Liputan6.com, Jakarta - Suciwati memilih tak berkomentar saat Liputan6.com meneleponnya pada Rabu 29 Agustus 2018, hari ketika terpidana pembunuhan suaminya, Pollycarpus Budihari Prijanto bebas murni. Status terpidana mantan pilot Garuda Indonesia itu berakhir setelah ia menyelesaikan hukumannya selama 10 tahun penjara terkait kasus pembunuhan Munir Said Thalib.
Suciwati memilih Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mewakili suaranya terkait kebebasan Pollycarpus.
Baca Juga
Advertisement
Munir tewas di tengah penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam pada 2004 lalu. Sejumlah orang diputus bersalah, kasus itu juga menyeret sejumlah orang penting. Sidang demi sidang berlangsung penuh drama, namun tak bisa menguak asal-usul pasti arsenik yang ditemukan di jasad aktivis HAM itu -- apakah dari jus jeruk, kopi, atau ditaburkan di mi goreng yang disantapnya?
Bagi perempuan 50 tahun itu, misteri terbesar adalah, mengapa suaminya harus dihabisi? Dan siapa yang ingin membungkamnya?
Meski tak langsung bersuara, Suciwati sempat mencurahkan perasaannya pada media Jerman, Deutsche Welle.
Dia mengirim pesan kepada terpidana pembunuh suaminya itu, "Kejahatan akan menuai kejahatan lain."
Suciwati meminta Pollycarpus jujur untuk menguak dalang di balik pembunuhan Munir. Apalagi, tak hanya sempat ditahan di penjara, karier pria yang lahir di Surakarta itu sebagai penerbang juga hancur.
"Saya hanya mau bilang, seharusnya dia belajar bicara jujur siapa pelaku sebetulnya pembunuh suami saya dan siapa yang menyuruh dia," ujar Suciwati.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, kebebasan Pollycarpus adalah 'hadiah' bagi keluarga Munir jelang peringatan kematian korban pada 7 September 2018 mendatang.
Menurut dia, ini adalah fakta yang tak bisa dibantah: otak di balik kematian Munir belum diseret ke pengadilan.
"Pembebasan Pollycarpus adalah 'hadiah' bagi keluarga korban yang akan memperingati 14 tahun dibunuhnya Munir 7 September nanti. Kasus Munir tidak dapat dilihat secara terpisah, tetapi merupakan indikasi dari budaya impunitas yang lebih luas di sekitar serangan dan pelecehan terhadap pembela hak asasi manusia," kata Usman Hamid kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan kasus HAM. Baik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang berkuasa selama 10 tahun maupun Jokowi yang menggantikannya.
Dia pun menyesalkan pernyataan pemerintah yang menganggap kasus Munir selesai dengan berakhirnya hukuman Pollycarpus.
Sebab, menurut Usman, dalam vonisnya, hakim mempertimbangkan soal ada dugaan operasi intelijen di balik pembunuhan aktivis yang memperjuangkan keadilan bagi hilangnya sejumlah mahasiswa pada peristiwa 1998.
"Kalau nalarnya jernih, tentu saja tidak masuk akal. Jika dilihat dari vonisnya, baik yang 14 tahun lalu diperberat 20 tahun dan berkurang lagi menjadi 14 tahun karena menang di Mahkamah Agung, semua mensinyalir ada operasi intelijen dalam perencanaan pembunuhan Munir. Selain itu disebutkan, Polly tidak bekerja sendiri," tutur mantan koordinator Kontras itu.
Presiden Jokowi, lanjut dia, harus menggunakan sisa masa jabatannya untuk bersikap. Lebih baik terlambat, sambung dia, daripada tidak sama sekali.
"Jika tidak, terputuslah rantai kebenaran yang lengkap atas kasus Munir," tegas Usman yang merupakan aktivis 98 tersebut.
Kasus ini berawal dari kepergian Munir ke Amsterdam. Ia berniat melanjutkan sekolah ke Belanda. Selasa 7 September 2004 pagi, Garuda GA-974 sedang mengudara di atas Rumania, pria bertubuh kurus itu ditemukan tak bernyawa.
Ayah dua anak itu dinyatakan tewas akibat arsenik yang meracuni tubuhnya. Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang bekas pilot Garuda yang juga anggota Badan Intelijen Nasional (BIN), dituding menaruh arsenik di minuman Munir.
Pollycarpus kemudian divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di tingkat banding, Hakim menguatkan putusan tersebut. Kemudian Polly mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan ia divonis 2 tahun penjara.
Kejaksaan lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Pollycarpus akhirnya divonis bersalah dengan hukuman lebih berat menjadi 20 tahun. Tak terima dengan putusan itu, Polly pun mengajukan PK. Dalam amar putusan PK, Oktober 2013, MA menghukum Pollycarpus dengan 14 tahun penjara.
Munir sendiri banyak memperjuangkan kasus-kasus HAM sejak awal 1990-an. Namun, namanya menjulang tinggi saat mempersoalkan kasus penculikan aktivis mahasiswa pada awal 1998. Saat itu, pria kelahiran 8 Desember 1965 itu adalah Koordinator Kontras.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan video pilihan terkait Pollycarpus di bawah ini:
Bukti Baru Jadi Penentu
Pollycarpus sudah bebas murni, benarkah tak ada celah bagi pengungkapan kasus pembunuhan Munir?
Sekretaris Kabinet Pramono Anung berpendapat, masa tahanan Pollycarpus yang rampung menunjukkan proses hukum terhadap kasus Munir sudah berjalan.
"Ya dengan adanya hukuman Pollycarpus dan hukuman sudah selesai artinya kan proses hukum sudah berjalan," ujar Pramono di kantornya, Jakarta, Rabu 29 Agustus 2018. Dia menegaskan, pemerintah siap mengusut tuntas kasus Munir jika ditemukan bukti baru.
"Semua hal yang berkaitan dengan pelanggaran HAM kalau ditemukan fakta dan novum baru ya (pasti akan diusut)," kata Pramono.
Sementara, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras, Putri Kanesia mengatakan bebasnya Pollycarpus, bukan berarti kasus Munir selesai.
Menurut dia, perjuangan belum berhenti.
Pollycarpus, lanjut dia, hanyalah aktor lapangan dalam pembunuhan yang terjadi pada Selasa 7 September 2004.
"Negara masih memiliki kewajiban untuk menyelesaikan secara tuntas kasus kematian almarhum Munir, hingga kepada aktor-aktor utama di balik pembunuhannya," kata Putri Kanesia dalam konferensi pers di KontraS, Rabu.
Oleh karena itu, Kontras mendesak negara berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Munir. Ini dapat direalisasikan dengan membuka hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Munir.
"Presiden Joko Widodo diminta segera menyampaikan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir kepada publik. Dua, Presiden memerintahkan jajarannya untuk melanjutkan proses hukum terhadap kasus meninggalnya almarhum Munir berdasarkan fakta-fakta yang muncul dan belum terungkap dalam laporan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir," tutur Putri Kanesia.
Saat ini, Kontras tengah menyusun strategi baru untuk mengungkap otak pembunuhan Munir. Salah satunya, dengan mencari bukti baru untuk mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Mereka berharap bukti baru ini tersurat dalam laporan Tim Pencari Fakta Kasus Munir yang raib.
"Makanya kenapa penting untuk dokumen itu ditemukan. Karena siapa tahu itu kuncinya. Kan bukan berlebihan kita hanya menagih sesuai UU atau keppres. Itu saja," ujar Putri Kanesia.
Kontras juga akan akan mempelajari putusan sidang Komisi Informasi Pusat (KIP) sejak dari tingkat PTUN hingga kasasi.
"Kita mungkin akan lakukan semacam gelar perkara atau eksaminasi dari putusan tersebut untuk meihat apa yang salah dalam pertimbangan majelis hakim di MA. Sehingga memutus untuk menyatakan bahwa menolak permohonan kasasi kami," kata dia.
Tak Ada Misi Intelijen di Putusan Hakim
Pada putusannya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Pollycarpus bersalah dengan frasa "turut melakukan pembunuhan berencana" dan "turut melakukan pemalsuan surat".
Namun, tidak disebutkan terkait dengan operasi intelejen. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, operasi bisa berarti tindakan atau gerakan militer. Sementara, intelejen berarti orang yang bertugas mencari (mengamat-amati) seseorang; dinas rahasia.
Amar putusan hanya menyebut soal pembunuhan berencana yang turut dilakukan oleh Pollycarpus.
Sementara, pada dakwaan jaksa, Pollycarpus disebut melakukan pembunuhan berencana bersama mantan dua kru Garuda Indonesia Yeti Susmiarti dan Oedi Irianto.
Advertisement
Pollycarpus Janji Buka-bukaan, Maksudnya?
Rabu 29 Agustus 2018 pagi, Pollycarpus Budihari Prijanto muncul dengan senyum semringah di hadapan wartawan di Balai Pemasyarakatan Bandung, Kota Bandung. Hari itu, dia tengah mengurus administrasi pembebasannya.
Ya, dia bebas murni terhitung Rabu ini setelah ditahan sejak 13 November 2014.
Mantan terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib itu, mengaku lega setelah menuntaskan proses hukumnya. "Senang sekali, sudah tidak ada beban lagi. Sudah enggak adalah (beban)," kata Pollycarpus.
Dia mengaku ditahan selama 10 tahun. "Totalnya dua tahun sama delapan tahun," kata dia.
Ia bebas bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat (SKPB) yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM tanggal 13 November 2014. Sejak menjalani masa hukuman itu, Pollycarpus mengatakan selalu melapor ke Bapas.
Kepala Balai Pemasyarakatan Bandung Hardjani Pudji Astin menjelaskan, masa status bebas bersyarat Pollycarpus telah berakhir hari Rabu.
"Memang sudah sesuai prosedurnya bahwa Pollycarpus berakhir masa bimbingannya hari ini," jelas Hardjani.
Lalu setelah bebas, apa rencana Pollycarpus? Akankah dia menemui istri Munir?
Pollycarpus mengatakan kemungkinan bertemu dengan Suciwati pasti ada. Terutama bertemu secara tidak sengaja.
"Ya kalau mau ketemu siapa aja boleh. Kalau saya ngedatangin, saya keperluannya apa?" kata Pollycarpus di Balai Pemasyarakatan Bandung, Rabu (29/8/2018).
"Tapi kalau suddenly kita ketemu, semua adalah teman," ucapnya.
Saat ini, dia ingin fokus pada kariernya di dunia penerbangan yang kembali dirintis melalui PT Gatari. Dia menjelaskan, perusahaan itu tengah berencana mengakuisisi perusahaan penerbangan.
"Ada rencana untuk mendatangkan zerocopter sejenis helikopter ringan untuk keperluan seluruh daerah di Indonesia," ujar Pollycarpus.
Dia pun tidak berminat terjun ke dunia politik. "Yang ngajak sih banyak, cuma tenaga saya cuma satu. Ya teman-teman aja ngajakin di mana aja cuma saya enggak suka politik," tegasnya.
Pollycarpus sempat disebut-sebut bergabung dengan Partai Berkarya. Namanya masuk dalam kepengurusan partai besutan Tommy Soeharto itu.
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, lah yang mengungkap hal tersebut. Dia mengatakan Pollycarpus mendaftar menjadi anggota Partai Berkarya di DPD Tangerang.
Namun, Pollycarpus menampiknya.
Sementara itu, ketika ditanya apakah dirinya merasa dikorbankan dalam kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus menjawab tidak.
"Itu sih dari dulu, sudah-lah ya (kasus kematian Munir) mau diapain lagi, kita sudah jalani (hukuman). Saya juga bingung ya (dikorbankan). Jadi ya, ini garis tangan yang sudah saya jalani," ungkapnya.
Namun, bila kasus ini dibuka kembali, Pollycarpus mengatakan siap. "Siap, buka-bukaan. Oke aja," tutur dia.