Liputan6.com, Jakarta Setelah anak memasuki usia 2 tahun, umumnya para ibu akan menyapih atau menghentikan pemberian ASI. Hal ini jadi tantangan tersendiri buat para mommy, salah satunya seperti yang dialami Mommy Siti Nurul Purwaningsih dari Babyologist. Simak kisahnya berikut ini...
Khafiz lulus menjadi profesor ASI diusianya yang ke 25 bulan. Betapa bangganya saat itu, akhirnya bisa mencetak seorang profesor ASI dengan harapan akan menjadi profesor dibidangnya nantinya. Saya telah sukses memberikan ASI sampai 2 tahun dengan tambahan waktu1 bulan.
Advertisement
Proses penyapihan ini sangat panjang, dimulai saat Khafiz berusia 18 bulan. Diberi tahu sebelum tidur, diberikan pengertian bahwa “Nanti saat tiup lilin di usia 2 tahun, Khafiz tidak boleh minum ASI Mama ya..."
Karena sudah besar, dan saatnya Khafiz minum menggunakan gelas. Mengapa baru di usia 18 bulan? Karena saya dan Khafiz belum ikhlas, bahwa menyusui itu masih menjadi bagian teromantis bagi saya dan Khafiz. Waktu berjalan hingga 20 bulan, 21 bulan, dan 22 bulan. Sounding pun tetap berjalan dan saat usia 22 bulan, saya mulai membulatkan tekad bahwa harus benar-benar mengakhirinya 2 bulan lagi. Saat itu Khafiz sudah mulai saya kenalkan dengan UHT. Awalnya Khafiz menolak, kemudian saya mencoba cara lainnya dengan menceritakan gambar/tokoh yang ada di kotak susu UHT-nya. Setelah itu 1 teguk, 2 teguk dan berhasil sekali minum setengah kotak UHT, sekitar 60 ml yang berhasil masuk. Besoknya diulangi secara terus menerus sampai dia berhasil sekali minum 125 ml (1 kotak).
Apakah Khafiz masih meminta ASI? Tentu masih, tapi setiap dia minta ASI, saya selalu mengalihkan dengan minum UHT atau dengan mainan kesukaannya. Di usia 23 bulan, ia mulai minum ASI hanya saat mau tidur. Tapi kegiatan sounding tetap dilakukan.
Saat ulang tahun yang ke-2, kami merayakannya dengan tiup lilin bersama-sama, dan sebelumnya ada doa dari orang tua saya. Saat itu, saya keras-keras menyebutkan doa "Kakak Khafiz sekarang sudah berumur 2 tahun, itu berarti sudah tidak boleh minum ASI, sudah besar jadi ASI-nya disimpan ya." dan jawaban Khafiz "Boleh dong Ma... sedikit aja." Lalu saya menjawab, "Tidak boleh Nak, kan sudah tiup lilin." Lalu dia mengangguk yang berarti ia setuju dengan kesepakatan ini.
Saat malam hari tiba, Khafiz benar-benar tidak mau minum ASI lagi, tapi dia tidak bisa tidur. Saya hanya menawarkan Khafiz untuk dipeluk tanpa menawarinya ASI, ia hanya mengangguk. Saat itu saya malah menjadi galau dan sedih. Lama sekali Khafiz tidak tidur, dari baca buku, ditepuk pantat, dielus punggung, tetap saja tidak bisa tidur. Akhirnya saya yang tidak tega, lalu saya tawarkan ASI dan dia mau langsung tidur.
Hari pertama gagal, karena saya yang kurang sabar dan tidak tega. Hari kedua di sore hari sengaja membuatnya lelah, dengan harapan ia kelelahan dan bisa tidur sendiri. Malam-malam main sepeda di dalam rumah, kejar-kejaran, dan lainnya. Saat waktunya tidur tiba, sudah dibacakan cerita namun tetap belum bisa tidur. Lalu saya lebih berusaha lagi dengan tepuk-tepuk, elus dan akhirnya dia bisa tidur. Setiap hampir 2 jam, Khafiz bangun menangis untuk minta susu. Aku tawarkan susu UHT tidak mau, air putih juga tidak mau, alhasil di tengah isak tangisnya, diberilah ASI lagi. Begitu terus sampai hampir 2 minggu. ASI hanya diberikan saat dia sudah tertidur.
Saya berpikir lagi, kalau tidak cepat teratasi bagaimana, mau extend ASI berapa lama lagi? Akhirnya saya membuat jadwal sama suami. Jam sekian sampai jam sekian suami yang jaga, kalau Khafiz bangun minta ASI, harus bergantian gendong sampai dia tertidur lagi, dan suami saya setuju.
Alhasil walau ada drama, ternyata ia bisa tidak ASI semalaman full. Tapi UHT ditolak dan yang bisa diterima hanya air putih. Berhasil sapih Khafiz dengan drama, tapi semua bahagia.
Saat ditanya, "Khafiz mau minum ASI?" Dia menjawab, "Ngga ma, Khafiz sudah besar." Proud of you, Nak.
Semoga bermanfaat.