Tak Hanya Anak Lupa Orangtua, Gempa Lombok Juga Bikin Ibu Lempar Anaknya

Relawan yang terjun membantu korban gempa Lombok menyimpan berbagai cerita. Salah satunya gambaran kiamat di tempat itu.

Oleh JawaPos.com diperbarui 28 Agu 2018, 14:31 WIB
Korban Jiwa Gempa Lombok Terus Bertambah, Kini Mencapai 436 Orang (Foto: Sutopo Purwo Nugroho)

Sentarum - Wajah Agus Harianto, anggota Relawan Indonesia (Relindo) Kalbar, terlihat semringah walau gurat lelah masih tergambar saat menerima kedatangan Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group) di markas Relindo Kalbar di Kafe Secangkir Cafein di Jalan Danau Sentarum, Minggu, 26 Agustus 2018.

Pria yang bekerja sebagai fotografer itu membuka kisahnya selama membantu korban bencana gempa bumi di Lombok, beberapa hari lalu. Ia datang bersama tim relawan berjumlah lima orang pada 14 Agustus 2018 hingga 23 Agustus 2018.

Baru tiba di Lombok saja, mereka sudah disambut dua kali gempa walau berkekuatan kecil. Mereka ditempatkan di Lombok Utara.

"Hari itu juga kami membangun tenda," kata Rian, sapaan akrab Agus Harianto, Selasa (28/8/2018).

Kegiatan Relindo selama sepuluh hari di Lombok berkisar pada membuat dapurumum. Mereka juga menyembuhkan trauma korban bencana. "Terutama anak-anak," ucapnya.

Keadaan di Lombok saat itu sangat miris. Untuk berbelanja saja harus ke Mataram karena di Lombok Utara sudah tidak ada yang bisa dibeli untuk dimakan. Bahkan, tenda saja didapat dari bantuan relawan Kalimantan Tengah.

"Untuk penyembuhan trauma, kami mengajak anak-anak untuk bermain. Alhamdulillah, mereka cukup senang," kata Rian.

Bagi Rian, pengalaman selama di Lombok takkan pernah hilang dari ingatannya, termasuk bagaimana ia melihat petugas penyelamat mengevakuasi jasad. Rumah sakit dipenuhi jeritan warga yang cedera.

Pengalaman menarik lainnya terjadi saat menuju Dusun Batu Jimbul Desa Teniga, Lombok Utara. Timnya harus melewati medan terjal. Mesti berjalan kaki setelah diantar menggunakan mobil.

Sepanjang perjalanan, warga memelas minta bantuan, terutama air. Sayangnya, bantuan yang ada tidak cukup untuk membantu mereka.

"Sesampainya di Batu Jimbul, kami disambut Ketua Dusun dan mendirikan masjid darurat," ujarnya.

Di dusun itu, Rian mengalami sebuah kejadian lucu. Bermula dari anggota Relindo yang kelelahan. Mereka minta izin kepada warga untuk memetik kelapa.

Setelah diizinkan, mereka mulai mengkonsumsi kelapa yang telah dipetik. Setelah itu, ada anggota relawan mengalami pusing sehingga terpaksa mengonsumsi obat sakit kepala.

"Teman kami dari Relindo Kalbar, Suhadi, pun mengalami hal serupa hingga akhirnya dia istirahat di dalam mobil," kenangnya sambil tersenyum.

Usut punya usut, Suhadi ternyata mabuk air kelapa. Alhasil, kejadian itu menyulut tawa anggota Relindo di base camp saat tim pulang kembali. Bahan lelucon itu setidaknya bisa mengendurkan otot yang tegang setelah bertugas selama di Lombok Utara.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.

 


Bak Kiamat

Pengungsi gempa Lombok (Liputan6.com/Sunariyah)

Namun, pengalaman Rian dan rekan-rekan paling membekas pada 19 Agustus 2018. Sekitar pukul 11.00 waktu setempat, terjadi gempa berkekuatan 5 skala richter (SR). Warga pun panik. Bahkan, gempa itu mulai mendekati Gunung Rinjani.

Tak sampai di situ, sekitar pukul 19.00 Wita, gempa 7 SR mengguncang Lombok Timur. Getarannya sampai di Lombok Utara tempat mereka berada. Warga semakin panik hingga ada anak yang lupa menyelamatkan kedua orangtuanya.

Anak tersebut memiliki dua orangtua yang telah uzur. Ayahnya lumpuh, ibunya terkena stroke sehingga ikut lumpuh. Kala gempa itu terjadi, anaknya lari ketakutan.

"Setelah kami selamatkan, kami tanya mereka, waktu ditinggal lari anaknya, bapak dan ibu ini ngapain? Jawab si bapak, kami berpelukan. Udah pasrah," tutur Rian menirukan kata-kata si bapak.

Ada pula seorang ibu yang tak sengaja melempar bayinya ke luar rumah lantaran terlempar bersama barang yang hendak diselamatkan. Awalnya, sang ibu sedang menyusui bayinya. Saat gempa terjadi malam itu, sang ibu seakan melihat bayinya adalah kardus barang.

"Setelah beberapa saat, si ibu baru sadar anak bayinya ia lempar. Sekarang anak itu dirawat karena cedera," ceritanya.

Saat gempa belum lama terjadi, ternyata ada warga yang memanfaatkan bencana tersebut untuk hal tidak baik. Dia menjarah di toko dan rumah warga.

Warga itu bilang akan ada tsunami. Warga pun panik dan bergegas mengungsi ke dataran tinggi. Saat ditinggal warga, orang-orang yang tak punya hati itu memanfaatkan kesempatan untuk menjarah rumah dan toko yang ditinggal kosong.

"Warga mengetahui hal ini saat mereka sudah kembali ke rumah masing-masing," tukasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya