Dolar AS Menguat, Rupiah Tembus 14.900 pada Selasa Sore

Nilai tukar rupiah masih merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa sore.

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Sep 2018, 17:52 WIB
Petugas menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa sore. Rupiah tembus 14.900 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg, Selasa sore (4/9/2018), rupiah berada di kisaran 14.935 per dolar AS.

Sepanjang Selasa pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 14.780-14.938 per dolar AS. Rupiah pun sudah melemah 10,18 persen sejak awal 2018.

Berdasarkan kurs referensi, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 73 poin dari posisi 14.767 per dolar AS pada 3 September 2018 menjadi 14.840 per dolar AS pada 4 September 2018.

Dolar AS perkasa tak hanya terhadap rupiah pada Selasa pekan ini. Berdasarkan data RTI, dolar AS perkasa terhadap ringgit Malaysia sekitar 0,37 persen. Kemudian dolar AS menguat terhadap peso Filipina sebesar 0,04 persen.

Selain itu, dolar AS menguat terhadap yen sebesar 0,28 persen. Terhadap dolar Singapura, dolar AS menguat 0,37 persen. Kemudian dolar AS menguat terhadap baht Thailand sebesar 0,37 persen. Dolar AS menguat terhadap rupee India sebesar 0,44 persen.

Analis PT Binaartha Securities, Nafan Aji menuturkan, secara eksternal, minimnya sentimen positif dari domestik serta meningkatnya sentimen negatif dari eksternal antara lain perang dagang antara AS dengan China, krisis keuangan Turki, Venezuela, dan Argentina.

Selain itu ada sentimen kenaikan suku bunga the Federal Reserve pada September sebabkan rupiah melemah.

"Secara internal, melebarnya current account defisit sebesar 3,04 persen dari produk domestik bruto (PDB) turut memberikan sentimen negatif bagi pelemahan rupiah," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.

Mengutip laman Bloomberg, dolar AS melanjutkan kenaikan dalam empat hari ini seiring presiden AS Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif barang impor China senilai USD 200 miliar.

Dengan kenaikan suku bunga, investor khawatir atas risiko di pasar negara berkembang makin mendalam termasuk kondisi fiskal di Argentina, defisit kembar Turki, pemilihan umum Brazil dan Rancangan Undang-Undang reformasi tanah Afrika Selatan.

"Tidak banyak yang membuat saya berpikir dolar AS seharusnya naik, tetapi ada banyak yang membuat saya gugup terhadap mata uang lainnya. Dolar AS sangat kuat dan kurang dukung suku bunga, tetapi mata uang lainnya lebih buruk," ujar Analis Societe Generale SA Kit Juckes.

Selain itu, indeks mata uang MSCI Inc turun untuk kelima kali dalam enam hari. Hal itu mendorong indeks tersebut berada di posisi penutupan terendah dalam lebih dari setahun.

Mata uang Afrika Selatan rands melemah usai data ekonomi menunjukkan resesi pada kuartal II 2018. Mata uang Turki lira juga merosot lantaran kekhawatiran bank sentral yang akan kembali keluarkan kebijakan moneter.

Obligasi Argentina berdenominasi dolar naik usai pengumuman Presiden Argentina Maurico Maci memaparkan langkah-langkah darurat membendung krisis.

 


Pemerintah Waspadai Krisis Argentina

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama sejumlah menteri memberi keterangan pers RAPBN 2019 di Media Center Asian Games, JCC Jakarta, Kamis (16/8). Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan perhatian utama pada 2019. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan menteri dan pimpinan lembaga di bidang ekonomi pada Senin  3 September sore. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, dalam pertemuan dibahas persoalan nilai tukar rupiah dan kondisi terkini perekonomian Indonesia.

"Hari ini kami bersama-sama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dua Menko, dan Mendag melaporkan ke Presiden mengenai kondisi terkini ekonomi Indonesia," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta usai pertemuan.

Turut dibahas mengenai pergerakan inflasi dan stabilitas harga pangan dalam negeri. Termasuk dinamika ekonomi global dan krisis yang menimpa Argentina.

"Kami melihat pergerakan global, kami terus waspadai karena dinamika yang berasal dari sentimen Argentina ini tinggi sekali dan kadang dikombinasikan dengan kondisi di negara emerging yang lain," ujarnya.

Guna mengantisipasi tekanan global terhadap nilai tukar dan perekonomian Indonesia, pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah khusus.

Di antaranya, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus melakukan koordinasi dalam menghadapi gejolak nilai tukar rupiah.

"Dari dalam negeri langkah pemerintah dari otoritas moneter dan OJK akan disinergikan. Koordinasi dari sisi informasi, langkah demi stabilitas akan terus di-share sehingga kami terus lakukan penyesuaian kalau memang akan dilakukan," jelasnya.

Dalam pertemuan tertutup yang dilakukan Jokowi di Istana Merdeka Jakarta sore ini, selain Sri Mulyani hadir juga Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution. Selain itu, ada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya