan nyata. Hal tersebut karena mereka diakui orang lain di dunia maya.
3. Selalu ingin tahu kehidupan orang lain
Seseorang dengan FOMO syndrome biasanya akan selalu ingin tahun tentang kehidupan orang lain, mereka tertarik lebih banyak hingga tak jarang selalu memantau pergerakan orang-orang tersebut lewat media sosial.
4. Selalu ingin tahu gosip terbaru
Sekali lagi, orang dengan FOMO syndrome selalu ingin menjadi orang yang ‘paling’ untuk mendapat pengakuan. Tak jarang mereka selalu ingin tahu tentang gosip-gosip terbaru.
5. Konsumtif
Orang dengan FOMO syndrome juga akan mengeluarkan uang melebihi kemampuannya untuk sekadar membeli barang-barang yang tidak penting supaya tidak ketinggalan jaman.
6. Tidak Berpikir Panjang
Seseorang dengan FOMO syndrome biasanya tak pernah berpikir panjang. Mereka akan langsung menerima setiap ajakan temannya bahkan disaat sedang tidak ingin atau meski sebenarnya tidak perlu datang.
7. Puas Ketika Merasa Lebih
Orang dengan FOMO syndrome akan merasa puas ketika membagikan kehidupan pribadinya di media sosial dengan tujuan mengalahkan orang lain. Mereka akan membuat postingan yang seolah-olah “lebih” atau tidak kalah hebat dari orang lain.
Cara Mengatasi FOMO syndrome
Mengatasi FOMO syndrome bisa dilakukan dengan membatasi penggunaan media sosial, mengenali potensi dan kelebihanmu, mengalihkan perhatian dari gadget dengan membangun koneksi dan relasi, serta mengacaukan pola pikir yang membuatmu merasa rendah diri.
Advertisement