Emiten Sambut Baik Perluasan Penggunaan Biodiesel 20 Persen

Perluasan penggunaan bahan bakar biodiesel (B20) uakan resmi diberlakukan mulai Sabtu, 1 September 2019.

oleh Bawono Yadika diperbarui 01 Sep 2018, 16:00 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit

Liputan6.com, Jakarta - Perluasan penggunaan bahan bakar biodiesel 20 persen (B20) untuk non public service obligation akan resmi diberlakukan mulai Sabtu, 1 September 2019. Kebijakan ini dipandang sebagai upaya pemerintah mengurangi defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD).

Meski banyak respons yang mempertanyakan bahan campuran minyak kelapa sawit 20 persen tersebut, pelaku industri dari emiten perkebunan, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mengaku mendukung program pemerintah, terutama melihat manfaatnya pada aspek ketenagakerjaan.

"Akan ada banyak pihak yang diuntungkan, terutama dari negara kita sendiri di mana bisa saving impor dari BBM. Dan ini juga kesempatan untuk menopang nilai tukar rupiah yang sekarang lagi melemah," tutur Head of Investor Relation PT Sampoerna Agro Tbk, Michael Kusuma kepada Liputan6.com, seperti ditulis Sabtu (1/9/2018).

Dari segi industri, menurut Michael, tentu akan mensokong pertumbuhan komoditas kelapa sawit di dalam negeri.

"Industri berdampak besar, permintaan dari negara-negara konsumen sawit yang besar di dunia seperti India sudah mulai berkurang. Sementara yang kelebihan pasokan bisa dibantu serap dalam negeri," ujar dia.

"Industri sawit enggak hanya memberikan pemasukan negara melalui ekspor ke negara lain yaitu devisa tapi juga memberikan tenaga kerja karena ini industri padat karya," kata dia.

Selain itu, ia juga menjelaskan kepemilikan lahan sawit nusantara didominasi oleh masyarakat sehingga memberikan dampak positif kepada pelaku usaha. 

"Kurang lebih setengah perluasan perkebunan kelapa sawit kan dimiliki oleh rakyat sekitar 12-13 juta hektar di nusantara seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi pada umumnya, lebih dari 50 persen dikelola masyarakat. Jadi pasti menguntungkan industri sawit dan negara," ujar dia..

Sementara itu, perusahaan pertambangan pelat merah yakni manajemen PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengaku akan menyesuaikan terhadap infrastruktur perusahaan untuk memaksimalkan penggunaan biodiesel 20 persen.

"Pasti membutuhkan persiapan yang matang dalam kesiapan infrastruktur atau mesinya, karena kita harus adjust lagi, apalagi 20 persen ini cukup besar, dan pasti ada tambahan biaya untuk ini cuma nilainya masih kita perhitungkan," ujar Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk, Suherman.

"Tapi kita intinya setuju dan mendukung program pemerintah. Cuma dari perusahaan masih akan kami kaji lagi dan enggak bisa serempak langsung diterapkan karena kan peralatanya juga musti disiapkan," pungkas Suherman.

 

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 


Pemerintah Resmi Luncurkan Perluasan Penggunaan B20

Peluncuran perluasan penerapan Biodiesel 20 persen (Foto:Liputan6.com/Ilyas I)

Pemerintah resmi meluncurkan perluasan penggunaan biodisel 20 persen (B20) untuk Public Service Obligation (PSO) dan non PSO.

Dengan demikian, mulai besok 1 September 2018 PT Pertamina (Persero) dan badan usaha lainnya tak lagi memasarkan solar tanpa dicampur kelapa sawit. 

"Sejak besok tidak ada lagi B0 (solar tanpa kelapa sawit). Jadi jangan sampai dibilang ini impor lama solarnya. Enggak peduli. Pokoknya mulai besok campur dia," ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution usai meluncurkan perluasan B20 di Kantornya, Jakarta, Jumat 31 Agustus 2018.

Darmin mengatakan, optimalisasi dan perluasan pemanfaatan B20 ini, diperkirakan terdapat penghematan sekitar USD 2 miliar pada sisa 4 (empat) bulan terakhir tahun 2018. Hal ini tentu akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional.

"Kewajiban pencampuran bahan bakar solar dengan B20 telah dimulai tahun 2016, namun penerapannya belum optimal. Maka, acara ini diharapkan menjadi titik tolak pemanfaatan biodiesel 20% di semua sektor secara menyeluruh," ujar dia. 

Adapun mekanisme pencampuran B20 akan melibatkan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) yang menyediakan solar, dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) yang memasok FAME (Fatty Acid Methyl Esters) yang bersumber dari CPO (Crude Palm Oil). 

"Apabila Badan Usaha BBM tidak melakukan pencampuran, dan Badan Usaha BBN tidak dapat memberikan suplai FAME ke BU BBM akan dikenakan denda yang cukup berat, yaitu Rp 6.000 per liter," ujar Darmin. 

Beberapa pengecualian dapat diberlakukan terutama terhadap pembangkit listrik yang menggunakan turbine aeroderivative, alat utama sistem senjata (alutsista), serta perusahaan tambang Freeport yang berlokasi di ketinggian. Terhadap pengecualian tersebut digunakan B0 setara Pertadex.

Pemerintah juga akan terus mengupayakan perbaikan teknologi, infrastruktur, serta penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia) produk biodiesel.

Selain itu, dalam rangka menunjang pelaksanaan B20, BPDP KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) telah memperkenalkan Call Center 14036, yang memberikan layanan customer care terhadap penggunaan B20 sehingga apabila terdapat keluhan B20 maka dapat disampaikan ke nomor tersebut.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya