Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami deflasi pada Agustus 2018 sebesar 0,05 persen. Ini merupakan bulan pertama yang mengalami deflasi pada tahun ini setelah sebelumnya selalu inflasi.
Sebelumnya, pada 2017, deflasi terjadi sebanyak dua kali yaitu Maret dan Agustus. Sedangkan pada 2016 terjadi sebanyak tiga kali yaitu pada Februari, April dan Agustus.
Advertisement
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai deflasi terjadi sebab bulan Agustus ada penurunan konsumsi dibanding bulan sebelumnya dimana ada momen Idul Fitri dan Idul Adha.
"Kami melihat deflasi bisa terjadi mungkin karena demand (permintaan) kebutuhan pokok tidak setinggi sebelumnya ketika masih ada suasana apakah puasa, lebaran dan juga hari raya haji (idul adha)," kata Menteri Bambang, di kantornya, Senin (3/9/2018).
Kendati demikian dia menegaskan bahwa inflasi inti (core inflation) tetap harus diperhatikan. Hal itu untuk melihat kondisi daya beli masyarakat saat ini.
"Kita melihat tentunya harus dilihat core inflation. Kalau core-nya masih positif berarti daya beli masih ada. Cuma mungkin tadi karena demmand bahan pokok berkurang karena kemarin dampak puasa lebaran dan hari raya haji," ujarnya.
BPS melaporkan bahwa pada Agustus 2018 mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Angka ini berbanding terbalik dibandingkan Juli 2018 yang mengalami inflasi sebesar 0,28 persen.
Deflasi Agustus 2018 tersebut lebih rendah dibandingkan Agustus 2017 yang mengalami deflasi sebesar 0,22 persen.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, dengan deflasi ini berarti tingkat inflasi tahun kalender Januari-Agustus sebesar 2,13 persen. Sedangkan inflasi tahun ke tahun Agustus 2018 ke Agustus 2018 3,20 persen.
"Inflasi pada Agustus 2018, berdasarkan perkembangan harga berbagai komoditas pada Agustus secara umum mengalami penurunan. Ini menggembirakan karena di bawah target, diharapkan inflasi tetap terkendali," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Senin 3 September 2018.
Dia menjelaskan, dari 82 kota IHK, 52 kota mengalami deflasi. Sedangkan 30 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi dialami Kota Baubau sebesar 2,49 persen dan deflasi terendah yaitu Jember sebesar 0,01 persen.
"Deflasi tertinggi di Baubau. Karena penurunan harga ikan segar dan transportasi udara," kata dia.
Sedangkan kota yang mengalami inflasi tertinggi yaitu Tarakan 0,62 persen dan inflasi terendah yaitu Padangsidempuan dan Medas sebesar 0,01 persen.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani: Deflasi Agustus Cukup Kondusif Jaga Stabilitas Ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Agustus 2018 Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Angka ini berbanding terbalik dibandingkan Juli 2018 yang mengalami inflasi sebesar 0,28 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, angka ini masih cukup kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ditengah kondisi ketidakpastian ekonomi global. Munculnya deflasi ini didukung oleh harga-harga yang cujup stabil.
"Kami melihat angka deflasi yang muncul atau angka inflasi sampai Agustus ini masih cukup kondusif bagi kita untuk terus menjaga stabilitas. Saya rasa hasil ini stabilitas dari harga harga ini menjadi salah satu komponen yang penting," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (3/9/2018).
Baca Juga
Pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga agar seluruh komponen ekonomi dalam negeri terjaga. Pemerintah juga akan menjaga agar pengaruh fluktuasi nilai tukar rupiah tidak terlalu memicu inflasi impor atau imported inflation Indonesia.
"Untuk itu kita akan terus menjaga seperti yang selama ini udah dikomunikasikan sumber inflasi, potensi, pada bulan-bulan ke depan. Seperti harga pangan, kemudian kalau sampai terjadi imported inflation," jelasnya.
"Karena adanya nilai tukar, lalu ada seasonal pada akhir tahun adalah demand driven. Kita akan melihat faktor-faktor-faktor ini bersama BI untuk terus kita jaga. Agar jangkar stabilitas bisa diperkuat," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement