Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, hari ini diajak Menteri BUMN Rini Soemarno untuk merasakan LRT Palembang.
Dari pengalamannya, Tulus memiliki beberapa catatan terkait operasional LRT tersebut. Apa saja itu?
"Pertama, Depo LRT belum mempunyai peralatan yang cukup, seperti lifting (untuk menarik gerbong), dll. Bagaimana mungkin sebuah depo tidak mempunyai peralatan yang cukup?," kata Tulus kepada wartawan, Kamis (30/8/2018).
Baca Juga
Advertisement
Kedua, sebagai penumpang, Tulus juga masih meyayangkan kencangnya bunyi rem LRT ketika akan berhenti di Stasiun. Hal ini dinilai cukup menganggu para penumpang LRT Palembang.
Ketiga, menurutnya, pengeras suara di dalam kabin kereta, tidak terlalu di jelas di dengar. Sehingga informasi tentang pemberhentian di stasiun tidak jelas terdengar oleh penumpang. "Apalagi kalah oleh suara derit rem, dan suara brisik kereta," tegasnya.
Keempat, sedikit membandingkan dengan KRL Jabodetabek, di dalam kabin kereta belum ada peta perjalanan secara komplit, sebagaimana peta perjalanan di KRL.
Dan kelima, jembatan penyeberangan orang di stasiun Jakabaring dinilai terlalu panjang. "Ini bisa mengakibatkan calon konsumen mengurungkan niat naik KRL. Apalagi karakter orang Indonesia malas jalan kaki," pungkasnya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Tiru Negara Lain, Warga Diminta Lebih Bijak Tanggapi Mogoknya LRT Palembang
Masyarakat diminta untuk tidak terus mengeluh bahkan hingga mencela Light Rail Transit atau LRT Palembang yang sempat tiga kali mogok. Sebab, sikap masyarakat seperti ini justru akan membuat citra yang buruk terhadap sektor transportasi Indonesia di mata dunia.
Pengamat Ekonomi Univesitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali mengatakan, kegagalan semacam ini bukan hanya terjadi Indonesia, tetapi juga di negara lain. Sebagai contoh, Bandara Denver di Amerika Serikat yang sempat mengalami kebocoran. Namun masyarakat tetap memberikan dukungan agar bandara tersebut diperbaiki.
"Airport Denver begitu dioperasikan bocor di mana-mana. Tapi rakyatnya beri kesempatan bagi operator untuk perbaiki dan kini lumayan juga. Airport Swarnabumi Thailand runway-nya patah saat pertama dioperasikan. Tapi turisnya balik lagi karena rakyatnya tidak heboh," ujar dia di Jakarta, Minggu (19/8/2018).
Hal serupa juga pernah dialami oleh negara lain seperti China dan Korea Selatan dalam mengembangkan sektor otomotifnya. Sebagai contoh, Jepang yang dulu memulai ekspor mobil berupa bemo yang bising dan berbahan kaleng sehingga disebut dengan istilah sandal jepit buatan Jepang.
Namun kini mobil Jepang unggul dibandingkan mobil buatan negara lain karena diberikan kesempatan untuk berkembang dan mendapatkan dukungan dari masyarakatnya.
"Korea juga masuk ke sini via mobnas, Kia (Timor) dan banyak ditertawakan sebagai mobil Korea yang low quality. Kini Korea menjadi produsen otomotif yang disegani dunia. Motor-motor buatan Tiongkok yang masuk kesini dulu juga dikenal banyak masalah. Tangkinya banyak bocor dan seterusnya," ungkap dia.
Oleh sebab itu, Rhenald berharap masyarakat tidak terus menerus mengeluh soal mogoknya LRT Palembang. Masyarakat harusnya bangga karena LRT tersebut diproduksi sendiri oleh anak bangsa yaitu PT Inka.
"Baru saja mogok tiga kali kita sudah mencaci maki LRT buatan bangsa sendiri yang cost-nya 40 persen lebih murah dari LRT buatan Korea? Ini mungkin kurang wise. Semoga kita bukan tengah mendesak negara agar impor saja buatan asing dan jangan beri kesempatan pada karya anak negeri," tandas dia.
Advertisement