Pemerintah dan BI Terus Berupaya Tekan Defisit Transaksi Berjalan

Menko Bidang Kemaritiman,Luhut Pandjaitan menuturkan, perang dagang jadi momen bersih-bersih dengan selektif impor dan genjot komoditas.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Agu 2018, 11:00 WIB
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan memberikan sambutan pada acara Deklarasi Said Aqil Siroj (SAS) Institute di Jakarta, Rabu,(1/8). SAS Institute sebuah organisasi simbol perjuangan gagasan Islam Nusantara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, perang dagang yang tengah terjadi saat ini harus dilihat dari sisi positif.

Sebab, akibat perang dagang tersebut Indonesia berpikir untuk lebih selektif  impor dan menggenjot ekspor komoditas. Luhut mengatakan, salah satu kebijakan yang segera diberlakukan untuk menekan impor yaitu pencampuran CPO ke solar sebanyak 20 persen (B20). Kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 1 September 2018.

"Trade war ini buat kita lakukan jadi bersih-bersih. Salah satunya kenapa dari dulu tidak fokus dengan biodiesel. Kalau nanti tanggal 1 diimplementasikan, petani (sawit) yang 1,1 juta orang itu akan lebih baik. Produksi kelapa sawit sebesar 36 juta, bisa 60 juta-70 juta ton per tahun karena ada program replanting," ujar dia di Yogyakarta, Kamis (30/8/2018).

Selain menekan impor, lanjut dia, kebijakan ini juga akan memperbaiki harga jual CPO Indonesia. Jika saat ini CPO dihargai USD 350 per ton, diprediksi bisa naik hingga dua kali lipat.

"Ini bisa naik dari USD 350, kemudian USD 600 ke USD 750. Dari mengurangi impor minyak mentah dengan biodiesel, kita bisa hemat USD 2 miliar, tahun depan USD 8 miliar. Tahun ini kita ganti 1,2 juta ton, tahun depan  6 juta ton," kata dia.

Tak hanya itu, lanjut Luhut, saat ini pemerintah bersama BI juga terus berupaya menekan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD). Oleh sebab itu, berharap segala upaya yang tengah dilakukan pemerintah ini mendapatkan dukungan dari masyarakat dan pengusaha.

"Dari penanganan CAD, tahun lalu kita USD 17 miliar dari PDB, tahun ini mungkin USD 25 miliar. Tapi tahun depan mungkin hampir tidak ada, jadi nol. Menteri keuangan pengen turun di bawah 1 persen dan positif dalam beberapa tahun ke depan. Jadi kalau ada yang nyinyir, saya juga tidak mengerti," ujar dia.

 

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 


Sektor Pariwisata Jadi Jalan Cepat Turunkan Defisit Transaksi Berjalan

Suasana kawasan wisata Pantai Amed di Bali, Selasa (5/12). Erupsi Gunung Agung membuat sektor pariwisata di Pulau Dewata, terutama wilayah Amed sepi dari wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan pariwisata bisa menjadi sektor yang paling cepat menurunkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Sebab, selain menciptakan lapangan kerja dan menumbuhkan kegiatan usaha, pariwisata juga mampu menghasilkan devisa dengan cepat.

Gubernur Bank Indonesia (BI,) Perry Warjiyo mengatakan, sebenarnya asalkan tidak melebihi tiga persen dari produk domestik bruto, CAD juga merupakan hal yang tidak perlu dikhawatirkan.

"Untuk Indonesia, sepanjang tidak melebihi 3 persen dari PDB itu masih aman. Kemarin memang di kuartal I 2018 2,1 persen dan kuartal II 3 persen dari PDB," ujar dia di Yogyakarta, Kamis 30 Agustus 2018.

Namun demikian, lanjut dia, BI dan pemerintah tetap ingin agar CAD ini menurun, bahkan hingga transaksi berjalan bisa surplus. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan, salah satunya dengan B20 untuk menekan impor BBM.

"Kita ingin turunkan lebih cepat, lebih aman, karena kondisi global sekarang tidak stabil. Makan ya sejumlah langkah konkret sedang dan akan dilakukan, seperti B20 yang hanya kurangi impor tapi ekspor minyak sawit juga didorong. Tahun ini mengurangin impor BBM bisa hemat USD 2,2 miliar. Oleh kerana itu CAD akan lebih turun dan aman," kata dia.

Namun demikian, kata Perry, agar CAD bisa turun dengan cepat, pengembangan sektor pariwisataharus segera didorong. Ini telah dibuktikan oleh Thailand di mana negara tersebut tidak pernah mengalami defisit pada transaksi berjalannya lantaran sektor pariwisatanya mampu menyumbang devisa yang besar.

‎"Kenapa pariwisata kita harus genjot? Saya bandingkan dengan Thailand itu 2017 devisa dari pariwisatanya USD 62 miliar. Oleh karena itu kenapa mereka suplus CAD USD 48,1 miliar, karena dari pariwisata. Itu kenapa kita genjot (pariwisata) karenanya itu bisa cepat turunkan CAD dan ke depan mengarah ke nol," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya