Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak mampu keluar dari zona merah pada perdagangan saham Rabu pekan ini. Sentimen nilai tukar rupiah pengaruhi laju IHSG.
Pada penutupan perdagangan saham Rabu (6/9/2018), IHSG melemah 221,80 poin atau 3,76 persen ke posisi 5.683,50. Indeks saham LQ45 merosot 4,41 persen ke posisi 890,53. Selurun indeks saham acuan kompak tertekan.
Sebanyak 411 saham melemah sehingga menekan IHSG. 32 saham menguat dan 52 saham diam di tempat. IHSG sempat berada di level tertinggi 5.868,77 dan terendah 5.621,60.
Baca Juga
Advertisement
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 427.160 kali dengan volume perdagangan saham 10,5 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 8,5 triliun. Investor asing jual saham Rp 892,64 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.926.
10 sektor saham kompak tertekan. Sektor saham barang konsumsi melemah 4,17 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham manufaktur tergelincir 4,08 persen dan sektor saham infrastruktur merosot 3,87 persen.
Saham-saham yang menguat antara lain saham saham AKSI menguat 24,44 persen ke posisi 840 per saham, saham SHID melonjak 21,74 persen ke posisi 2.800 per saham, dan saham DART menanjak 19,05 persen ke posisi 250 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham RIGS melemah 21,23 persen ke posisi 282 per saham, saham ATIC merosot 17,46 persen ke posisi 780 per saham, dan saham SRAJ turun 16 persen ke posisi 168 per saham.
Analis PT Kresna Securities, William Mahmudi menuturkan, secara teknikal, IHSG belum berhasil ke posisi 6.100. Hal itu mendorong IHSG bergerak sideway. "IHSG pun menguji level support 5.600. Hal itu didorong sentimen global, emerging market memang koreksi," ujar dia.
Ia menambahkan, sentimen penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah membuat IHSG lesu. Ia juga menilai, tekanan IHSG masih wajar. "IHSG masih batas wajar, puncak tekanan jual itu di Agustus dan September,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
IHSG Tergelincir 3,33 Persen
Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam pada sesi pertama perdagangan saham Rabu 5 September 2018.
Pada penutupan sesi pertama, IHSG melemah 196,42 poin atau 3,33 persen ke posisi 5.708,88. Indeks saham LQ45 susut 3,92 persen ke posisi 895,13. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah
Sebanyak 376 saham melemah sehingga menekan IHSG. 38 saham menguat da 42 saham diam di tempat. Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di posisi tertinggi 5.868,77 dan terendah 5.704,42.
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 219.142 kali dengan volume perdagangan 6,3 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 3,9 triliun. Investor asing jual saham Rp 338,82 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.912.
10 sektor saham tertekan. Sektor saham tambang turun 3,99 persen, dan catatkan penurunan terbesar di antara sektor saham lainnya. Selain itu, sektor saham barang konsumsi tergelincir 3,62 persen dan sektor saham manufaktur susut 3,53 persen.
Saham-saham yang catatkan penguatan di tengah IHSG yang tertekan antara lain saham SHID naik 24,78 persen ke posisi 2.870 per saham, saham AKSI melonjak 24,44 persen ke posisi 840 per saham, dan saham EPMT mendaki 15,26 persen ke posisi 2.190 per saham.
Sedangkan saham-saham yang melemah antara lain saham INPP susut 22,63 persen ke posisi 530 per saham, saham GDST tergelincir 18,13 persen ke posisi 140 per saham, dan saham TPMA melemah 16,67 persen.
Bursa Asia pun kompak tertekan. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 1,76 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi tergelincir 0,26 persen, indeks saham Jepang Nikkei turun 0,20 persen.
Selain itu, indeks saham Thailand susut 0,80 persen, indeks saham Shanghai tergelincir 0,85 persen, indeks saham Singapura terpangkas 0,77 persen dan indeks saham Taiwan turun 0,21 persen.
Sebelumnya, Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan minimnya sentimen positif dari domestik serta meningkatnya sentimen negatif dari eksternal seperti misalnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok, krisis keuangan Turki, Venezuela dan Argentina, serta ada potensi akan terjadinya krisis keuangan di beberapa negara berkembang.
"Di sisi lain, sentimen kenaikan suku bunga the Fed pada bulan ini menyebabkan para pelaku pasar lebih cenderung memilih wait and see sehingga IHSG masih akan melemah," kata dia.
Sementara itu, VP PT Ashmore Assets Management Indonesia, Angganata Sebastian menuturkan, ada sejumlah faktor menekan IHSG antara lain, antisipasi menjelang pengumuman apakah impor tarif akan diberlakukan antara AS dan China. "Selain itu ada kecenderungan over panic karena pelemahan rupiah," tutur dia.
Ia mengatakan, gerakan IHSG cenderung jenuh jual. Hal ini mengingat perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini masih membukukan kinerja positif.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement