Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Data dan Sistem Indivasi Sekretariat Jenderal Kemendagri Dudy Jocom dijenguk oleh istri dan anaknya di Rutan Kelas I Jakarta Timur, cabang KPK. Dudy merupakan terdakwa kasus suap pembangunan gedung kampus IPDN Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
"Istri dan anaknya yang ke dalam menjenguk, tadi sekitar pukul 10.00 WIB masuk ke dalam untuk jenguk," kata sopir istri Dudy Jocom, Dodi saat berbincang dengan merdeka.com di Rutan Kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/8/2018).
Advertisement
Datang ke rutan KPK Kelas I, istri Dudy membawa makanan kesukaan tahanan KPK tersebut. "Bawa makanan ikan kesukaannya, kan dia orang Manado," ujarnya.
Kepala Pusat Data dan Sistem Indivasi Sekretariat Jenderal Kemendagri nonaktif, Dudy Jocom didakwa menerima uang sebesar Rp 4,2 miliar dari proyek pembangunan gedung kampus IPDN Bukittinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dia disebut ikut terlibat dalam pengaturan proses pelelangan atau tender proyek tersebut.
"Telah turut serta melakukan pengaturan dalam pelaksanaan pelelangan penerimaan pekerjaan dan pembayaran atas proyek pembangunan gedung kampus IPDN Bukittinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Kemendagri tahun anggaran 2011 dengan cara mengarahkan pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam pelelangan pengadaan barang dan jasa sebelum diputuskan pemenang lelang," terang Jaksa KPK, Budi Nugraha saat membacakan dakwaan di PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 11 Agustus 2018.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Perkaya Diri Sendiri dan Orang Lain
Jaksa juga menyebut Dudy Jocom tak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam proyek tersebut serta menambahkan persyaratan diskriminatif dengan maksud untuk menggagalkan peserta lelang tertentu. Ia juga mengatur agar PT Hutama Karya keluar menjadi pemenang tender proyek tersebut.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp 4.200.000.000," jelasnya.
Dalam kasus ini, jaksa juga menyebut Dudy memperkaya Hutama Karya sebesar Rp 22 miliar lebih yang berasal dari pengalihan pekerjaan utama (subkontrak) kepada pihak ketiga sebesar Rp 13,8 miliar dan pencairan subkontrak fiktif sebesar Rp 8,2 miliar.
Selain itu juga, jaksa menyebut yang diuntungkan dari kasus ini adalah beberapa perusahaan seperti CV Prima Karya sebesar Rp 3,3 miliar lebih, CV Restu Kreasi Mandiri sebesar Rp 265,7 juta, dan PT Yulian Berkah Abadi sebesar Rp 79,4 juta. Secara keseluruhan jaksa menyebut perbuatan Dudy Jocom bersama GM Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan merugikan negara sampai Rp 34,8 miliar lebih.
Dudy Jocom dan Budi Rachmat Kurniawan dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement