Liputan6.com, Cilacap - Heboh fenomena bola api misterius yang tertangkap kamera pada malam Idul Adha, 21 Agustus 2018 lalu belum berakhir. Fenomena langka di Cilacap ini masih menyedot perhatian publik.
Hingga Minggu malam, 26 Agustus 2018, video penampakan bola api terbang yang dibagikan sebuah akun di Facebook, Wahyu Cruw telah ditonton sebanyak 1,3 juta orang lebih, dibagikan oleh 22 ribu pengguna Facebook.
Simpang siur mengenai fenomena ini juga membuat unggahan ini dibanjiri komentar. Lebih dari 1.800 komentar menyerbu unggahan ini. Unggahan tersebut juga disukai oleh 4.300 lebih pengguna Facebook.
Baca Juga
Advertisement
Padahal, kehebohan warga Mulyasari Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap justru sudah berakhir dengan ditemukannya benda-benda diduga bekas parasut sinyal atau suar kapal laut. Diduga kuat, bola api misterius tersebut adalah suar sinyal yang diluncurkan oleh seseorang.
Benda-benda yang terdiri dari selongsong bekas terbakar, parasut kecil, dan benang penghubung selongsong ditemukan oleh pemuda Mulyasari tergantung di pelepah kelapa yang menyala-nyala pada malam kejadian.
"Dari bekasnya, saya yakin ini parasut sinyal kapal laut," ucap warga Mulyasari, Sugeng Dzuriyanto, kepada Liputan6.com, Jumat sore, saat menjelaskan fenomena bola api misterius. Sugeng merupakan mantan pelaut berpengalaman yang juga alumnus Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran (BPLP) Semarang.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Saksikan video pilihan berikut ini:
Riang Sepak Bola Api di Tepi Cibeureum
Kehebohan bola api rupanya juga terjadi di bantaran sungai Cibeureum, Desa Sidamulya, Kecamatan Sidareja, Cilacap. Bedanya, di desa ini, warga heboh bukan oleh bola api misterius yang dikira UFO, Alien, atau santet.
Mereka menonton serunya pertandingan sepak bola api anak-anak usia belasan tahun. Bola api dibuat dari buah Bintaro. Buah bintaro ini lantas dicelup minyak tanah sehingga menyala.
Menit-menit awal, mereka tampak ragu untuk menendang. Apalagi menangkap bola. Setelah beberapa saat, beberapa anak sudah berani menggocek layaknya bermain bola biasa.
Tampaknya, aksi gocek-menggocek ini menular kepada peserta lainnya. Bocah-bocah ini pun tak lagi takut pada kobaran api yang menyala-nyala dari bola yang mereka sepak. Sementara, penonton bersorak sorai, bocah-bocah ini dengan riang menendang bola ke sana ke mari.
Bola api ini memang tak sampai menyebabkan mereka terluka atau cedera. Namun, rupanya, bola api menghabiskan bulu lembut di kaki-kaki telanjang mereka.
Kepala Desa Sidamulya, Takim mengatakan, sepak bola api adalah tradisi lama yang hendak dihidupkan kembali. Biasanya, sepak bola api menjadi hiburan di kalangan pesantren untuk mengisi waktu luang santri di sela mengaji.
"Ini masih dalam rangkaian peringatan HUT ke-73 RI," ucap Takim, Minggu pagi, 26 Agustus 2018.
Saking langkanya, buah bintaro yang biasa digunakan untuk membuat bola api pun sudah jarang ditemukan. Buah ini, hanya terdapat di kompleks makam dalam jumlah terbatas.
Tak kurang akal, panitia lantas menambah jumlah bola api dengan kelapa tua yang dikelupas kulit luarnya. Serat kulit bagian dalam, tepes, adalah bahan yang sangat baik untuk menyerap minyak tanah.
"Diganti dengan kelapa. Soalnya, bintaronya sulit dicari," dia menerangkan.
Bola api di Desa Sidamulya adalah riang gembira anak-anak, dan riuh rendah penonton di bantaran sungai Cibeureum. Mereka, semuanya bahagia.
Advertisement