Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) tengah menyiapkan berbagai cara agar dapat menarik devisa hasil ekspor (DHE) ke Indonesia di antaranya merelaksasi transaksi swap lindung nilai.
Jika kebijakan ini tak cukup efektif, pemerintah berencana menerapkan sanksi berupa pelarangan ekspor bagi pengusaha.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya masih melihat sejauh mana efektivitas kebijakan yang telah diterapkan Bank Indonesia (BI) dan seluruh kementerian terkait untuk menarik DHE. Dia menuturkan, sebelum sanksi diberikan, masih ada tahap-tahap yang harus dilakukan.
Baca Juga
Advertisement
"Nanti kami lihat koordinasi yang sudah dibentuk pada rapat terakhir antara BI, Kemenkeu, Kemenko Perekonomian, Kemenperin, Kemendag. Jadi kami masih lakukan beberapa tahap lagi," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah akan terus memastikan devisa hasil ekspor masuk seluruhnya ke dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk menjaga neraca pembayaran.
"Pokoknya kami akan membuat supaya neraca pembayarannya, terutama transaksi perdagangan dan current account jadi lebih baik," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Aturan Baru BI
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan baru mengenai relaksasi transaksi swap lindung nilai (swap hedging). Relaksasi tersebut diharapkan dapat menurunkan swap rate, yaitu kesepakatan antara dua pihak untuk melakukan pertukaran seri atau rangkaian pembayaran interest secara fixed dalam satu mata uang yang sama.
Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Susiwijono berharap penurunan swap rate ini dapat mendorong pelaku usaha membawa seluruh davisa hasil ekspornya ke dalam negeri. Untuk melihat efektivitas penurunan swap rate terhadap pemasukan devisa ekspor, pemerintah akan melalukan evaluasi.
"Dengan Bank Indonesia menurunkan swap rate-nya, mestinya lumayan efektif. Cuma kita akan evaluasi lagi. Kadang kan, perbandingan sedikit pun dengan diturunkan setinggi itu kan masih ada selisih dari sisi bisnis," ujar Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Susi mengatakan, jika nantinya kebijakan bank sentral ini belum efektif menarik devisa hasil ekspor masuk ke dalam negeri, pemerintah akan melakukan langkah lain. Langkah lain tersebut antara lain pelarangan aktivitas ekspor seperti yang pernah dilakukan pada 2011 lalu.
"Maka kita nanti apakah dengan instrumen lain atau mendorong enforcement. Dulu kan tahun 2011 itu kita untuk mendorong enforcement, mendorong mereka memasukkan DHE kan kita memakai pendekatan kalau tidak comply dengan DHE bisa diblok ekspornya, misalnya gitu," jelasnya.
"Artinya instrumen itu akan coba kita ini kan, apakah betul betul dengan penurunan nilai rate swap kemarin, kita belum evaluasi efektivitas nya. Kan BI yang punya datanya. Saya melihat, jika belum tidak terlaku efektif seperti di 2011, itu kan bisa digunakan pemenuhan ketentuan di instansi lain itu pakai bea cukai bisa jadikan dasar untuk melayani atau tidak melayani ekspor," kata dia lagi.
Susi menambahkan, pelarangan dengan mencekal ekspor pada 2011 cukup ampuh membuat pengusaha membawa DHE nya ke dalam negeri.
"Dulu sangat efektif. Dulu tingkat complience (kepatuhannya) kan sudah sangat tinggi. Sekarang saya enggak tahu angkanya. Tapi kemarin katanya 80 - 85 persen. Artinya mungkin, tetap segitu tapi kan problemnya bukan hanya DHE nya masuk atau tidak tapi ditukar atau tidak kan," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement