Liputan6.com, Washington DC - Angkatan Udara Amerika Serikat sedang mempersiapkan pembangunan sebuah pangkalan udara di Niger yang akan digunakan sebagai pangkalan drone militer mereka.
Drone-drone bersenjata tersebut akan menarget kelompok-kelompok militan dan organisasi terafiliasi ISIS di kawasan itu.
Kata pejabat militer kepada VOA, Angkatan Udara telah menghabiskan US$ 86,5 juta untuk pembangunan pangkalan udara itu, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (28/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Jumlah keseluruhan ongkos konstruksi pangkalan itu akan mencapai US$ 98,5 juta, kata juru bicara Auburn Davis.
Davis menambahkan, pangkalan itu terletak di Kota Agadez, di Niger utara, dan merupakan pangkalan udara terbesar yang sedang dibangun angkatan udara Amerika Serikat.
Agadez adalah kota strategis di gurun Sahara yang bisa dicapai dengan mudah oleh kelompok militan dan penyelundup untuk bepergian dari dan ke Libya, Aljazair, Mali dan Chad.
Kira-kira 600 orang tentara Amerika Serikat akan ditempatkan di pangkalan itu, dan sejumlah drone militer yang kini dipangkalkan di Ibu Kota Niamey, nantinya akan dipindahkan ke pangkalan baru itu.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Simak video pilihan berikut:
Peran Pasukan AS di Niger dan Afrika
Angkatan Bersenjata Niger yang didukung oleh pasukan Barat dan Amerika Serikat tengah melaksanakan operasi militer sporadis melawan militan ekstremis di kawasan dan wilayah sekitarnya.
US Africa Command mengerahkan sekitar 800 personel (sebagian besar anggota US Special Forces) yang ditugaskan ke beberapa wilayah. Mereka bermarkas di Pangkalan AU Agadez, Niger, dan dikerahkan dalam kapasitas untuk melatih dan membantu pasukan keamanan setempat.
Personel AS juga ditugaskan untuk terlibat dalam operasi pengumpulan info intelijen, pengintaian, serta membantu pasukan Jerman dan Prancis --yang tengah melaksanakan operasi militer di Mali, Niger, Chad, dan beberapa negara tetangga.
Militan ekstremis kerap terkonsentrasi di kawasan Gurun Sahel, yang masuk dalam teritori sejumlah negara meliputi Niger, Chad, Senegal, Mali, Mauritania, Nigeria, Chad, Sudan, dan lainnya.
Selain AQIM (Al-Qaeda di Afrika Utara) dan militan pro-ISIS, kelompok bersenjata yang baru terbentuk, yakni Islamic State in the Greater Sahara juga kerap mengklaim sejumlah serangan yang terjadi di kawasan Gurun Sahel.
Geoff D Porter, kepala firma analis North Africa Risk Consulting menilai, meningkat dan meluasnya aktivitas militan ekstremis mungkin akan mendorong perubahan operasi militer koalisi Barat, yang semula terkonsentrasi di Libya, menjadi ke Senegal dan Chad ke selatan.
Advertisement