Liputan6.com, Jakarta - Meiliana, seorang ibu di Medan, Sumatera Utara divonis penjara selama 18 bulan karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggap terlalu keras.
Lebih dari 20 ribu orang menandatangani petisi yang ditujukan oleh Presiden Joko Widodo, Kementerian Agama, Mahkamah Agung, dan Dewan Masjid Indonesia agar membebaskan Meiliana. "Bebaskan Meiliana, tegakkan toleransi!," demikian bunyi petisi tersebut.
Advertisement
Hingga siang ini, petisi yang dibuat oleh Anita Lukito itu sudah ditandatangani oleh 20.547 netizen. Sementara target petisi tersebut adalah 25.000 tanda tangan.
"Apa yang diperbuat oleh Meiliana tidak bisa dikategorikan sebagai penistaan agama, dia hanya meminta volume suara adzan dikecilkan, itu pun tidak langsung disampaikan kepada masjidnya, tapi dia hanya bicara kepada tetangga di sekitar rumahnya. Itu permintaan biasa yang disampaikan dengan santun," ujar dia dalam petisi.
Sementara Amnesty Internasional Indonesia pun mengecam keputusan pengadilan tersebut. Menurut Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, mengajukan keluhan tentang kebisingan suara seperti yang dilakukan Meiliana bukanlah pelanggaran pidana.
Sebaliknya, ia menilai keputusan pengadilan yang menyatakan Meiliana bersalah dan dijatuhi hukuman penjara adalah pelanggaran kebebasan berekspresi yang mencolok.
"Pengadilan tinggi di Sumatera Utara harus membalikkan ketidakadilan ini dengan membatalkan hukuman Meiliana dan memastikan pembebasannya segera tanpa syarat," pungkas Usman.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Dituding Menista Agama
Meiliana adalah wanita etnis Tionghoa yang beragama Buddha. Ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan karena mengeluhkan pengeras suara azan yang dianggapnya terlalu keras.
Kasus yang menjerat Meiliana sebenarnya telah terjadi pada 2016. Saat itu, ia meminta kepada pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Ia mengaku terganggu dengan pengeras suara masjid.
Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.
MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.
Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.
Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai tuntutan jaksa.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement