Liputan6.com, Washington D.C. - Generasi Z tumbuh ketika popularitas media sosial seperti Instagram sedang dalam posisi puncak. Dunia di mata mereka jelas tidak sama bagi kaum milenial yang masih menikmati kehidupan sosial tanpa gadget.
Fenomena menonjol di kalangan Generasi Z adalah para remaja yang mulai bekerja lewat Instagram. Mereka bekerja sebagai endorser suatu produk, meskipun bukan dari perusahaan besar.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan laporan The Atlantic, lebih banyak anak remaja Amerika Serikat (AS) yang mencari uang tambahan lewat Instagram ketimbang bekerja sebagai babysitter atau kerja di tempat perbelanjaan.
Alasannya adalah kerja lewat Instagram dipandang lebih mudah ketimbang repot bekerja sambilan di suatu tempat. Berbeda dengan kerja Instagram yang lebih praktis meraup uang sampai puluhan dolar AS.
"Dengan melakukan ini, kamu bisa membuat satu postingan, yang tidak butuh waktu lama. Satu postingan bisa menghasilkanmu sekitar USD 50," ucap seorang anak 13 tahun asal Pennyslvania yang namanya enggan disebut.
Bila dirupiahkan, satu postingan bisa meraup anak itu sampai Rp 732 ribu (USD 1 = Rp 14.643). Pengikutnya sendiri berkisar 8 ribu orang. Tahap negosiasi pun terbatas lewat Direct Message, dan tidak melibatkan hal seperti tandatangan kontrak.
Seperti yang terjadi di Indonesia, remaja AS mempunyai paket. Jadi, harga yang dipatok untuk posting produk permanen berbeda dengan pos produk yang hanya muncul sehari lalu dihapus. Hitungan pembayarannya ada di kisaran USD 3 (Rp 43 ribu) per 1.000 pengikut Instagram).
Berdasarkan pengakuan para remaja, cukup beberapa ribu pengikut. Kemudian, perusahaan kecil, seperti toko baju dan aksesoris yang memang menyasar para Generasi Z, akan meminta jasa mereka.
* Saksikan keseruan Upacara Penutupan Asian Games 2018 dan kejutan menarik Closing Ceremony Asian Games 2018 dengan memantau Jadwal Penutupan Asian Games 2018 serta artikel menarik lainnya di sini.
Generasi Z Lebih Suka Perusahaan yang Aktif di Bidang Sosial
Anak-anak remaja (Generasi Z) ternyata lebih condong mempercayai dan tertarik pada perusahaan yang peduli pada isu sosial.
Dilansir dari MediaPost, sebuah survei di Vermon, Amerika Serikat (AS) dan dilaksanakan Fuse, menemukan bahwa 69 persen remaja menyebut percaya pada perusahaan setelah mengetahui perusahaan tersebut mendukung sebuah isu sosial.
Sementara itu, 62 persen menyatakan mereka akan lebih mungkin membeli produk dari perusahaan yang mendukung isu sosial.
Studi tersebut diikuti oleh 2.000 orang generasi Z berumur 14 sampai 17 tahun. Tujuannya adalah memberikan wawasan tambahan untuk para brand dalam mempertimbangkan program pemasaran mereka.
Lebih lanjut, 66 persen remaja menyebut mereka memperhatikan pemasaran dan periklanan sebuah perusahaan apabila mereka tahu perusahaan itu mendukung isu sosial.
Ada lima isu yang diperhatikan oleh para remaja, yakni pendidikan, pekerjaan dan pengangguran, prasangka dan rasisme, lingkungan, dan terorisme.
Sebelumnya, pada 2016, Fuse pernah mengadakan survei serupa. Bedanya, kali ini remaja mulai menyorot perusahaan seperti Walmart, McDonald's, Microsoft.
Dalam survei terkini, para remaja juga makin peduli pada isu lingkungan. Lebih lanjut, para generasi Z juga lebih asertif.
Lebih dari seperempat responden menyebut pernah menghadiri unjuk rasa dan memboikot perusahaan. Para remaja juga lebih aktif mendaur ulang (60 persen), mengedukasi keluarga dan sahabat mengenai sebuah isu sosial (42 persen), memberikan waktu untuk menjadi sukarelawan untuk sebuah isu (33 persen), dan mendonasikan uang mereka (22 persen).
Advertisement