Sri Mulyani Mulai Waspada Rupiah yang Menembus 14.700 per USD

Posisi Rupiah semakin jauh meninggalkan target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar 13.400 per USD.

oleh Merdeka.com diperbarui 31 Agu 2018, 11:44 WIB
Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). (Merdeka.com/Arie Basuki)
Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan terus mewaspadai fluktuasi nilai tukar Rupiah yang telah menembus angka Rp 14.700 per Dolar Amerika Serikat (AS).
 
Angka ini semakin jauh meninggalkan target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar Rp 13.400 per USD. 
 
"Ya kami akan awasi dan waspadai," ujar Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
 
Sebelumnya, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat terus melemah dalam beberapa bulan terakhir. Hari ini, Rupiah tercatat melemah menjadi Rp 14.734 per USD. Pelemahan ini terparah sejak awal tahun. 
 
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, pelemahan nilai tukar ini dipicu krisis Turki dan krisis Argentina. Selain itu, rencana kenaikan suku bunga The Fed juga turut membuat Rupiah terkapar. 
 
"Karena tekanan global dari kenaikan Fed rate meningkat, perang dagang AS China, dan ketidakpastian harga minyak mentah. Saat ini krisis di Turki dan Argentina jadi bara api yang menjalar secara sistemik ke negara berkembang," ujar Bhima kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (30/8/2018). 
 
Bhima mengatakan, pelemahan Rupiah dalam jangka panjang akan berpengaruh kepada daya beli masyarakat. Sebab biaya impor meningkat sehingga harus dibebankan kepada harga jual ke konsumen. 
 
"Dampaknya kalau rupiah terus merosot akan membuat daya beli masyarakat anjlok karena biaya impor pangan naik dan kenaikan harga jualnya dibebankan ke masyarakat," jelasnya. 
 
Sementara itu, bagi industri manufaktur biaya produksi dan beban utang luar negeri semakin menjerat. Potensi gagal bayar utang swasta bisa memperparah stabilitas sektor keuangan.
 
"Dari sisi domestik konsumsi rumah tangga melambat, defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan naik. 
 
Permintaan dolar untuk pembiayaan bunga dan cicilan pokok utang swasta dan pemerintah juga memberatkan rupiah," kata Bhima. 
 
Reporter: Anggun P. Situmorang
 
Sumber: Merdeka.com 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 


Rupiah Tembus 14.700 per Dolar AS Tak Berdampak Besar ke Industri

Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) menembus 14.700 per USD pada Kamis sore (30/8/2018). Sebelumnya, Rupiah sempat berada di level Rp 14.658 per USD pada pagi hari, atau melemah tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 14.645 per USD.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Muhdori mengatakan, melemahnya mata uang Garuda ini tentu saja berdampak pada sektor industri yang menggunakan bahan baku dari impor. Namun, dampak tersebut dinilai tidak terlalu besar.

“Tentu ada ya bagi industri yang memang dominan menggunakan bahan baku impor itu sedikit terganggu cast flow-nya,” kata Muhdori di sela-sela workshop Pendalaman Kebijakan Industri dengan Wartawan di Yogyakarta, Kamis (30/8/2018).

“Tetapi optimisme dari pengguna dolar itu kan hasil produknya untuk ekspor pasti dia akan menerima dolar lagi,” tambah dia.

Guna mengantisipasi dampak kenaikan mata uang Paman Sam tersebut, pihaknya mendorong para pelaku usaha agar tidak mengimpor semua bahan baku. Namun lebij banyak menggunakan bahan baku dalam negeri.

“Nah kalau (bahan baku) di dalam negeri ada kan bisa memanfaatkan bahan baku dalam negeri. Fasilitas dalam negeri juga ada,” tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya