Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melalui aturan Nomor 6 Tahun 2015 telah mengizinkan penyaluran BBM subsidi tidak hanya lagi sampai di SPBU, melainkan bisa dilakukan oleh masyarakat di pedesaan melalui konsep sub-penyalur.
Selama ini, tidak ada landasan hukum operasional Pertamini atau jenis penjualan BBM eceran lain. Untuk itu, adanya sub-penyalur ini juga dalam rangka mengurangi penyaluran BBM subsidi dengan harga yang lebih tinggi.
Baca Juga
Advertisement
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengaku, semenjak adanya aturan baru tersebut, BPH Migas kebanjiran permintaan izin dari masyarakat untuk menjadi sub-penyalur.
"Yang sudah beroperasi itu ada 16 lokasi di Indonesia. Sementara di sisi lain ada 243 lokasi yang sudah mengajukan masuk ke BPH Migas untuk jadi sub-penyalur itu," kata Fanshurullah di DPR RI, Selasa (28/8/2018).
Sub-penyalur ini, dijelaskannya akan difungsikan sebagai penyalur BBM subsidi resmi di wilayah yang belum ada SPBU. Hanya saja, sistem penyalurannya bersifat tertutup, tidak dijual eceran.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Syarat Jadi Sub-Penyalur
Salah satu syarat masyarakat atau kelompok ingin menjadi sub-penyalur ini adalah lokasi yang ditetapkan minimal 10 km dari SPBU.
"Karena jika mengandalkan penyalur seperti SPBU saja kita akan sulit menjalankan amanah UU untuk menjamin ketersediaan BBM di seluruh wilayah Indonesia," tegasnya.
Selain menjadi tangan panjang pemerintah dalam menyalurkan BBM, sub penyalur ini ke depannya juga bisa menjadi agen BBM satu harga.
Hanya saja, saat ini, BPH Migas menghadapi beberapa kendala. Seperti salah satunya kendala koordinasi dengan Pemerintah Daerah mengenai kelayakan lokasi yang diusulkan. Kelayakan ini harus mendapat persetujuan kelayakan dari Pemda sesuai dengan ketentuan BPH Migas.
Advertisement