Di Hadapan DPR, Menko Luhut Pamer Hasil Diplomasi Sawit di Eropa

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan hasil diplomasi sawit di Uni Eropa kepada DPR.

oleh Merdeka.com diperbarui 05 Sep 2018, 14:45 WIB
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan memberikan sambutan pada acara Deklarasi Said Aqil Siroj (SAS) Institute di Jakarta, Rabu,(1/8). SAS Institute sebuah organisasi simbol perjuangan gagasan Islam Nusantara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan hasil diplomasi sawit di Uni Eropa yang dilakukannya selama ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Di hadapan DPR, mantan Menko polhukam tersebut mengungkapkan hasil diplomasi sawit mulai membuahkan hasil positif.

"Diplomasi Crude Palm Oil (CPO), hasilnya kita bisa menghemat Rp 62 triliun dari penurunan crude oil," kata Menko Luhut di ruang rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Selain itu, Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, diplomasi yang selama ini dilakukan telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan yaitu penundaan pelarangan penggunaan crude palm oil  (CPO) atau minyak sawit mentah menjadi 2030.

"Dan kita bisa menunda sampai  tahun 2030. Jadi, masalah palm oil bisa lebih baik," ujar dia.

Seperti diketahui, sawit Indonesia saat ini tengah mendapat serangan black campaign (kampanye hitam). Akibatnya, emas hijau asal Indonesia tersebut sulit bahkan tidak dapat diterima di beberapa negara terutama di Eropa.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 


Pemerintah Harus Bekerja Lebih Keras

Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Togar Sitanggang menyatakan pemerintah harus bekerja lebih keras lagi melindungi industri sawit Indonesia dari maraknya black campaign atau kampanye gelap.

"Kampanye hitam tanpa fakta objektif dan tendensius dibarengi dengan ancaman boikot akan terus mengikuti perjalanan industri minyak sawit Indonesia yang kini menjadi pemain wahid di pasar minyak nabati dunia," kata Togar di Tanjung Pandan, Belitung, Jumat 24 Agustus 2018.

Dia menyatakan, pemerintah memang punya keberpihakan dengan berusaha melakukan upaya diplomasi sawit. Namun usaha tersebut dinilai masih setengah hati.

Togar menuturkan, kekhawatiran terbesar terutama dari negara-negara Eropa adalah Indonesia akan menjadi negara adidaya karena mampu memproduksi energi terbarukan melalui sawit.

"Mereka (negara-negara Barat) sangat memahami, sawit merupakan industi masa depan sebagai pengganti energi fosil yang tidak ramah lingkungan dan mulai ditinggalkan," ujar dia.

"Faktanya bisa dilihat bahwa saat ini di perkebunan sawit Indonesia memenuhi peran tersebut dan punya kontribusi besar terhadap kebijakan energi global di masa depan," tambah dia.

Dia menjelaskan, dalam kampanye hitam tersebut, isu bergulir yang dituduhkan untuk menghambat perkembangan industri sawit Indonesia antara lain menyangkut perluasan lahan yang meningkat signifikan sehingga menyebabkan deforestasi, isu kesehatan serta yang marak saat ini menyangkut isu tenaga kerja.

"Sebenarnya, tuduhan tersebut tidak benar karena perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di dunia dalam beberapa tahun hanya tumbuh 13,39 persen, sementara kedelai tumbuh 85,45 persen, bunga matahari 18,05 persen,” kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya