AS Bebaskan 19 Produk Baja RI dari Tarif Impor 25 Persen

Kemendag terus mengimbau eksportir baja dan aluminium Indonesia agar mendorong mitra mereka di AS.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Sep 2018, 14:30 WIB
Seorang pekerja mengenakan pakaian pelindung membuat baja di Salzgitter, Jerman (22/3). Di pabrik ini, pasir besi bisa diolah menjadi baja dengan lapisan yang kuat. (AP Photo / Markus Schreiber)

Liputan6.com, Jakarta Diplomasi ekonomi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) membuahkan hasil menggembirakan. Pemerintah AS memberikan pengecualian terhadap 19 produk baja jenis carbon and alloy dan stainless steel (baja tahan karat) dari tarif impor baja sebesar 25 persen (US Global Tariff).

Keputusan ini dikeluarkan pada 2 Agustus 2018 setelah sebelumnya Indonesia juga memperoleh pengecualian untuk 142 permohonan produk baja Carbon and Alloy dengan total volume sebesar lebih dari 7.211 ton dan 1 permohonan Alumunium Sheet sebesar 1.680 ton.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan pengecualian ini merupakan hasil konkret dari upaya pemerintah Indonesia yang bersinergi bersama eksportir baja dan aluminium untuk memperoleh pengecualian atas pengenaan tarif impor oleh AS sebesar 25 persen untuk produk baja dan 10 persen produk aluminium.

"Masih terdapat 12 permohonan pengecualian produk baja Indonesia dengan kuantitas lebih dari 336.688 ton dan 276 permohonan pengecualian produk aluminium Indonesia dengan kuantitas lebih dari 367.351 ton yang belum mendapatkan putusan dari Pemerintah AS," ujar dia di Jakarta, Senin (3/9/2018).

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati menyatakan, atas keberhasilan awal ini, pemerintah Indonesia akan terus melakukan komunikasi intensif dengan AS.

“Upaya pendekatan langsung kepada negara mitra dagang seperti AS ini sangat penting untuk dijaga momentumnya, terutama di tengah kondisi perang dagang seperti ini,” kata ‎dia.

Pradnyawati menambahkan, Kemendag terus mengimbau eksportir baja dan aluminium Indonesia agar mendorong mitra mereka di AS guna memanfaatkan momentum pascakunjungan kerja Mendag Enggar ke AS dengan mengajukan pengecualian pada produk mereka.

Selain itu, Kemendag juga terus memantau dan mengingatkan AS mengenai permohonan pengecualian terhadap produk baja dan aluminium Indonesia lainnya yang sedang dalam proses.

 


Data

Seorang pekerja mengenakan pakaian pelindung mengambil cairan untuk membuat baja di Salzgitter, Jerman (22/3). Baja dibuat‎ dari hasil peleburan pasir besi, batu bara dan kapur dengan suhu di atas 1.000 derajat celciu‎s. (AP Photo / Markus Schreiber)

Berdasarkan BPS, ekspor baja Indonesia ke AS pada Januari-Juni 2018 mencapai USD 139 juta, meningkat 78 persen dari periode sama di tahun 2017.

Sedangkan ekspor aluminium Indonesia ke AS pada Januari-Juni 2018 sebesar USD 147 juta, atau naik 47 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017.

Sebelumnya pada 23 Maret 2018, Presiden AS menaikkan tarif impor produk baja dan alumunium, masing-masing menjadi sebesar 25 persen dan 10 persen setelah sebelumnya menerapkan kebijakan tarif 0 persen (duty free).

Dasar kenaikan tarif tersebut adalah hasil penyelidikan Kementerian Perdagangan AS (US Department of Commerce) yang dilaksanakan atas mandat Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962, di mana ditemukan adanya ancaman terhadap keamanan nasional dari impor baja dan aluminium ke AS dari seluruh negara di seluruh dunia, kecuali Australia.

Sebelum melakukan pendekatan langsung di tingkat menteri, pemerintah Indonesia telah terlebih dahulu melakukan upaya agar Indonesia dikecualikan dari kenaikan tarif. Upaya tersebut dilakukan oleh Kemendag melalui permintaan tertulis‎‎.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya