2 Emak-Emak Adu Mulut Berebut Terpal di Lombok

Harga terpal di Lombok mencapai Rp 1 juta dari biasanya Rp 450 ribu. Itu pun sulit diperoleh.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Agu 2018, 17:00 WIB
Warga korban gempa Lombok di pengungsian mengikuti HUT ke-73 RI (Liputan6.com/Sunariyah)

Liputan6.com, Mataram - Dua emak-emak korban gempa bermagnitudo 6,9 di Dusun Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sempat adu mulut gara-gara memperebutkan satu terpal sumbangan untuk tenda darurat di depan rumahnya.

Dua emak itu adu mulut ketika menemukan satu terpal di sela-sela sumbangan pakaian bekas dan sembako, sekitar tiga pekan lalu. Mereka cukup lama beradu mulut karena tak ada yang mau mengalah.

"Ini milik saya buat tenda, ibu yang satu lagi keras juga. Lama mereka adu mulutnya," kata seorang warga Desa Senaru, Nur Saad, dilansir Antara, Kamis (23/8/2018).

Pertengkaran kedua ibu gara-gara berebut terpal itu disaksikan penyumbang kala itu. Nur Saad yang menyaksikan sampai malu hati.

"Ibu yang tidak menerima tetap tidak terima gagal dapat terpal," katanya.

Warga yang terdampak gempa di Pulau Lombok kesulitan mendapatkan terpal untuk membuat tenda darurat dan harganya melambung sampai Rp 1 juta dari biasanya Rp 450 ribu per lembar.

"Kita sudah cari-cari di mana-mana, sampai ke Pasar Cakranegara Mataram sejak gempa besar pada 5 Agustus 2018, sampai sekarang tidak dapat juga," kata Nur Saad yang namanya terkenal di kalangan pendaki Gunung Rinjani.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini

 


Jerigen Juga Langka

(Foto: Dok./Liputan6) Salah satu tempat yang dijadikan tempat mengunsi para tenda darurat para warga Lombok setelah terjadi gempa dalam tiga pekan.

Warga membutuhkan terpal berukuran 6 x 7 meter untuk membangun tenda yang mampu menampung sampai delapan orang. Sementara, bantuan tenda dari pemerintah masih terbatas.

"Bantuan dari pemerintah untuk terpal belum ada juga, jadi kita harus mencari. Tapi sulit sekali dan harganya melambung," katanya.

Sebagian warga memanfaatkan sisa terpal dari kegiatan pertanian atau kandang hewan ternak yang sudah rusak untuk membuat tenda yang diharapkan bisa melindungi mereka dari dingin kabut malam.

Salah satunya disampaikan oleh Aminah, warga Dusun Koko Putek, yang belum juga mendapatkan terpal dari pemerintah dan hanya memanfaatkan dari sisa terpal yang ada.

"Terpal ini sudah bolong, tetap saya gunakan dibandingkan kedinginan malam hari. Rumah sudah ambruk," katanya.

Bukan terpal saja, harga jeriken untuk air juga melonjak tinggi dari semula Rp 35 ribu menjadi Rp 55 ribu per unit. "Itu pun jadi barang langka juga," kata Nur Saad.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya