Liputan6.com, Cilacap - Desa Panikel, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, terletak di daerah dataran rendah. Tanah yang didiami masyarakat konon dahulu kala adalah Laguna Segara Anakan yang mendangkal.
Sedimentasi parah dari Sungai Citanduy dan anak Sungai Cibeureum hingga Cimeneng memicu munculnya daratan baru yang semakin hari bertambah luas. Kini, Panikel didiami 2.000-an keluarga lebih.
Muasal daratan Panikel masih tampak hingga hari ini. Rumah-rumah warga banyak dikelilingi kolam bekas rawa, areal persawahan, dan kanal-kanal air. Boleh dibilang, di desa ini, air melimpah ruah sepanjang tahun.
Namun, dampak kemarau panjang tetap dirasakan oleh warga. Pasalnya, di musim kemarau, air sumur tak layak dikonsumsi lantaran berwarna keruh kekuningan, berbau karat busuk, dan berasa asin. Air bersih pun langka.
Baca Juga
Advertisement
Warga bukannya tak bersiap menghadapi cekaman musim. Sebagian besar warga menampung air hujan sebagai persiapan menghadapi kemarau panjang. Air bersih ini ditampung dalam torn atau penampung air yang berkapasitas 2.500 liter per unit.
"Masing-masing rumah punya. Ada yang bantuan dari pemerintah ada yang dari YSBS. 15 tahun yang lalu," kata Fauzan, seorang warga Panikel, menuturkan, Selasa, 4 September 2018.
Namun, sebagian besar persediaan air bersih di penampungan warga habis. Warga pun terpaksa menimba air ke sumber terdekat yang berjarak sekitar tujuh sampai delapan kilometer dari Panikel.
Air Sumur di Panikel Sebabkan Penyakit
Padahal, tak semua warga memiliki kendaraan bermotor. Mereka yang berada di kelompok ini pun hanya bisa pasrah pada keadaan dan terpaksa menggunakan air tak layak konsumsi untuk mandi, mencuci, dan masak. Untuk minum, mereka tak berani.
"Kemarin Kaur Kemasyarakatan katanya langsung diare karena mengonsumsi air sumur. Diinfus di Puskesmas Kawunganten," ucapnya.
Jangankan diminum, air sumur warga pun tak layak untuk mandi. Menurut Fauzan, badan gatal-gatal jika mandi menggunakan air sumur. Rambut pun kaku karena kotornya air.
Sebagian warga yang mampu terpaksa membeli air bersih keliling, yang celakanya, jarang melintas. Jika ada, harga air bersih pun mahal, Rp 5.000 per jeriken kapasitas 30 liter. Pedagang air enggan menuju Panikel lantaran kondisi jalan yang buruk dan jauh masuk ke pedalaman.
Untuk menghemat air bersih, saat mandi, warga tetap menggunakan air sumur yang tak layak pakai. Lantas, mereka membilasnya dengan air yang dibeli ini.
"Cari air bersih juga sekitar tujuh delapan kilometer di Citinggil. Yang beli banyak itu Pak, harganya Rp 5.000 per jeriken 30 liter," ungkapnya.
Dia menuturkan, kampungnya di RT 02/8 Panikel, belum pernah tersentuh bantuan air bersih. Setahu dia, baru sekali bantuan air bersih dari BPBD di kampung sebelah. Itu pun tak cukup untuk disebar ke seluruh warga.
Sebab itu, ia meminta pemerintah segera mengirimkan bantuan air bersih untuk warga di kampungnya. Setidaknya, bantuan air bersih itu akan meringankan beban warga sementara.
"Biasanya kan ada bantuan air bersih dari BPBD, dari yayasan YSBS, juga ada tadinya. Tapi sekarang sepi tidak ada bantuan apa-apa," tuturnya.
Advertisement
Respons BPBD Cilacap
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Tri Komaara Sidhy, mengatakan BPBD sudah mengirimkan bantuan air bersih ke Desa Panikel. Namun, ada kemungkinan bantuan itu tak menjangkau seluruh warga.
"Ke Panikel sudah dua kali, tapi mungkin tidak menjangkau ke seluruh warga," ucapnya, Selasa sore.
Komara mengakui, armada pengiriman bantuan air bersih terkendala sulitnya akses ke Kampung Laut. Yang berada di daratan dan sudah menyatu dengan Pulau Jawa, kondisi jalannya rusak.
Sebagian lainnya, benar-benar perpisah dari daratan dan hanya bisa diakses dengan perahu. Menurut dia, sulitnya medan menghambat proses distribusi.
Komara mengklaim, hingga Selasa, 4 September 2018, BPBD Cilacap dan lembaga lainnya telah mengirimkan sebanyak 194 tangki bantuan air bersih yang menjangkau 11.413 keluarga yang terdiri dari 37.525 jiwa di 25 desa 10 kecamatan wilayah Kabupaten Cilacap. Pengiriman air bersih ini akan terus dilakukan hingga musim kemarau berakhir.
Dia menambahkan, BPBD dan berbagai lembaga lain tak bisa mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Sebab, ketersediaan bantuan air bersih dan jumlah armada pun terbatas. Karenanya, ia juga menyarankan agar warga berhemat saat menggunakan air pada musim kemarau ini.
Saksikan video pilihan berikut ini: