Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Perindustrian menyatakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk pelumas otomotif bakal rampung dalam waktu dekat. Sedangkan proses pemberlakuanya secara efektif masih membutuhkan masa transisi.
Hal inipun menuai pro dan kontra dari pelaku industri pelumas. Sejumlah pihak merasa keberatan dengan aturan ini karena sertifikasi ini dianggap meragukan kualitas oli impor yang tidak punya pabrik di Indonesia.
“Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI itu yang bertentangan dengan fakta di lapangan. Sehingga, alasan-alasan yang diungkapkan tersebut tidak berdasar atau bahkan bertentangan dengan realitas yang ada,” papar Ketua Umum Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) Paul Toar dalam keterangan resminya.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Paul, jika alasan penerbitan SNI Wajib itu dikarenakan pelumas impor tidak bisa dijamin kualitasnya, hal itu sama sekali tidak benar. Pasalnya, proses produksi pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas dengan 14 parameter uji kimia fisika, sebelum diizinkan beredar.
“Mereka adalah minyak pelumas produksi berbagai perusahaan minyak raksasa dunia yang diakui kualitas produk dan kredibilitasnya seperti Shell, Exxonmobil, Mobil 1, Total, Castrol dan seterusnya. Kualitasnya sudah dijamin di negara asal masing-masing,” ungkap Paul.
Kedua, tudingan yang dijadikan alasan kedua penerbitan aturan yakni pasar pelumas nasional dikuasai oleh impor juga tidak beralasan. Fakta menunjukan, sampai saat ini perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yakni Pertamina masih menguasai 70 persen lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Sedangkan alasan ketiga, yakni dengan SNI Wajib maka negara memproteksi pelumas dalam negeri dari pelumas impor juga terbukti tidak benar. Fakta berbicara, bahan baku minyak pelumas produksi dalam negeri ternyata juga diimpor.
“Anggapan bahwa BSN (Badan Standardisasi Nasional) memberikan legalitas SNI, tidak tepat. Yang memberikan sertifikasi adalah LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk) yang sudah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional),” katanya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan Juga Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Lebih jauh dijelaskan, untuk memberikan sertifikasi SNI Pelumas, LSPro perlu menguji 14 parameter fisika/kimia pelumas, sampai saat ini belum ada laboratorium LSPro yang memiliki kemampuan menguji 14 parameter tersebut dan hanya laboratorium LEMIGAS yang lengkap kemampuan ujinya.
Pengujian terhadap 14 parameter semua pelumas termasuk yang sudah ada SNI-nya telah dilakukan dalam rangka memperoleh sertifikasi NPT.
“Kita ketahui bahwa bagi semua pelumas yang sudah ada SNI-nya, maka semua persyaratan fisika/kimia pada SNI sudah dimasukkan lengkap sebagai persyaratan untuk mendapatkan NPT, sehingga SNI sebagai sertifikasi tersendiri tidak relevan,” tukasnya.
Sampai saat ini, regulasi pelumas yang ditetapkan pada tahun 1998 yakni Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) dimana standar SNI juga dimasukan di regulasi itu, tetap berjalan secara stabil.
“Oleh karena itu. Jika nanti ada aturan baru lagi, yakni SNI Wajb Pelumas maka akan terjadi dualisme atauran yakni antara SNI dan NPT. Sehingga akan terjadi kerancuan di pintu masuk bagi bea cukai dan di jalur distribusi untuk kepolisian,” ungkap Paul.
Paul memaparkan, biaya pengurusan SNI Wajib akan berkisar Rp 500 juta per SKU/4 tahun yang justru akan mematikan produsen dalam negeri yang berskala kecil dan sudah berinvestasi triliunan rupiah.
Sumber: Otosia.com
Advertisement