Pejabat AS: Selain Rusia, 3 Negara Ini Rentan Ikut Campur dalam Pemilu

Selain Rusia, pemerintah AS juga menyebut bahwa China diduga kuat akan campur tangan pada pelaksanaan pemilu paruh waktu di musim gugur nanti.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 20 Agu 2018, 17:11 WIB
John Bolton, Penasihat Keamanan Donald Trump yang Baru: Jika Mau Damai, Bersiaplah Perang. Foto diambil saat Bolton jadi dubes AS untuk PBB pada 2005 (Dennis Cook/Associated Press)

Liputan6.com, Washington DC - Baru-baru ini, para pejabat Amerika Serikat (AS) mengaku khawatir bahwa tidak hanya Rusia yang diduga akan ikut campur dalam pemilihan paruh waktu musim gugur ini.

Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, mengatakan pada Minggu, 19 Oktober, bahwa China, Iran, dan Korea Utara juga diduga kuat berpotensi mencampuri pesta demokrasi untuk memilih anggota parlemen tersebut.

"Ya, saya dapat mengatakan dengan pasti bahwa itu adalah kekhawatiran keamanan nasional yang cukup serius, tentang campur tangan China, Iran dan Korea Utara, di mana kami berusaha mengambil langkah dini untuk mencoba dan mencegahnya," kata Bolton kepada ABC News, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Senin (20/8/2018).

Dalam wawancara program This Week itu, Bolton juga ditanya tentang twit Presiden Donald Trump, yang mengatakan bahwa "semua orang bodoh", hanya terfokus pada campur tangan pemilu Amerika Serikat yang dilakukan oleh Rusia saja.

"Maksud presiden adalah bahwa bukan hanya satu negara yang mengancam, melainkan ada empat, sungguh mengejutkan," lanjutnya.

Bolton mengatakan momen pemilihan umum bukan satu-satunya target potensial bagi peretas internasional yang bermusuhan, dan ia mengutip "seluruh jajaran sistem rentan" baik di pemerintah maupun sektor swasta.

"Apa yang kami inginkan bukanlah perang di dunia maya, kami menginginkan kedamaian di dunia maya," katanya.

"Dan untuk melakukan itu, saya pikir kita perlu menetapkan struktur penghadangan sehingga musuh kita, yang telah melakukan operasi siber melawan kita, berpikir bahwa mereka akan membayar harga yang jauh lebih tinggi jika melakukan serangan itu, dibandingkan menahan diri," tukas Bolton menjelaskan.

Saat ini, Bolton tengah berada di Israel sebagai perwakilan Amerika Serikat dalam pembicaraan proses damai di kawasan Timur Tengah, sebelum kemudian berlanjut menuju Jenewa dan Ukraina, untuk membahas penyelesaian konflik di Suriah, yang melibatkan Rusia dan--prediksi terbaru--Korea Utara.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:

 


Pompeo Kembali ke Pyongyang

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo (AP PHOTO)

Di lain kesempatan, Bolton juga mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Mike Pompeo akan kembali melakukan perjalanan ke Pyongyang dalam waktu dekat, sebagai kunjungan keempatnya dalam beberapa bulan terakhir, termasuk salah satunya adalah perjalanan rahasia.

Bolton mengatakan, pemerintah mengharapkan Pompeo akan bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, yang tidak mengizinkan pertemuan dengannya ketika Menlu AS terakhir kali berkunjung ke sana.

Tujuan kunjungan terbaru nanti adalah untuk mendorong kemajuan negosiasi pada isu denuklirisasi Korea Utara. Bolton mengatakan pemerintah mengharapkan itu terjadi dalam satu tahun ke depan.

"Ini adalah untuk memenuhi komitmen yang dibuat Kim Jong-un di Singapura, yang sebelumnya telah dia buat untuk Korea Selatan, dan untuk melanjutkan dengan proses denuklirisasi (yang) tetap menjadi prioritas utama kami," kata Bolton, mengacu pada Pertemuan Juni antara Donald Trump dan Kim Jong-un di Singapura

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya