Tekad Hidup Rukun dalam Tradisi 'Seren Taun' ala Sunda Wiwitan

Upacara adat Seren Taun gambaran wujud persatuan dan kesatuan ditengah keberagamaan yang ada di Desa Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

oleh Panji Prayitno diperbarui 04 Sep 2018, 06:30 WIB
Seren Taun upacara adat Sunda Wiwitan Kabupaten Kuningan Jawa Barat. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Liputan6.com, Kuningan - Puluhan alat penumbuk padi atau lesung berjejer dekat dengan Gedung Paseban Tri Panca Tunggal, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Senin (3/9/2018). Hampir seluruh hasil bumi yang ditanam masyarakat adat Cigugur disajikan.

Upacara adat Seren Taun berjalan khidmat, seluruh masyarakat adat Cigugur turut merayakan ritual yang digelar secara turun temurun itu. Seperti diketahui, upacara adat tersebut merupakan bentuk ucapan syukur masyarakat Sunda Wiwitan setiap tahunnya.

"Ini merupakan sebuah puncak rasa syukur masyarakat agraris Sunda. Setiap tahunnya, upacara ini dilaksanakan setiap tanggal 18 - 22 Rayagung, Tahun Saka Sunda," ungkap Ketua Panitia upacara adat Seren Tahun, Ratu Dewi Kanti Setianingsih.

Menurut dia, upacara ini merupakan gambaran wujud dari persatuan dan kesatuan ditengah keberagamaan yang ada di Desa Cigugur. "Terbukti walaupun berbeda, masyarakatnya bisa hidup rukun dan guyub," kata dia.

Dia menjelaskan, salah satu rangkaian upacara Seren Taun adalah Tari Buyung. Gerakannya menggambarkan penyelarasan manusia dengan alam. Dalam tarian itu, manusia diajak untuk lebih dekat dengan alam dan mencintainya sebagai sahabat yang harus terus berjalan bersama.

"Arak-arakan masyarakat terdiri dari empat formasi barisan muda- mudi, ibu-ibu, bapak-bapak, dan rombongan atraksi kesenian yang membawa hasil panen dari empat penjuru Cigugur," ujar dia.

Barisan terdepan, membawa padi, buah-buahan, dan umbi-umbian yang diikuti seorang pemuda membawa payung janur bersusun tiga. Di belakangnya, ada 11 pemudi membawa padi bibit yang dipayungi para jejaka. Jumlah sebelas melambangkan simbol saling mengasihi (welas asih).

Di baris ketiga, terdapat rombongan ibu-ibu yang membawa padi di atas kepala (nyuhun). Di baris keempat, rombongan bapak-bapak memikul padi dengan rengkong dan pikulan biasa.

Dia mengatakan, masyarakat adat sunda Cigugur bertekad melestarikan dan melakukan upaya perlindungan terhadap hukum-hukum adat warisan dari para leluhurnya.

"Seperti filosofi Prabu Niskala Wastu Kancana menyebutkan, pakena gawe rahayu pikeun heubeul jaya dina buana, berbuat baiklah agar lama jaya di dunia. Kebaikan sosial yang berdampak bagi masyarakat banyak itulah yang diajarkan dalam Tradisi Seren Taun," sambung Dewi Kanti.

Seperti diketahui, acara Seren Taun adalah upacara adat yang dilakukan setiap tahun yang mempunyai tujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas dilimpahkannya rizki dari hasil pertanian yang didapatkan. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang.


Apresiasi Staf Presiden

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat mengikuti rangkaian puncak upacara adat seren taun. (dok. Istimewa/Panji Prayitno)

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko hadir di tengah kegiatan Seren Taun. Dia mengatakan, kebudayaan penting untuk dirawat karena dapat mempersatukan bangsa dari perbedaan budaya menjadi satu rasa persatuan untuk NKRI.

"Saya apresiasi masyarakat Sunda Wiwitan, dan keluarga Sunda secara keseluruhan, dapat terus menjaga budaya dan sekaligus menjaga persatuan dan kesatuan," kata Moeldoko.

Menurut dia, tema yang diberikan dalam upacara Seren Taun tersebut dianggap sangat tepat. Moeldoko mengatakan, saat ini masyarakat tidak perlu lagi berbicara tentang minoritas dan mayoritas.

"Bangsa ini tak akan pernah selesai dalam membangun kebangsaannya. Sebaliknya, kembangkan semangat gotong royong untuk membangun bangsa," ungkap Moeldoko.

Moeldoko mengaku, dunia pertanian tak bisa lepas dari kultur pertanian setempat. Namun di tengah berkembangnya teknologi, dia mengingatkan agar masyarakat memanfaatkannya.

Bupati Kuningan Acep Purnama menyatakan, upacara adat Seren Taun memiliki nilai tinggi bagi Kabupaten Kuningan. "Tan Hana Nguni Tan Hana Mangke, kalau tak ada masa lalu, tak ada masa sekaarang," kata Acep.

Acep juga menegaskan, Kecamatan Cigugur merupakan miniatur dari Indonesia. Beragam etnis suku dan agama ada di wilayah Cigugur Kabupaten Kuningan. Maka itu, dia menegaskan perbedaan bukan lagi menjadi hambatan.

"Namun sebagai bagian dari tapi sebuah khasanah, keindahan yang harus kita hormati," ungkap dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya