Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai para pejabat tidak perlu melapor KPK jika menerima pemberian tiket atau bahkan meminta tiket untuk menonton pertandingan Asian Games 2018.
"Enggak perlu. Karena ada batasan gratifikasi itu Rp 10 juta," kata JK di Kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).
Advertisement
Dia menilai para pejabat tidak perlu melaporkan lantaran harga tiket tersebut di bawah Rp 10 juta. JK menjelaskan tiket yang diberikan para pejabat adalah bagian dari bentuk dukungan untuk para atlet.
"Tiket kan harganya paling tinggi Rp 3 juta dan itu tidak diminta. Itu kalau 1.000 (tiket) itu mau dikasih siapa? Kan pasti dikasih temen-temennya, bahwa temannya itu pejabat ya siapa yang salah sih? Ini kan nasional, harga diri dipertaruhkan. Bukan karena dengan karcis itu mereka langsung kaya, langsung mewah. Ya hanya mendukung tepuk tangan itu juga sumbangan itu," papar JK.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
KPK Sebut Gratifikasi
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK sudah menerima sejumlah informasi adanya oknum pejabat yang menerima pemberian tiket dan bahkan meminta tiket untuk menonton pertandingan Asian Games 2018.
"Jika ada pejabat yang menerima tiket menonton pertandingan Asian Games 2018, kecuali undangan yang bersifat resmi seperti undangan pembukaan yang sudah dilakukan, maka sesuai dengan ketentuan di Pasal 16 UU KPK, maka gratifikasi tersebut wajib dilaporkan," ujar Febri saat dikonfirmasi, Senin 27 Agustus.
Febri mengatakan, akan lebih baik jika para pejabat yang menerima tiket Asian Games untuk segera melaporkannya ke direktorat gratifikasi KPK. Jika tidak sempat, saat ini, KPK telah mengembangkan pelaporan gratifikasi secara online melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) di HP Android atau IOS atau akses gol.kpk.go.id melalui website.
"Dalam waktu maksimal 30 hari kerja, KPK akan melakukan analisis apakah gratifikasi tersebut menjadi milik penerima atau milik negara," kata Febri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement