Liputan6.com, Jakarta Peneliti menemukan bahwa rokok elektrik atau vape dapat menyebabkan meningkatnya risiko terkena kanker mulut. Studi ini dilakukan oleh American Chemical Society.
Melansir dari Metro.co.uk pada Jumat (24/8/2018), ilmuwan menemukan bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan rokok elektrik, meningkatkan kadar senyawa yang merusak DNA di dalam mulut. Jika sel-sel dalam tubuh tidak dapat memperbaiki kerusakan DNA setelah vaping, risiko kanker dapat meningkat.
Advertisement
Para peneliti mengakui, efek jangka panjang dari rokok elektrik sendiri belum diketahui, sehingga butuh penelitian lebih lanjut.
"Kami ingin mengkarakterisasi bahan kimia yang dipaparkan di perokok elektrik, serta kerusakan DNA yang mungkin terjadi," kata peneliti Dr. Romel Dator.
Sejak diperkenalkan pada 2004, rokok elektrik kerap dianggap sebagai alternatif yang lebih aman daripada rokok biasa. Namun, tim yang melakukan penelitian ini mengklaim materi genetik dalam sel oral orang-orang yang mengisap vape bisa diubah oleh bahan kimia beracun dalam rokok tersebut.
Rokok jenis ini biasa bekerja dengan memanaskan cairan yang biasanya mengandung nikotin, menjadi aerosol yang dihirup oleh pengguna. Seringkali, mereka dijual dengan rasa seperti buah, cokelat, atau permen karet.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di sini.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Menganalisis Liur Perokok
Menurut peneliti utama, Silvia Balbo, memang lebih banyak karsinogen yang muncul dari pembakaran tembakau dalam rokok biasa daripada uap rokok elektrik.
"Namun, kami tidak begitu tahu dampak menghirup kombinasi senyawa yang dihasilkan oleh perangkat ini. Hanya karena ancaman yang berbeda, tidak berarti rokok elektrik benar-benar aman," tambahnya.
Studi tersebut menganalisis air liur dan sel mulut dari lima pengguna rokok elektronik sebelum dan sesudah merokok selama 15 menit. Mereka mengklaim telah menemukan bahan kimia yang dapat mengubah DNA dalam mulut para vapers.
Mereka menemukan kadar bahan kimia beracun seperti formaldehyde, acrolein, dan methyglyoxal meningkat setelah vaping.
Para ilmuwan tersebut berencana untuk menindaklanjuti studi tersebut dengan penelitian yang lebih besar. Merkea ingin melihat perbedaan tingkat bahan kimia beracun dalam pengguna rokok elektrik dengan perokok biasa.
Advertisement