Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sentuh posisi 14.800 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (3/9/2018).
Berdasarkan data RTI, dolar Amerika Serikat (AS) bergerak di kisaran Rp 14.802. Dolar AS perkasa tak hanya terhadap rupiah tetapi juga sejumlah mata uang lainnya. Dolar AS perkasa terhadap dolar Hong Kong sekitar 0,01 persen.
Kemudian dolar AS menguat 0,33 persen terhadap ringgit Malaysia. Dolar AS menguat terhadap dolar Kanada sekitar 0,05 persen, yuan melemah 0,03 persen terhadap dolar AS.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah tembus 14.816 per dolar AS pada Senin sore. Dolar AS perkasa terhadap rupiah sekitar 0,72 persen. Pada Senin sore, rupiah bergerak di kisaran 14.729-14.816 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada awal perdagangan, rupiah melemah 35 poin ke posisi 14.745 per dolar AS pada Senin 3 September 2018 dari penutupan pekan lalu di kisaran 14.710. Jadi sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 9,15 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya diberitakan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lebih dari 20 tahun pada Senin 3 September 2018. Hal itu mendorong bank sentral yaitu Bank Indonesia (BI) akan turun tangan.
Berdasarkan laporan Reuters, BI akan intervensi dalam valuta asing dan pasar obligasi. Pada awal pekan ini, nilai tukar rupiah ke posisi 14.777 per dolar AS. Level itu terlemah sejak 1998. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS sekitar 8,93 persen sejak awal tahun.
Pada 2018, rupiah menjadi salah satu mata uang berkinerja buruk di regional. Analis menilai, nilai tukar rupiah yang tertekan itu didorong defisit neraca transaksi berjalan dan kekacauan di pasar negara berkembang yang disebabkan krisis keuangan Turki.
"Kepemilikan asing yang tinggi pada obligasi ditambah dengan utang dolar Amerika Serikat perusahaan Indonesia yang meningkat juga membuat (rupiah) cenderung melemah," ujar Ekonom Mizuho Bank, Vishnu Varathan, seperti dikutip dari laman CNBC.
Menurut Moody’s, sekitar 41 persen utang pemerintah dalam mata uang asing. Jika rupiah terdepresiasi lebih lanjut akan membuat utang akan lebih mahal untuk kembali dibayar.
Varathan mengingatkan jika kenaikan kredit meningkat lebih lanjut dan harga minyak tetap tinggi jelang sanksi Iran pada November akan menekan nilai tukar rupiah. “Ketika harga minyak naik itu berkontribusi pada peningkatan tagihan impor negara,” ujar dia.
Sementara itu, ekonom DBS, Radhika Rao menutukan, upaya intervensi mungkin tidak efektif. "Otoritas telah aktif mendukung valuta asing dan pasar obligasi selama volatilitas yang terjadi. Di tengah penurunan yang lebih luas dalam mata uang regional, upaya intervensi membantu untuk memperlancar tetapi akan jadi tantangan untuk membalikkan arah," ujar Rao kepada CNBC.
BI telah melakukan beberapa langkah untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali sejak Mei. Selain itu, menekan cadangan untuk beli rupiah.
Dengan cadangan devisa berkurang, pemerintah juga berlakukan pembatasan impor karena akan tahan defisit neraca berjalannya yang ukur arus barang, jasa dan investasi masuk dan keluar di Indonesia.
Impor yang lebih sedikit juga mengurangi kebutuhan untuk menjual rupiah dan membeli lebih banyak mata uang asing untuk memenuhi kebutuhannya.
Chief Investment Officer Deutsche Bank Wealth Management untuk Asia Pasifik, Tuan Huynh dalam laporannya menyebutkan defisit transaksi berjalan Indonesia membuatnya rentan terhadap krisis pendanaan. Dia mencatat defisit melebar menjadi USD 2 miliar pada Juli, yang merupakan defisit bulanan terbesar sejak Juli 2013.
Ia menambahkan, kebijakan moneter Indonesia hingga akhir 2018 terutama akan didorong volatilitas dan nilai tukar rupiah.
"Pemicu utama untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut akan menjadi penguatan lebih lanjut dari dolar Amerika Serikat atau melebarnya defisit yang disebabkan oleh permintaan domestik yang kuat," ujar dia.
Analis DBS dalam laporannya menyebutkan kalau kenaikan suku bunga akan lebih banyak. "Untuk saat ini, pasar melihat Indonesia bekerja keras menjaga stabilitas makroekonomi, misalnya menaikkan suku bunga untuk menangkis volatilitas nilai tukar dan mempertahankan konsolidasi fiskal," ujar dia.
Awal Pekan, Rupiah Betah Masih di Kisaran 14.750 per Dolar AS
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Selain rupiah, nilai tukar mata uang lain di Asia juga mengalami tekanan.
Mengutip Bloomberg, Senin 3 September 2018, rupiah dibuka di angka 14.745 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.710 per dolar AS.
Sejak lagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.745 per dolar AS hingga 14.785 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,03 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.767b per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 14.711 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah bergerak mendatar pada sesi awal perdagangan, karena pelaku pasar mengantisipasi sentimen yang akan muncul, seperti data inflasi domestik pada periode Agustus," kata Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada dikutip dari Antara.
"Rupiah masih dibayangi sentimen negatif terutama dari eksternal sehingga terbuka potensi pelemahan," katanya.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa pagi ini sejumlah mata uang di kawasan Asia kompak dibuka melemah terhadap dolar AS, itu menjadi sentimen pelemahan rupiah.
"Tetapi kemungkinan Bank Indonesia akan menjaga kuat rupiah yang sudah melewati Rp14.700 per dolar AS sehingga tidak tembus level psikologis baru di atas Rp14.800 per dolar AS," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement