Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia disebut akan menggelar latihan perang terbesar pasca-runtuhnya Uni Soviet lebih dari dua dekade silam, demikian menurut pernyataan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat pada Senin, 20 Agustus 2018.
Ditambahkan oleh pernyataan dari Moskow dan Beijing, ribuan tentara dari China dan Mongolia dikabarkan akan bergabung dalam latihan di Siberia, yang dijuluki Vostok 2018.
Dikutip dari CNN pada Selasa (21/8/2018), latihan perang itu akan memiliki "skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, baik dari segi wilayah dan jumlah pasukan yang terlibat", demikian seperti dinyatakan oleh panglima tertinggi angkatan bersenjata Rusia, Jenderal Sergi Shoigu.
Baca Juga
Advertisement
Shoigu mengatakan latihan itu akan menjadi "peristiwa terbesar sejak manuver Zapad-81," yang melibatkan sebanyak 150.000 pasukan, demikian menurut dokumen CIA.
Menurut pengamatan beberpaa ahli militer, jika Vostok 2018 sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Shoigu, maka kemungkinan akan lebih besar dari latihan Kremlin di Vostok 2014.
Kala itu, latihan melibatkan 155.000 pasukan, 8.000 peralatan, lebih dari 600 pesawat dan 80 kapal angkatan laut.
Adapun kontribusi China pada latihan ini diperkirakan berbentuk pengiriman 3.200 tentara, 900 senjata, dan 30 pesawat dan helikopter, yang akan dikerahkan pada 11 hingga 15 September di distrik latihan Tsugol di Rusia, dekat tempat perbatasan China dan Mongolia.
"Latihan ini tidak ditujukan kepada pihak ketiga dan akan fokus pada manuver pertahanan, serangan senjata dan serangan balik," jelas Kementerian Pertahanan China dalam sebuah pernyataan.
Di lain pihak, jadwal pelaksanaan latihan perang tersebut disebut tumpang tindih dengan Forum Ekonomi Timur yang disponsori Rusia di Vladivostok.
Presiden China Xi Jinping adalah salah satu pemimpin yang diharapkan menghadiri acara tahunan tersebut, yang diselenggarakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Simak video pilihan berikut:
Dukungan Besar China
Dalam persiapan untuk latihan perang pada September mendatang, kepala militer Rusia, Jenderal Sergi Shoigu, memerintahkan pemeriksaan memdadak pada kesiapan tempur pasukan udara secara menyeluruh.
Inspeksi itu melibatkan "16 latihan khusus" dengan penekanan pada "kesiapan penerbangan" dan "penyebaran tepat waktu komando dan badan kontrol militer."
Rusia telah menggalakkan program militernya tahun ini, dengan Presiden Putin mengklaim persenjataan baru pada Maret lalu, yang konon mampu membuat pertahanan NATO "benar-benar tidak berguna."
Beberapa dari senjata itu diperlihatkan dalam sebuah video yang dirilis tak lama setelah pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump, Juli lalu.
Sementara militer AS telah meragukan kemampuan senjata terbaru Rusia, di mana laporan Badan Intelijen Pertahanan AS pada 2017 mencatat Moskow berada di tengah-tengah "program persenjataan negara besar", yang ditujukan untuk melengkapi pasukannya dengan "70 persen unit baru atau dimodernisasi."
Pada saat yang sama, China juga diketahui memodernisasi militernya, meluncurkan kapal perang baru, termasuk kapal induk pertama buatan dalam negeri, dan kapal perusak peluru kendali kelas dunia.
Awal tahun ini, Beijing turut mengumumkan pesawat tempur siluman terbarunya, J-20, yang diklaim siap tempur.
Di sisi lain, laporan Pentagon tentang militer China yang dirilis pekan lalu mengatakan Beijing mengembangkan armada pembom jarak jauh dan "kemungkinan" melatih pilotnya untuk misi yang menargetkan AS.
China menyebut laporan AS "tidak bertanggung jawab" dan mengatakan bahwa langkah militer Beijing hanya dirancang untuk menjaga "kedaulatan dan keamanannya."
Advertisement