Sembalun di Kaki Gunung Rinjani Kini bak Kota Mati

Pendakian di Gunung Rinjani adalah nadi bagi warga Desa Sembalun, Lombok Timur. Namun, gempa memporak-porandakannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Agu 2018, 01:02 WIB
Bukit Sembalun, Lombok masuk sebagai finalis lima besar pada kompetisi wisata halal dunia World Halal Tourism Award (WHTA) 2016.

Liputan6.com, Mataram - Siluet Gunung Rinjani dan Bukit Pegasingan terlihat samar seusai hujan sepanjang Selasa sore hingga malam, 21 Agustus 2018, menambah kesenduan Sembalun dulu selalu ramai oleh hilir mudik para pendaki gunung dan kini senyap setelah diguncang gempa.

Nama Sembalun tidak asing bagi para pelancong, khususnya pendaki gunung, yaitu kawasan di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan pintu masuk menuju jalur pendakian ke Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 Meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Terlebih saat musim pendakian setiap Juli dan Agustus, tempat itu selalu dipenuhi para pendaki. Tidak jarang, para pendaki harus tidur di jalanan dengan menggunakan matras atau tenda akibat kamar hotel atau penginapan sudah habis dipesan tamu sebelum mereka mendaki ke Gunung Rinjani.

Dilansir Antara, pascagempa 6,4 Skala Richter (SR) pada 29 Juli 2018 yang berujung evakuasi ratusan pendaki dari gunung tersebut, pesona Desa Sembalun itu berbalik 180 derajat bak kota hantu.

Suasana makin sepi setelah gempa susulan dengan kekuatan guncangan hingga magnitudo 7 pada 5 Agustus 2018 dengan kekuatan 7 SR dan 19 Agustus 2018 dengan 6,9 SR.

Jalan aspal mulus yang menyambung dari Kecamatan Sambalia, Lombok Timur, kini sepi. Hanya sesekali kendaraan motor milik warga atau mobil pengangkut logistik dari relawan lewat di sana.

Hotel dan penginapan lumpuh sama sekali karena ketiadaan pengunjung ditambah dengan kondisi bangunan yang sudah retak-retak. Petani juga tidak berani ke ladang mengingat tanah masih labil setelah perbukitan di daerah itu juga longsor.

Sebagian warga yang semula bekerja sebagai pembawa barang sekaligus pemandu menuju Taman Nasional Gunung Rinjani kini kehilangan nafkah. Suasana makin muram karena suhu di sana menembus 10 derajat Celcius.

"Tidak ada pengunjung, sekarang kita pun jadi pengungsi. Biasanya Juli dan Agustus ini puncak pendakian. Banyak turis lokal dan asing," kata Fia, pedagang makanan di Sembalun.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini

 

 


Nadi dari Pendakian

Selain jalur pendakian Senaru dan Sembalun, Gunung Rinjani juga memiliki jalur pendakian Torean yang sarat petualangan.

Siklus Gunung Rinjani sudah terjadwal setiap tahunnya, yakni, dari Januari sampai Maret, pendakian ke gunung itu ditutup kemudian dibuka pada 1 April sampai Desember. Khusus Juli dan Agustus merupakan musim liburan yang ditandai dengan banyaknya pendaki.

Banyaknya pendaki, berarti menambah denyut nadi kehidupan masyarakat setempat. Warga mengandalkan kehidupan dari dunia pariwisata minat khusus itu.

Untuk mengisi ditutupnya pendakian ke Rinjani pada Januari sampai Maret, warga menawarkan paket pendakian ke Bukit Pegasingan, Bukit Anak Dara, Bukit Selong, serta Bukit Telaga. Namun kembali lagi, harapan mendapatkan sampingan terkubur setelah terjadinya longsoran di kedua bukit itu pasca gempa.

"Kami sekarang butuh bantuan terpal dan beras atau sembilan bahan pokok lainnya," kata Mumuh, salah seorang guide.

Beras atau sembako, menjadi kebutuhan penting juga karena mereka sudah tidak memiliki uang. "Sudah sebulan tidak mengantar turis ke Rinjani, uang sama sekali tidak ada," katanya.

Sementara itu, Koordinator Publikasi Sembalun Community Development Centre (SCDC), Rosidin Sembahulun menyebutkan keluhan warga atas berkurangnya pendapatan sudah dirasakan sejak gempa 6,4 SR pada 29 Juli 2018.

"Banyak warga yang menggantungkan hidup dari Gunung Rinjani. Semuanya saling berkaitan dengan pemilik hotel/restoran, warung makanan, sampai petani," katanya.

Dengan kondisi bencana alam seperti ini, kata dia, banyak yang menjadi penganggur dan lebih sibuk menyelamatkan keluarganya masing-masing. "Rekan-rekan paling-paling saat ini membantu relawan yang akan menyumbangkan bantuan kepada korban bencana," katanya.


Jatuh Bangun Promosi Sembalun dan Rinjani

Sembalun Lawang. (tjuputography.com)

Ia menceritakan jatuh bangun membangun dunia pariwisata pendakian gunung Rinjani bersama tokoh pemuda setempat yang menjadi Ketua SCDC, Royal Sembahulun.

"Setelah Gunung Rinjani mendapatkan award sekitar 2002 atau 2003 sebagai gunung terbersih dan terindah dari lembaga dunia, jumlah pengunjung ke Gunung Rinjani meningkat," katanya.

"Booming-nya terjadi pada 2008 hingga Bang Royal mendirikan SCDC itu," katanya.

Pada 2007, dia bersama Ketua SCDC mengantarkan salah seorang pemilik LSM di Amerika Serikat yang kemudian berlanjut menawarkan keinginan dari warga Sembalun untuk pengembangan wisata daerah tersebut. "Mengingat sebelumnya warga AS itu, menilai Sembalun itu kotor primitif," katanya.

Keinginan dari tokoh pemuda itu, yakni ingin mengembangkan masyarakat Sembalun dari sektor pariwisata, terutama guide, karena sebelumnya kebanyakan guide berasal dari luar Sembalun. Hal itu direspons dengan membuka pelatihan Bahasa Inggris dan bidang Teknologi Informasi.

"Awalnya, yang ikut pelatihan bahasa Inggris saja ada 15 guide, sekarang sudah tumbuh sampai ratusan orang,"katanya.

Bahkan, warga ikut membuka paket pendakian di luar Gunung Rinjani jika ditutup oleh pengelola TNGR, yakni pendakian Bukit Pegasingan, Bukit Anak Dara, dan Bukit Selong serta Bukit Telaga.

Kini, warga yang menggantungkan hidup dari Gunung Rinjani menunggu berakhirnya guncangan gempa. Mereka tetap optimistis bahwa pariwisata di daerahnya tidak akan mati dan makan bangkit menata kembali potensi alam yang bisa ditawarkan sebagai objek wisata untuk menghidupi keluarganya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya