Akibat Penjualan Bebas Senjata Api 3D, Pria Ini Ancam Kampus di AS

Pemuda berusia 23 tahun tersebut memanfaatkan penjualan bebas senjata api cetak 3D untuk mengancam sebuah kampus di Utah, Amerika Serikat.

oleh Afra Augesti diperbarui 31 Agu 2018, 15:09 WIB
Tersangka pengancam sebuah sekolah di Utah, James David West. (Foto: Kepolisian Salt Lake County)

Liputan6.com, Salt Lake City - Seorang pemuda di negara bagian Utah, Amerika Serikat,  menghadapi tuntutan kriminal karena penggunaan senjata api cetak 3D. Polisi menyebut bahwa ia telah mengancam untuk melakukan penembakan massal di sebuah kampus.

Pelaku yang bernama Austin James David West itu dituduh membuat ancaman kekerasan, yang merupakan kejahatan Kelas B. Sesuai hukuman yang berlaku di negara bagian tersebut, maka pemuda berusia 23 tahun ini tercancam hukuman hingga enam bulan penjara dan denda maksimum 1000 dolar AS (Rp Rp 14,8 miliar).

Saat diinterogasi polisi, West mengaku ingin menggunakan senjata api cetak 3D secara khusus, sebab senjata jenis ini tidak dapat dilacak (tidak memerlukan pemeriksaan ketat dan umumnya tidak menampilkan nomor senjata), menurut Deseret News, Kamis 30 Agustus 2018.

Berita penangkapan West muncul di tengah kekhawatiran masyarakat terkait beredarnya modul pembuatan senjata api cetak 3D secara online. Lembaga pengawas senjata dan pejabat negara di Amerika Serikat mengklaim telah berupaya untuk menghentikan Cody Wilson --perancang blueprint (cetak biru) perangkat lunak senjata api cetak 3D-- untuk mengedarkan modul tersebut ke publik.

Dalam surat perintah penggeledahan, polisi mengutip percakapan West dengan seorang teman yang mendiskusikan niatnya untuk menyerang kampus Broadview Entertainment Arts University di Salt Lake City, Utah.

"Pesan teks yang dikirim oleh tersangka berisi rencana untuk membunuh orang-orang dengan senjata api cetak 3D. Percakapan itu berisi foto-foto lelaki yang diambil dari rekaman video. Ia memegang senapan sambil berdiri di depan laki-laki lain yang tergeletak di tanah," bunyi pernyataan itu.

Polisi dilaporkan melayangkan surat perintah penangkapan West di rumah orangtuanya pada 8 Agustus, di mana West juga tinggal di sana, dan menyita mesin cetak 3D.

Media lokal menulis, mesin cetak 3D masih belum cukup canggih untuk menghasilkan senjata yang berfungsi seperti senapan api.

Meskipun demikian, aparat penegak hukum telah menduga sebelumnya bahwa "akan ada kelompok atau orang yang menyalahgunakan senjata api cetak 3D", setelah cetak birunya beredar luas di pasaran AS.

Pada awal Agustus ini, Jaksa Agung Jeff Sessions berjanji untuk menangkap individu yang memproduksi senjata api cetak 3D.

"Kami tidak akan menghindar dari hukum yang berlaku saat ini dan akan mengambil tindakan tegas untuk memastikan siapa saja yang dengan sengaja membuat senjata api plastik, akan dituntut hukuman semaksimal mungkin," aku Jeff.

Pada hari Senin, seorang hakim federal di Seattle melarang Wilson untuk mengunggah blueprint senapan api cetak 3D secara online. Tetapi esok harinya, Selasa, Wilson berhasil menemukan celah dan menjual blueprint tersebut secara eksklusif untuk masyarakat Amerika.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Warga Ketar-Ketir

Senapan api (senpi) 3D yang disebut Liberator bersandar di meja perusahaan asal Texas, Defense Distributed, Rabu (1/8). Hakim federal di Seattle memblokir sementara akses unduhan cetak biru senjata api yang dapat dicetak dengan print 3D ini. (AP/Eric Gay)

Sebuah firma di negara bagian Texas telah memroduksi dan menjual modul pembuatan senjata dengan mesin cetak 3D (3D printer) bagi publik AS yang berminat, meski pengadilan sudah mengeluarkan putusan yang melarang hal tersebut.

Cody Wilson, pemilik firma Defense Distributed yang berbasis di Austin, dalam konferensi pers mengatakan mulai menjual modul itu pada Selasa 28 Agustus 2018 pagi dan sudah mendapat hampir 400 pesanan, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis 30 Agustus 2018.

Ia mengatakan pelanggannya bisa menentukan harganya sendiri dan ia akan menjual modul itu paling murah seharga satu penny AS atau sekitar Rp 1.500 bagi siapa saja di Amerika yang menginginkannya.

Wilson berbicara sehari setelah seorang hakim federal melarangnya merilis modul pembuatan senjata dengan mesin cetak 3D secara online, sampai gugatan terhadapnya diselesaikan.

Sembilan belas negara bagian dan District of Columbia ingin penyelesaian yang dicapai Kementerian Luar Negeri dengan Defense Distributed dihentikan, setelah Kemlu AS mencabut modul pembuatan senjata dengan mesin ceta 3D itu dari daftar senjata atau data teknis yang tidak diizinkan untuk diekspor.

Negara-negara bagian berpendapat bahwa senjata yang dibuat dengan mesin cetak 3D tersebut --yang umumnya terbuat dari plastik-- akan membuatnya tak terdeteksi, menimbulkan risiko keamanan, serta mungkin bisa dimiliki oleh penjahat atau teroris.

Tapi Cody Wilson, pemilik firma Defense Distributed tetap menjual modul tersebut, meskipun ia tidak bisa mengunggah di internet secara bebas, untuk pendistribusian yang luas karena dilarang pengadilan.

Jaksa Agung Negara Bagian Washington, Bob Ferguson, yang kantornya mengawasi gugatan federal, mengatakan bahwa putusan hakim federal menjadikan tindakan terakhir Wilson --yang menjual modul tersebut-- sebagai sebuah aksi ilegal melanggar hukum.

"Karena gugatan kami, maka sekali lagi mengunggah dokumen ata modul pembuatan senjata yang bisa diunduh di internet adalah ilegal. Saya yakin pemerintah federal akan menahan Cody Wilson, seorang yang menyebut dirinya 'anarkis kripto' agar diadili" kata Ferguson.

"Jika tidak, Presiden Trump akan bertanggung jawab atas siapa saja yang cedera atau tewas karena senjata-senjata ini".

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya