Liputan6.com, Yogyakarta - Industri makanan dan minuman menjadi salah satu sektor industri prioritas dalam memasuki era revolusi industri ke-4 atau industry 4.0. Penerapan industry 4.0 ini diharapkan mampu meningkatkan ekspor produk makanan dan minuman secara signifikan.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim mengatakan, saat ini 30 persen industri makanan dan minuman telah menerapkan industry 3.0.
Advertisement
"Beberapa industri besar telah menerapkan industry 4.0 di beberapa bagian lini industri," ujar dia di Yogyakarta, Kamis (30/8/2018).
Menurut dia, implementasi dari industry 4.0 ini diperkirakan mampu meningkatkan pertumbuhan industri makanan dan minuman. Dengan demikian, pada 2025, ekspor produk industri ini meningkat hingga 4 kali lipat.
"Peningkatan juga terjadi pada nilai tambah, denan target sebesar 5 kali," kata dia.
Rochim menjelaskan, dalam menyongsong era industri ke-4 ini, pihaknya telah menyusun target di industri makanan dan minunam hingga 2030, dengan sejumlah tahapan.
Pada 2021, penerapan industry 4.0 diharapkan akan mengurangi ketergantungan impor produk pertanian dan manufacturing makanan dan minuman, seperti beras, ayam, gula, makanan laut olahan, coklat, tepung kanji serta buah dan sayur olahan.
"Juga meningkatkan net ekspor sebesar 50 persen," jelas dia.
Kemudian pada 2025, menjadi pemimpin di industri makanan dan minuman untuk makanan kemasan sederhana hingga medium di tingkat ASEAN. Produk yang akan disasar yaitu air minum dalam kemasan, mi, teh siap saji dan kopi.
"Kita menjadi powerhouse makanan dan minuman di ASEAN," ungkap dia.
Sementara pada 2030, Indonesia ditargetkan menjadi pemain terbesar di industri makanan dan minuman untuk pproduk makanan kemasan modern. Fokus produknya yaitu makanan bayi, makanan siap saji kemasan dan suplemen. "Kita menjadi 5 besar eksportir makanan dan minuman global," tandas dia.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Target yang Ingin Dicapai RI dalam Era Revolusi Industri ke-4
Pemerintah telah meluncurkan peta jalan (roadmap) terkait revolusi industri ke-4 atau industry 4.0. Roadmap dengan nama Making Indonesia 4.0 ini diluncurkan pada 4 April 2018 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam revolusi industri ke-4, terjadi konektivitas antara manusia, mesin dan data. Implementasi Industry 4.0 mampu meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, dan perluasan pasar bagi industri nasional. Namun, peluang yang ditimbulkan tersebut perlu membutuhkan keselarasan dengan perkembangan teknologi dan seperangkat keterampilan baru.
"Indonesia melihat dari negara-negara lain. Ini dimulai dari Jerman, mereka memperkenalkan Industry 4.0, itu 4-5 tahun lalu. Kemudian negara-negara Asia lain mengadopsi. Misalnya India mempunyai Make in India, Thailand punya Thailand 4.0. Oleh karena itu, melihat perkembangan yang ada, Indonesia memilih Making Indonesia 4.0," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Senin (28/5/2018).
Making Indonesia 4.0 akan meningkatkan PDB secara signifikan, kontribusi manufaktur dan menciptakan lapangan kerja. Dari sisi PDB, peningkatan pertumbuhan PDB riil diperkirakan akan naik dari 5 persen menjadi 6-7 persen pada periode 2018-2030.
Kemudian, jumlah lapangan kerja akan naik dari 20 juta menjadi 30 juta lapangan kerja pada 2030. Kontribusi manufaktur terhadap PDB juga akan meningkat dari 16 persen menjadi 25 persen pada 2030.
"Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transfomasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama," kata dia.
Salah satu target yang ingin dicapai melalui Making Indonesia 4.0 adalah Indonesia masuk dalam 10 ekonomi terbesar dunia pada 2030. Ini ditandai dengan, pertama, 10 persen kontribusi ekspor terhadap PDB. Hal tersebut akan mengembalikan posisi ekspor netto ke level Indonesia seperti pada 2000.
Kedua, peningkatan produktivitas sebanyak dua kali terhadap biaya. Ini serupa dengan apa yang dilakukan India dengan meningkatkan produksi melalui pengelolaan biaya.
Ketiga, alokasi anggaran untuk riset dan pengembangan atau Research and Development (R&D) meningkat menjadi 2 persen terhadap PDB. Hal ini akan membangun kemampuan inovasi lokal dan tingkat Indonesia akan setara dengan China dalam hal R&D.
Era revolusi industri ke-4 juga berdampak, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap ekonomi Indonesia. Dampak langsungnya berupa revitalisasi di sektor manufaktur.
Sedangkan dampak tidak langsungnya, yaitu meningkatnya kekuatan keuangan negara, peningkatan belanja negara, serta peningkatan investasi dan pasar tenaga kerja yang lebih baik.
Ada lima sektor industri yang menjadi fokus pemerintah dalam penerapan revolusi industri ke-4 ini. Pertama, industri makanan dan minuman dengan target menuju kekuatan besar di ASEAN. Kedua, industri tekstil dan busana guna menuju target menjadi produsen functional clothing terkemuka.
Ketiga, industri otomotif dengan sasaran menjadi pemain terkemuka dalam ekspor kendaraan berjenis mesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) dan kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Keempat, industri kimia di mana targetnya menjadikan Indonesia sebagai pemain unggul di industri biokimia. Dan kelima, industri elektronik yang akan mengembangkan kemampuan pelaku industri domestik.
"Sektor industri kita ada 84, tetapi yang bisa mengikuti industri digital ini hanya baru lima sektor unggulan. Sektor-sektor ini berkontribusi terhadap lebih dari 60 persen manufaktur GDP Indonesia, 60 persen ekspor, dan 60 persen tenaga manusia bekerja di situ," ucap dia.
Advertisement