Liputan6.com, Jakarta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 dinilai menunjukkan sikap kehati-hatian pemerintah, dengan tetap memperhatikan program yanng prorakyat.
Ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun yang menilai kredibilitas APBN sangat penting untuk menjaga perekonomian nasional ke depan.
“Kredibilitas sangat penting untuk menjaga kepercayaan pasar terhadap APBN yang disusun pemerintah dan dibahas bersama DPR,” ujar dia, Sabtu (18/8/2018).
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan RAPBN 2019 senilai Rp 2.439,7 triliun beserta nota keuangannya ke DPR, pada Kamis (16/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Merujuk RAPBN 2019, pemerintah menyodorkan sejumlah proyeksi ekonomi untuk tahun depan.
Salah satu proyeksi dalam RAPBN 2019 terkait kurs dolar Amerika Serikat (USD) yang dipatok di angka Rp 14.400. Angka itu lebih tinggi ketimbang asumsi makro APBN 2018 yang mematok kurs USD setara Rp 13.400.
Sedangkan proyeksi defisit di RAPBN 2019 sebesar 1,84 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih rendah dibandingkan defisit fiskal tahun ini di angka 2,21 persen.
Menurut Misbakhun, pemerintah tampak sangat berhati-hati dalam menyusun RAPBN 2019.
“RAPBN ini menunjukkan pemerintah berhati-hati meski volumenya dinaikkan. Saya melihatnya sebagai iktikad pemerintah menjaga kesinambungan program-program prorakyat,” ujar legislator Golkar ini.
Legislator di Komisi Keuangan DPR itu menjelaskan, pemerintah memang harus mengantisipasi gejolak ekonomi di Turki, perang dagang antara Tiongkok lawan Amerika Serikat dan ketidakpastian global.
Hanya saja, katanya, hal yang patut diapresiasi adalah keseriusan pemerintah menggarap infrastruktur dengan mengalokasikan dana Rp 420 triliun dalam RAPBN 2019.
Menurut Misbakhun, ada celah fiskal lebih lebar bagi pemerintah pada tahun depan untuk menggarap infrastruktur. “Artinya pemerintah ingin menyelesaikan dengan tuntas program infrastrutur di lima tahun pertama kepemimpinan Presiden Jokowi,” tegasnya.
Selain itu, Misbakhun juga mengapresiasi pemerintah yang tak memangkas program-program prorakyat meski harus menyusun RAPBN dengan penuh hati-hati. Dalam pandangannya, pemerintah justru sangat serius melanjutkan beragam program prorakyat yang sangat bermanfaat.
Mantan pegawai Kementerian Keuangan itu lantas membeber usul pemerintah dalam RAPBN 2019 untuk menaikkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), beasiswa Bidikmisi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Program-program itu menunjukkan keseriusan penerintah meningkatkan dan harkat martabat masyarakat, menaikkan indeks pembangunan manusia (IPM) serta menekan angka kemiskinan.
“Sangat kelihatan kesinambungan pemerintah dalam berpihak kepada 40 persen masyarakat kecil yang memang harus diangkat derajat kehidupnnya,” tutur dia.
* Update Terkini Asian Games 2018. Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen pada 2019 Realistis
Perekonomian Indonesia yang ditargetkan tumbuh sebesar 5,3 persen pada 2019 dipandang cukup realistis. Itu karena target pertumbuhan ekonomi pada tahun depan turun 0,1 persen dibandingkan target 2018, yakni 5,4 persen.
Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan, jika melihat dari target Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 sebesar Rp 2.439,7 triliun, maka pemerintah dinilai cukup konservatif menempatkan pertumbuhan ekonomi 2019 di posisi 5,3 persen.
"Saya rasa masih terjangkau (5,3 persen) ini, lebih realistis jika dibandingkan dengan tahun 2018. Tapi 5,2 persen menurut saya di posisi yang akan sangat realis di 2019," tuturnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (17/8/2018).
Meski begitu, Lana menambahkan, ada banyak ketidakpastian global yang akan membayangi pertumbuhan ekonomi RI. Salah satunya nilai tukar rupiah yang terus alami depresiasi.
"Kenapa saya bilang cukup konservatif, dalam hal ini realistis, karena memang banyak sentimen seperti uncertainty global, hingga perang dagang antar US-China yang secara pasti efeknya juga terus diantisipasi dan diawasi," ujarnya.
Lebih lanjut, terkait kenaikan harga minyak mentah dalam negeri menjadi USD 70 per barel, Lana menjelaskan hal ini sudah cukup tepat. Meski begitu, ada beberapa hal penting yang ia turut perhatikan, seperti impor.
"USD 70 per barel ini cukup tepat, karena sekarang kan prediksinya sudah mulai dari USD 80 sampai USD 100 per barel ya. Jadi kalaupun berhasil, rupiahnya ini tidak terlalu jauh dari realisasi, atau jika lebih buruk, maka tidak terlalu anjlok. Ini mengapa penting RAPBN perlu mengambil posisi tengah," ungkapnya.
Selain itu, Lana berharap pemerintah juga dapat menggenjot sektor-sektor lain untuk menopang pertumbuhan ekonomi antara lain melalui ketahanan energi, pangan, serta ketahanan ekonomi maritim.
"Impor kalau bisa dikurangi, karena mulai dari bawang merah, bawang putih sampai stok beras kita masih impor. Dan perlu diketahui juga seperti apa sih rencanan pemerintah untuk pembangunan industri ke depannya," kata dia.
Advertisement