Jakarta - Faktor mental kembali menjadi musuh terbesar kontingen menembak Indonesia di hari kedua Asian Games 2018, Senin (20/8/2018).
Ketidakmampuan mengatasi tekanan psikologis diakui menjadi penyebab gagalnya penembak Indonesia mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan tersingkir lebih dini di babak kualifikasi.
Advertisement
Sebagai contoh di bagian putra, dua petembak Indonesia yang turun di nomor 10M Air Riflle Asian Games 2018, M. Naufal Mahardika dan Fathur Gustafian, diakui mengalami tekanan yang luar biasa. Dalam sesi latihan terakhir sebelum perlombaan, M. Naufal mampu mencatatkan skor hingga 625-628, namun di saat pelaksanaan, turun cukup jauh ke 617.
Naufal bersama Fathur yang sama-sama mencetak skor 617, harus puas menempati peringkat ke-22 dan ke-23 klasemen akhir babak kualifikasi dan gagal lolos ke final.
Padahal, jika mampu mempertahankan performa seperti saat latihan, Naufal dipastikan akan mampu melaju ke babak selanjutnya dan berjuang memperebutkan medali pertama bagi kontingen Indonesia di Palembang saat babak final.
Hal yang sama juga terjadi di bagian putri. Fidela Puspa Dewi sempat memberikan asa saat mencatatkan skor cukup tinggi 626 di latihan resmi (18/8/2018). Namun, atlet asal Sumatra Selatan ini juga gagal mempertahankan torehan skor tersebut dan hanya meraih skor 621 di babak kualifikasi.
Bersama Monica Daryanti, keduanya hanya menempati peringkat ke-12 dan ke-14 dari 44 peserta.
"Dari sisi hasil akhir, kami memang cukup kecewa karena atlet kami gagal masuk ke final. Kalau melihat grafik dan performa saat masa persiapan, Naufal dan Fidelia harusnya mampu lolos karena skornya cukup meyakinkan. Namun, situasi saat pertandingan memang berbeda saat latihan. Ada banyak tekanan dan mereka gagal mengatasinya," ujar pelatih Air Rifle Indonesia, Budiman Darmawan.
Naufal dinilai gagal keluar dari tekanan karena mendapat undian yang menempatkannya bersebelahan dengan juara dunia asal India, Ravi Kumar.
"Ravi itu adalah atlet idolanya dan terlihat Naufal sangat grogi. Mungkin terlihat sepele, namun tadi performanya memang jauh dari saat latihan kemarin," ungkap Budiman.
Tambah Psikolog
Ke depan, Budiman berharap ada penambahan psikolog di dalam kontingen Indonesia.
"Selama ini beberapa kali kami juga mengundang psikolog, namun hanya sekitar 3-4 kali saja. Kami berharap psikolog yang memang melekat bersama kontingen sehingga dapat terus memantau perkembangan atlet. Dalam situasi pertandingan, secara teknis kami tidak kalah, namun hanya masalah mental atlet yang masih turun naik," harapnya.
Kendati gagal lolos ke final Asian Games 2018, Budiman menyebut perkembangan pembinaan menembak di Indonesia telah berada di jalur yang tepat.
"Dari sisi hasil memang kami gagal meloloskan atlet ke final, namun dari skor sudah ada peningkatan ,dan tadi semua bisa melihat jarak kami dengan negara yang di atas sudah tidak terlalu jauh. Namun, tentu tetap ada evaluasi lagi, salah satunya memperbanyak jam terbang atlet di level internasional agar mental bertanding semakin baik," tuturnya.
Fidela Puspa Dewi mengakui memang memperlukan banyak jam terbang di level internasional untuk meningkatkan prestasinya.
"Dari hasil tentu kecewa gagal ke final, namun untuk skor rata-rata ada kemajuan. Saat latihan terakhir memang sempat mencatat skor tertinggi sekaligus terbaik selama ini, namun atmosfer pertandingan saat berbeda dengan latihan. Ke depan, saya berharap bisa terus diberikan kepercayaan turun di ajang internasional, kalau bisa Sumsel juga yang mempunyai venue lengkap juga menggelar kejuaraan internasional sendiri," ujarnya.
Advertisement