Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Jokowi-JK melalui visinya yang tertuang dalam NawaCita, menaruh komitmen besar dan perhatian serius pada sektor pertanian, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik terutama sektor pertanian, dan dititikberatkan pada upaya mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani.
Tantangan mewujudkan NawaCita tersebut dijawab secara nyata oleh kinerja Kementerian Pertanian (Kementan) yang tercermin dalam hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi Triwulan II Tahun 2018 yang menyatakan kontribusi pertanian pada laju partumbuhan produk domestic bruto (PDB) mencapai 13,63 %, artinya berada diposisi teratas kedua setelah industri pengolahan.
Advertisement
Fakta tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dalam pengembangan ekonomi rakyat Indonesia. Data yang diterbitkan BPS mencatat seluruh lapangan usaha tumbuh positif sepanjang kuartal II 2018.
Namun pertumbuhan tertinggi ditempati sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan angka pertumbuhan 9,93% dibandingkan kuartal pertama 2018. Hal itu dipicu oleh meningkatnya produksi seiring berlangsungnya masa panen raya untuk beberapa komoditas di beberapa subsektor seperti hortikultura dan perkebunan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 22,86% dan 26,73%.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mulyadi, meyakini bahwa pengembangan sektor pertanian saat ini didukung dengan program yang digulirkan Kementan paling rasional menjadi sektor terkuat dalam mendukung terwujudnya agenda prioritas NawaCita pemerintahan Jokowi - JK.
“Banyak persoalan mendasar di sektor pertanian yang dapat dibereskan, cukup jelas kok ada hasilnya” ungkap Viva Yoga, Sabtu (18/8)
Kebijakan strategis Kementerian Pertanian yang jelas mengarah pada terjemahan program NawaCita adalah meningkatkan produksi komoditas strategis yang menguasai hajat hidup masyarakat Indonesia. Menurut Viva Yoga, kinerja Kementerian Pertanian yang saat ini dipimpin oleh Amran Sulaiman baik dari segi infrastruktur maupun produksi pangan memiliki keselarasan antara visi misi Pemerintahan Jokowi-JK.
“Misalnya saja, keseriusan membenahi infrastruktur irigasi, hingga mulai mengarah ke pemanfaatan teknologi pertanian, keberhasilan juga terlihat dengan adanya peningkatan produksi pangan, ini perlu didukung dan diapresiasi,” terang Viva Yoga.
Wujud NawaCita dalam Kinerja 4 Tahun Sektor Pertanian
Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, Ketut Kariyasa mengatakan jelang Empat tahun pemerintahan Jokowi dan JK, bidang pertanian telah memberikan dampak yang signifikan terkait peningkatan produksi yang berdampak bagi kesejahteraan petani. Bahkan peningkatan produksi pertanian ditengah pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini di klaim yang paling tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
“Peningkatan produksi pertanian sebagai dasar mewujudkan ketahanan pangan menunjukan progres yang sangat signifikan, bahkan pertambahan penduduk yang cukup besar tidak membuat ketahanan pangan kendor, yang terjadi malah produksi padi dan jagung meningkat, begitupun komoditas strategis lainnya” ungkap Kariyasa.
Peningkatan Produksi tersebut secara langsung menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan pangan di tengah pertumbuhan penduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksi penduduk Indonesia di tahun 2018 berjumlah 265 juta jiwa, meningkat 12,8 juta jiwa dibanding tahun 2014. Artinya, setiap tahun terjadi pertambahan penduduk mencapai 3,2 juta jiwa atau tumbuh 1,27 persen per tahun.
Tentang hal ini, secara makro berimbas pada kebutuhan pangan pokok yang tentu meningkat dan harus tersedia sepanjang waktu. Faktanya, berdasarkan data pertumbuhan penduduk di atas, kebutuhan konsumsi beras 2014-2018 bertambah 1,7 juta ton. Jumlah ini setara dengan produksi 2,82 juta ton Gabah Kering Giling (GKG).
Namun demikian, berkat berbagai program pembangunan pertanian saat ini, produksi pangan justru mengalami kenaikan. Merujuk data BPS, produksi 75,36 juta ton GKG naik 6,37 persen dibandingkan tahun 2014 yang hanya 70,84 juta ton. Produksi padi di tahun 2016 pun terjadi kenaikan yakni 79.35 juta ton dan tahun 2017 juga terjadi kenaikan sebesar 81,16 juta ton meningkat 14,42%.
Peningkatan juga terjadi pada komoditas jagung, dimana pada tahun 2017 produksi jagung mencapai 29,86 juta ton dan naik 52,17% dibandingkan tahun 2014. Begitupun dengan komoditas bawang merah, pada tahun 2017 produksi komoditas ini mencapai 1,47 juta ton dan naik sebesar 18,79% dibanding tahun 2014. Demikian juga dengan komoditas cabai pada tahun 2017 produksinya mencapai 2,38 juta ton dan meningkat sebesar 27,09% dibanding tahun 2014.
Peningkatan produksi juga terjadi di bidang protein hewani. Produksi daging sapi pada tahun 2017 sebesar 531,8 ribu ton dan meningkat sebesar 6,85% dibanding tahun 2014. Produksi daging ayam juga meningkat menjadi 2,26 juta ton pada tahun 2017 dan meningkat 16,40% dibanding tahun 2014. Produksi telur juga tidak mau ketinggalan, meningkat menjadi 2,11 juta ton pada tahun 2017 dan meningkat 20,21% dibanding tahun 2014.
Lebih lanjut Kariyasa mengungkapkan kinerja sektor pertanian Era Jokowi-JK tidak hanya sebatas peningkatan produksi berbagai komoditas pangan strtagis, tetapi juga menghasilkan karya besar lainnya seperti peningkatan ekspor dan investasi pertanian. Ekspor pertanian di tahun 2017 mecapai Rp441 triliun, naik 24 persen dibandingkan 2016 yang hanya Rp355 triliun. Begitupun dalam hal Investasi pertanian yang mencapai Rp45,90 triliun di Tahun 2017, atau naik 14 persen per tahun dari tahun 2013 hingga 2017.
“Ditengah lesunya ekspor Indonesia, justru volume dan nilai ekspor sektor pertanian meningkat dan Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan produk pertanian, begitupun pertumbuhan investasi pertanian, ini menjadi catatan penting dalam sejarah” ungkap Kariyasa.
Dampak berbagai kinerja pertanian juga terlihat dari menenurunnya jumlah penduduk miskin secara Nasional. Pada Maret 2015 penduduk miskin di Indonesia masih sebesar 11,22%, pada Maret 2017 turun menjadi 10,64%. Sampai September 2017, penduduk miskin di Indonesia masih di angka 10,12% (26,58 juta jiwa), namun pada Maret tahun ini angka penduduk miskin berhasil ditekan hingga menembus angka satu digit, yaitu 9,82% (25,96 juta jiwa).
Kinerja pertanian juga berdampak positif pada Nilai Tukar Usaha Pertanian (NUTP) pertanian sempit (tidak termasuk perikanan) dari tahun ke tahun sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani. Pada tahun 2014 NTUP sebesar 106,05; pada tahun 2015 dan 2016 meningkat masing-masing menjadi 107,44 dan 109,84. Pada tahun 2017 NTUP kembali membaik menjadi 110,03. Bahkan pada tahun 2018, sampai bulan dengan Juni NTUP mengalami peningkatan yang sangat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu menjadi 111,47.
Dengan memperhatikan berbagai capaian sektor pertanian tersebut, Kariyasa mengungkapkan akan sangat tidak mendasar apabila ada pihak yang menilai program yang dijalankan Kementan saat ini tidak sejalan dengan upaya mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan dari NawaCita yang diusung oleh Pemerintahan Jokowi-JK.
“Sejalan dengan semangat NawaCita, Kementan akan terus berupaya mengenjot produksi pertanian dalam penyediaan pangan ke depan untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani dan pendapatan yang lebih merata di wilayah perdesaan” ungkap Kariyasa.
Disamping peningkatan produksi berbagai komoditas pangan, Kementan juga akan terus berkomitmen menggulirkan program trobosan yang sejalan dengan nafas Nawacita seperti membangun sektor pertanian pada wilayah perbatasan ataupun memperluas jangkauan program #Bekerja (Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera) sebagai upaya menekan angka kemiskinan penduduk Indonesia terutama di desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani.
(*)