Liputan6.com, Jakarta - Blokchain bisa dibilang sebagai salah satu teknologi yang cukup ‘seksi’ pada tahun ini. Walau demikian, kesadaran masyarakat akan pentingnya implementasi Blockchain masih minim.
Oleh karena itu, kumpulan pelaku industri Blockchain pun berkumpul dalam suatu acara bernama Jakarta Blockchain Meetup Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa startup yang bergerak di bidang Blockchain dan mata uang digital (cryptocurrency) menghadiri acara yang disponsori SwipeCrypto ini.
Di dalam gelaran tersebut, para pakar dan pelaku industri Blockchain mengungkapkan akan pentingnya peran Blockchain dengan berbagai industri di Tanah Air di masa depan.
Beberapa di antaranya mulai dari Tomochain, Coindaily, Whaleblocks, Bibox, serta Daily Social.
Ada salah satu pembahasan yang menarik di dalam presentasi yang dilakukan oleh CEO Daily Social dan pengamat industri startup, Rama Mamuaya. Rama mengatakan, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin Blockchain.
“Dua tahun yang lalu Blockchain itu belum diregulasi. Mungkin kalau sekarang kita ada di stage di mana pemerintah mulai mengadopsi teknologi ini secara perlahan,” kata Rama di Jakarta, Senin malam (28/8/2018).
“Dan ke depannya 2 tahun lagi, pasti Blockchain bakal lebih besar. Indonesia punya kesempatan untuk bisa memegang peran penting dalam tumbuh kembang industri ini. Pasalnya, environment-nya sangat terbuka,” lanjutnya.
Pun begitu, implementasi Blockchain di Tanah Air nyatanya tidak semulus yang dibayangkan.
Rama menekankan, ketika Blockchain harus dikerahkan ke berbagai sektor, instansi terkait harus menyiapkan aturan khusus. Dalam hal ini, regulator harus bisa berkoordinasi dengan pelaku industri Blockchain.
“Para regulator seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) di sini penting, mereka harus open minded dan harus berkomunikasi dengan pelaku industri Blockchain,” tukas pria berkacamata tersebut.
Blockchain di Indonesia dengan Negara Lain
Rama juga mengungkap fakta menarik terkait implementasi Blockchain di negara lain ketimbang di Indonesia.
Dibanding negara seperti Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam, Blockchain masih belum bisa dimanfaatkan secara utuh.
Meski begitu, menurut Rama, Indonesia sebaiknya tak perlu bergegas diri untuk mengadopsi Blockchain.
“Apalagi di negara dengan ekonomi mature dan pasar terbuka seperti Amerika Serikat, mereka saja belum di-utilize secara utuh. Jadi sebaiknya kita pelan-pelan saja,” imbuh Rama.
Advertisement
Manfaatkan Blockchain, SwipeCrypto Kini Bidik Bisnis Olah Data
2018 bisa dibilang menjadi 'gong' bangkitnya teknologi blockchain dan mata uang kripto alias cryptocurrency. Fenomena ini tak cuma terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Awalnya, geliat dua jenis teknologi ini belum terlalu menggaung. Namun karena sudah bermunculan banyak startup (baik lokal maupun luar negeri) yang terjun pada ranah bidang blockchain dan cryptocurrency, teknologi ini perlahan mulai diterima berbagai lapisan industri.
SwipeCrypto boleh dibilang menjadi salah satunya. Ya, startup yang dulunya menghadirkan layanan bernama CepatSwipe ini, bergerak di bidang teknologi blockchain dengan menyediakan platform khusus bagi pengembang aplikasi smartphone, atau juga pihak pengiklan.
Kini, SwipeCrypto telah melebarkan sayap bisnisnya ke ranah yang lebih luas dengan menghadirkan layanan baru bernama Swipe.
Pendiri sekaligus Chief Operating Officer (COO) SwipeCrypto Iyan Waer, mengatakan Swipe bergerak ke arah bisnis Data Engagement, di mana memanfaatkan koleksi data dengan teknologi blockchain. Menurutnya, data adalah 'sumber baru' yang bisa menggerakkan ekonomi digital di Indonesia.
Adapun koleksi data yang dimaksud Iyan, adalah data seperti data kebiasaan pengguna aplikasi, data demografik pengguna, data ketertarikan pengguna, hingga jenis data transaksi.
Data ini bisa diolah dan dimanfaatkan si pengembang aplikasi atau pengiklan untuk menargetkan demografi pengguna dalam sebuah platform.
Ambil contoh sederhana, ada pihak pengiklan yang ingin memasang iklan dengan target pengguna milenial. Tentu mereka butuh data pengguna milenial yang akurat.
Dalam hal ini, Swipe akan menawarkan data pengguna yang diinginkan, biasanya pengguna milenial memakai aplikasi gim mobile, atau juga e-Commerce dan media sosial.
"Data yang ada sekarang biasanya merupakan data yang tersentralisasi. Jika ada pihak pembeli data, mereka tidak akan memiliki akses transparansi untuk melihat data, juga tidak bisa berkontribusi dan mendistribusikan pemasukan," ujar Iyan kepada Tekno Liputan6.com di gelaran Jakarta Crypto and Blockchain Meetup yang dihelat di Conclave Cilandak, Jakarta, Selasa malam (8/5/2018).
"Data ini juga tidak bisa diaudit. Otomatis, value monetisasinya jadi rendah, " tambahnya.
Karena itu, lanjut Iyan, Swipe menyediakan platform blockchain yang bertugas untuk menyimpan data dalam bentuk SDK.
Ada beberapa jenis SDK, mulai dari Swipe Push SDK, Swipe Mission SDK, Swipe Ads SDK, serta Swipe Marketplace SDK. Masing-masing SDK ini, nantinya akan 'disuntik' ke platform atau aplikasi yang ditargetkan ke konsumen tertentu.
"Karena kita menggunakan blockchain, otomatis semua harus transparan. Jadi, isu Cambridge Analytica dan Facebook tidak akan terjadi," tandasnya.
(Jek/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: